Islam Mengutamakan Pembangunan untuk Kepentingan Rakyat

Oleh : Rita Yusnita
(Pengasuh Forum Bunda Sholehah) 


Pembangunan Waduk Jatigede memang sudah lama rampung. Namun sayangnya, masih meninggalkan berbagai masalah. Salah satunya adalah belum meratanya uang kompensasi yang diterima oleh warga eks genangan Jatigede, akibatnya ribuan Kepala Keluarga (KK) belum memiliki rumah setelah berpindah dari wilayah genangan. 
Ketua FKOTD Waduk Jatigede Aden Tarsiman menyebutkan, keluarga yang belum memiliki rumah setelah pindah dari wilayah tergenang rata-rata keluarga yang menerima kompensasi kategori B senilai Rp 29 juta lebih. Uang kerohiman tersebut didapat atas dasar Perpres No.1 Tahun 2015 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Pembangunan Waduk Jatigede.

"Tapi ada juga yang mendapatkan kompensasi kategori A sejumlah Rp 122 juta, tapi sama belum bisa memiliki rumah. Karena jumlah uang tersebut harus dibagikan kepada anak atau cucu si penerima uang. Jadi uangnya tak cukup juga untuk membangun rumah saat harus pindah dari kampung halaman yang tergenang," ujar Aden, Senin (14/6).

Kata Aden, persoalan tersebut sebenarnya sudah disampaikan kepada pemerintah daerah, namun hingga kini belum ada penanganan dan solusinya.

Padahal, kata Aden, sekitar dua tahun lalu, sempat dibentuk tim Tim Fasilitasi dan Koordinasi yang dibentuk dengan SK.Bupati Sumedang dengan No.400/418-HUK/2019 untuk akselerasi percepatan penanganan persoalan dampak sosial Waduk Jatigede. Namun tim bentukan tersebut tidak berjalan sesuai harapan, dilansir RadarSumedang, Selasa (15/06/2021). Kepala Desa Pakualam, Kecamatan Darmaraja, Sopian Iskandar membenarkan, adanya warga eks genangan yang masih menginduk atau tinggal bersama orang tua atau keluarga lainnya di pemukiman baru, karena belum memiliki rumah. Di Pakualam, ada sebanyak 50 KK yang belum memiliki rumah. 

Tokoh warga eks genangan Jatigede, Wawan Suntiawan yang kini tinggal di Cipondoh, Desa Pawenang, Kecamatan Jatinunggal menyatakan, saat kepindahan pada tahun 2015 memang ada warga yang tidak mendapatkan kompensasi kategori B sebanyak Rp 29 juta, yaitu KK yang menikah di tahun 2014. Karena berdasarkan pendataan, yang mendapatkan kompensasi kategori B, yakni KK yang menikah sebelum tahun 2014.

"Jadi walaupun dulu punya tempat tinggal di wilayah genangan, begitu pindah ke luar kampung halaman, ya boro-boro membangun rumah. Terpaksa gabung dengan keluarga lain yang mampu membangun rumah di pemukiman baru," ujarnya. 

Pembangunan infrastruktur di setiap Negara yang berkembang merupakan hal yang penting, tak terkecuali Indonesia. Dengan alasan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka hampir semua sektor dipacu untuk lebih meningkatkan kualitasnya. Namun sayangnya semua pembangunan yang dilaksanakan tidak terencana dengan matang, sehingga seringkali meninggalkan berbagai macam persoalan. Kita amati pembangunan Jalan Tol Cisumdawu yang sekarang masih dalam proses pengerjaan. Berbagai keluhan dilontarkan masyarakat sekitar karena seringnya kendaraan berat yang berlalu lalang, sehingga menjadi sebab ruas jalan besar mengalami kerusakan. Belum lagi polusi yang timbul akibat asap knalpot dan debu yang dihasilkan oleh alat berat tersebut. Begitu pun dengan pembangunan Waduk Jatigede, dampaknya sangat terasa bagi rakyat sekitar. Dari mulai terusirnya mereka dari tanah kelahiran dengan uang kompensasi yang tidak seberapa, lalu hilangnya mata pencaharian sebagian kepala keluarga yang mayoritas adalah bertani. Dapat kita tebak, ketika seorang kepala keluarga menjadi pengangguran maka anak dan istri yang pertama terkena imbasnya. Tak jarang seorang istri mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, akibatnya anak-anak menjadi terbengkalai baik pendidikan maupun perawatannya. 

Sudah sering masyarakat menyampaikan keluhan dan tuntutannya, namun pihak-pihak terkait seakan tutup mata dan telinga. Mereka hanya mementingkan urusannya sendiri tanpa mau bersusah payah mengurusi dampak dari pembangunan tersebut. Pemikiran mereka sudah berkiblat pada sistem ekonomi Kapitalisme, di mana keuntungan materi lebih diutamakan. Pembangunan yang digaungkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, faktanya malah bagaikan panggang jauh dari api. Proyek-proyek pembangunan dalam sistem Kapitalisme bersifat eksploitatif, diskriminatif, sehingga tujuannya bukan lagi untuk Kepentingan rakyat. 

Sangat bertolak belakang dengan Islam, karena Islam mengatur semua aspek kehidupan dengan aturan yang sempurna bersumber pada Al-Qur'an dan Hadis. Dalam Islam, pembangunan dilaksanakan murni untuk Kepentingan rakyat bukan kepentingan pemilik modal maupun segolongan pihak. Pembangunan dalam hal apa pun akan terencana dengan baik, begitu pun solusi untuk mengatasi dampaknya. Pembangunan akan segera direalisasikan jika bersifat penting dan diperlukan dalam menunjang kepentingan rakyat banyak. Mekanismenya pun jelas, mulai dari kompensasi ganti rugi jika lahan rakyat yang digunakan, lalu negara juga akan menjamin keberlangsungan hidup setiap keluarga ketika harus di relokasi. Maka ketika ketahanan keluarga terjaga, otamatis setiap anggota keluarga akan menjalankan peran dan fungsinya masing-masing. 

Itulah tujuan pembangunan yang sebenarnya, dari awal tujuan hingga realisasinya dilaksanakan dengan maksimal. Menomorsatukan kepentingan rakyat bukan yang lain. Sehingga kesejahteraan dicapai dengan sempurna. Filosofi kesejahteraan dalam pembangunan perspektif Islam adalah sebagaimana dijelaskan dalam surah Quraish ayat 1-4. Ada empat indikator utama masyarakat dikatakan sejahtera, yaitu: sistem nilai islami, kekuatan ekonomi, pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi, serta keamanan dan ketertiban sosial.

Wallahu'alam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post