Kapitalisme, Melahirkan Hukum Bermuka Dua


Oleh: Aslama
 (Pemerhati kebijakan Publik)


Kasus narkoba yang hangat dibicarakan baru-baru ini yang melibatkan orang terpandang, yaitu Ardi Bakrie dan Nia Ramadhani menjadi sorotan di tengah-tengah masyarakat. Akankah hukum berjalan semestinya tanpa melihat status terdakwah?

Mantan Kapolres Jakarta Barat ini menjelaskan, kalau pihaknya memiliki alasan tak menghadirkan Nia dan Ardi Bakrie saat konpres pertama kali. Menurutnya, penyidik masih mengumpulkan semua bukti dan meminta keterangan kepada para tersangka. Sehingga, bukan adanya perbuatan spesial.

"Kami menunggu, karena kami nunggu komplit atau lengkap penyidikan kami sehingga kita akan tampilkan para tersangka ini," ujarnya. (https://www.merdeka.com/peristiwa/bantah-istimewakan-polisi-tetap-proses-hukum-nia-ramadhani-dan-ardi-bakrie.html)
 
Bicara tentang keadilan di negeri tercinta ini memang sesuatu yang masih dipertanyakan. Bagaimana tidak, sudah menjadi rahasia umum di tengah-tengah masyarakat bahwa kekuasaan, kekayaan dapat memberikan perlakuan yang berbeda di mata hukum.
 
Adanya mafia kasus (Markus) di lembaga hukum mulai dari tingkat penyidikan dan pemutusan perkara mengakibatkan suap-menyuap seolah suatu hal yang lazim. Dan hal ini melanda penegak hukum di tingkat pusat sampai tingkat bawah.

Uang seakan berkuasa menentukan hasil akhir dari sebuah perkara. Bahkan ada perlakuan yang berbeda antara narapidana/tahanan yang miskin dan orang kaya. 

Tak bisa kita pungkiri, betapa banyak maling/penjahat kecil yang menerima perlakuan kasar. Tapi disisi lain para koruptor mendapat perlakuan istimewa dan bahkan potongan hukuman. Seperti kasus jaksa Pinangki. (https://nasional.tempo.co/read/1481453/diskon-hukuman-jaksa-pinangki-bagaimana-aturan-pemotongan-masa-tahanan)

Bahkan ada kelompok tertentu yang kebal hukum. Mereka adalah yang berkuasa ataupun orang-orang yang terkait. Tak diherankan jika banyak kalangan mengatakan ada tebang pilih dalam penegakan hukum di negeri ini. 

Miris memang, tapi itulah kenyataan pahit yang mesti ditelan masyarakat di negeri ini. Keadilan menjadi suatu hal yang langka dan nyaris membuat masyarakat miskin menjadi putus asa untuk mendapatkannya.

Ketidakadilan yang terjadi merupakan akibat dari diterapkannya sistem kapitalis. Sistem yang tak hanya melahirkan jurang dari sisi ekonomi tapi juga melahirkan jurang di mata hukum. 

Bagiamana dengan sistem Islam? Hukum Islam berlaku bagi pejabat atau rakyat, bagi Muslim atau non-Muslim. Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda:

“Sesungguhnya yang merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, maka mereka membiarkanya; tetapi kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”

Pada masa khilafah Rasyidin, Khalifah Umar pernah menyita unta putranya, Abdullah bin Umar, yang digembalakan bersama unta zakat di padang pengembalaan terbaik. Khalifah Umar juga pernah menghukum purta Amr bin Ash, Gubernur Mesir, karena memukul rakyat biasa.

Tidak ada keadilan kecuali dalam kebenaran.    Bagimana mungkin sistem kapitalisme melahirkan keadilan, sedangkan landasan berfikir dari sistem ini adalah sekularisme (menjauhkan aturan Sang Pencipta dari kehidupan)? 

Kebenaran tentunya datang dari aturan Tuhan, yaitu Allah SWT, bukan berasal dari hawa nafsu manusia yang mencari pembenaran. Maka dari itu, untuk menghentikan segala ketidakadilan yang terjadi di negeri ini adalah mengembalikan hak Tuhan dalam membuat aturan.

Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post