Kasus yang terjadi di akhir-akhir ini adalah kasus yang menghebohkan jagat raya, pasalnya hukum yang berasal dari penegak hukum rupanya berbeda cara terkait penerapan di sistem demokrasi. Peraturan hasil dari kesepakatan bersama, nyatanya tidak mampu memberi ruang yang adil bagi semua kalangan, seperti halnya kasus yang terjadi saat ini.
Salah satunya kejadian suntik dana yang tidak terkira melampui batas sehingga hukuman yang di jatuhkan kepada pelaku nyatanya hukum yang membatasi ruang, melihat siapa yang melakukan, dan pada akhirnya hukum di terapkan sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Pinangki dinyatakan melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pinangki juga bersalah melakukan permufakatan jahat melanggar Pasal 15 dan Pasal 13 UU Tipikor. Selain itu, Pinangki melanggar pasal pencucian uang, yaitu Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan TPPU.
"Menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yang mengadili perkara ini memutuskan, bahwa dia menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan subsider dan dakwaan kedua tentang TPPU, dan dakwaan ketiga subsider," kata jaksa Yanuar Utomo saat membacakan amar tuntutan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (11/1/2021).
Saat yang berkepentingan di posisi yang salah maka Vonis Pinangki Sirna Malasari disunat Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dari 10 tahun penjara menjadi hanya 4 tahun. Potongan itu diberikan lantaran Pinangki dinilai menyesali perbuatannya. Selain itu, hakim menilai Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjadi sorotan publik setelah menyunat hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. Padahal Pinangki sebagai aparat penegak hukum menjadi makelar kasus (markus) dan terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang.
Kasus jaksa Pinangki benar-benar mencederai rasa keadilan masyarakat dan menunjukkan makin kuatnya mafia peradilan di Indonesia, pasalnya hukum tidak membuat orang-orang lain jera terhadap perilaku yang telah di lakukan sehingga merugikan orang banyak, rasa ungkapan sadar dari pihak korupsi dan menyesali segala perbuatannya, bukanlah tolak ukur mengubah status hukum yang telah di vonis, apabila hukum merevisi kembali pada orang berkepentingan, maka hukum yang terjadi di sistem saat ini adalah hukum-hukum yang tidak membuat orang tersebut sadar atas perbuatannya.
Maka tidak heran apabila kebanyakan dari penegak hukum di negeri yang megadopsi sistem sekuler kapitalis yang membuat hukum makin leluasa dan yang seharusnya bersalah harus di hukum sesuai hukuman yang berlaku, tetapi pada kenyataanya hukum di negeri saat ini tumpul keatas dan tajam kebawah itulah sistem yang diterapkan sesuai dengan kepentingan.
Tujuan utama dari peraturan di negara adalah untuk standar sikap rakyat dalam mematuhi segala peraturan, Tetapi nyatanya hukum yang terjadi saat ini sangat jauh berbeda pada masa khilafah yang menerapkan islam secara sempurna, serta hukum yang di terapkan pun tidak melihat siapa yang terlibat dalam segala kasus melainkan khilafah sebagai sumber negara yang menerapkan sistem islam secara Kaffah, kemudian akan mentotalitaskan serta menyapu rata bagi yang melanggar kebijakan.
Maka akan berhadapan dengan hukum yang bersumber dari sang Maha Pencipta.
Serta rakyat yang terlahir dari rahim islam yakni yang bersumber dari ALLAH SWT, akan mengambil hukum dari al-Qur’an dan sunnah. Maka dengan pemikiran dan tujuan yang sama serta harapan yang sama untuk hidup makmur bukan saja di dunia melainkan di akhirat, akan melahirkan manusia yang bertaqwa atas dasar iman kepada ALLAH.
Sistem hukum hasil buatan manusia (demokrasi) mengandung banyak kelemahan, rentan dipermainkan dan selalu digunakan sesuai kepentingan sehingga tidak mungkin diharapkan bisa mencegah kejahatan dan menciptakan rasa keadilan, sedangkan rasa keadilan yang benar-benar adil yang menyejahterahkan umat di seluruh dunia yaitu dengan menerapkan hukum yang bersumber dari sang maha pencipta ALLAH SWT.
Kompasasi dengan sistem hukum Islam dan kebutuhan adanya khilafah sebagai institusi penegak hukum yang akan di terapkan di sistem islam dengan menjadikan khilafah sebagai negara yang menerapkan sistem islam secara kaffah, maka umat saat ini seperti hidup tanpa adanya arah dan tujuan yang ingin di capai bersama maka hasilnya, saat ini orang-orang hanya berlomba mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya tanpa melihat kembali bertanggung jawabanya kelak yang akan di tanggungnya, sehingga rakyat seakan hanya mengejar isi dunia saja.
“apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapa yang lebih baik daripada (Hukum) ALLAH bagi orang yang meyakini (agamanya)”. (QS AL-Ma’idah [5]:50)
Walhasil apabila hukum islam di terapkan maka tidak akan adanya timbul korupsi yang merugikan hingga mencapai meliyaran, maka tugas kita yang memiliki mimpi untuk hidup makmur harus berjuang di atas agama ALLAH, sehingga pencapaian hidup adil makmur yang di ridhoi oleh ALLAH SWT, akan segera terwujud.
Waalahu’alam bi sowwab
Post a Comment