JANGAN MAIN API


Oleh : drg. Rubiah Lenrang
(Praktisi Kesehatan)
 
“Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung”
 
Demikianlah titah salah seorang sahabat Rasulullah SAW, Amr Bin Ash, ketika diamanahi sebagai pemimpin di wilayah Syam pada masa Kekhalifahan Umar bin Khaththab. Kala itu Negeri Syam sedang diserang wabah penyakit menular yang berbahaya, semacam wabah kolera. Maka rakyat di Syam pun berpencar hingga ke pelosok pegunungan. Yang akhirnya, wabah pun berhenti laksana api padam karena tidak dapat lagi menemukan bahan yang bisa dibakar.
 
Saat ini, negeri kita bagai bermain  api. Bagaimana tidak? Di tengah peningkatan kasus Covid-19 yang pesat, pemerintah mulai menerapkan Pembatasan Pergerakan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mulai 3 Juli sampai 20 Juli 2021. Sejumlah pengetatan pembatasan pun diterapkan untuk menekan laju peningkatan kasus penularan Covid-19. Namun sungguh sangat ironi, diberitakan Tenaga Kerja Asing (TKA) mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin pada tanggal 3 Juli 2021. Sebagaimana yang dikutip dari halaman antaranews.com, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Andi Darmawan Bintang membenarkan kedatangan 20 orang 
TKA asal Tiongkok di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, (5/7/2021). 
 
Masuknya tenaga kerja asing ini layaknya kita sedang bermain dengan api, bermain dengan virus Covid-19. Padahal kasus sebaran varian baru adalah kasus yg di impor, didapatkan dari mobilitas orang dan perjalanan internasional.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia menjelaskan, tidak hanya transmisi lokal, ada 20 kasus virus corona varian Delta yang teridentifikasi dari perjalanan orang keluar negeri atau kasus impor. Dwi mengimbau masyarakat waspada karena varian baru virus corona, khususnya Delta (B.1617.2), jauh lebih cepat menular dan menimubulkan gejala yang lebih berat, Kompas.com (28/6/2021).
Kebijakan pemerintah untuk membuka jalan TKA masuk ke Indonesia jelas merupakan sebuah keputusan yang sangat menyakitkan. Alasan bahwa TKA tersebut merupakan bagian dari proyek investasi membuktikan kebijakan yang menomor kesekiankan keselamatan rakyat dan lebih mengutamakan kepentingan asing. Hal ini mencerminkan sistem kapitalisme telah menjerat negeri kita dimana keuntungan materi lebih diprioritaskan di atas segalanya walaupun  mengatasnamakan penyelamatan ekonomi.
Selain itu, dibukanya akses TKA ke Indonesia akan menimbulkan kecemburuan pada masyarakat, lantaran pergerakan masyarakat hampir seluruhnya dibatasi tetapi WNA tidak. Hal serupa pernah terjadi di bulan Mei 2021, hingga kemudian memunculkan protes dari berbagai kalangan. Sebagaimana yang dilansir dari bisnis.com, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menilai masuknya ratusan Tenaga Kerja Asing ke Indonesia bertolak belakang dengan kondisi ketenagakerjaan yang sulit akibat pandemi.
 
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menyatakan masuknya tenaga kerja asing (TKA) asal China dan India di tengah pandemi Covid-19 dan pelarangan mudik lebaran merupakan sebuah ironi yang melukai kaum buruh. Presiden  Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan kedatangan TKA asal China dan India menggunakan pesawat sewa di tengah pandemi Covid-19 merupakan ironi yang menyakitkan dan mencederai rasa keadilan. Terlebih kedatangan mereka terjadi saat jutaan pemudik bersepeda motor yang bisa dipastikan sebagian besar adalah buruh dicegat di perbatasan-perbatasan kota, (11/5/2021).
Kebijakan pemerintah saat ini yang sangat menyakiti hati rakyat, sangat berbanding terbalik dengan sikap kepemimpinan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dia pimpin.” (HR. Bukhari).
Karena menjadi pemimpin rakyat adalah amanah, maka setiap pemimpin harus mencurahkan segala potensi dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi, termasuk dalam mengatasi wabah. Orientasi kebijakan difokuskan pada hafdz an fash (menjaga jiwa), dimana hal ini berarti setiap kebijakan senantiasa mempriorotaskan nyawa dan keselamatan rakyat.  apalagi dalam Islam kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi setiap orang yang mutlak menjadi tanggung jawab negara. Negara wajib menyediakan segala sesuatu yang bisa menjamin setiap warga negaranya dapat mengakses dan menerima pelayanan kesehatan dengan mudah, berkualitas, murah bahkan gratis.
Tentu saja pelayanan seperti ini ditunjang dengan anggaran yang kokoh. Dalam Kekhilafahan Islamiyah anggaran kesehatan diperoleh dari Baitul Mal pos kepemilikan umum, yang diperoleh dari hasil pengelolaan sumber daya alam secara mandiri tanpa intervesi asing manapun.
Selain doa dan muhasabah, pengokohan keimanan kepada Allah SWT harus terus digencarkan. Bahwa wabah ini adalah takdir dan ujian dari Allah SWT yang harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketaatan kepada-Nya dalam setiap aktivitas. Termasuk dalam penerapan sunnah Rasulullah SAW dalam hal penaggulangan wabah yang telah dicontohkan oleh para sahabatnya, yakni lockdown dengan penjaminan kebutuhan dan kesehatan masyarakat sesuai Syariah Islam.
Rasulullah saw. bersabda, “Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR Bukhari dan Musli
Ini pula yang dianjurkan oleh Amr bin Ash yakni menjaga jarak, hingga kemudian wabah bisa dihentikan di masa kepemimpinannya.
Demikian menjaga protokol kesehatan adalah hal yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW disertai kebijakan lockdown dan pelayanan kesehatan berdasarkan syariat. Jangan menunggu hingga korban terus berjatuhan. Jangan bermain api. Jangan bermain dengan virus Covid-19.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post