Oleh: Izzatunnisa
Pademi covid-19 yang melanda negeri ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Semakin hari menjukkan kondisi yang semakin kritis. Begitu cepat virus ini menyebar hingga angka kematian dan jumlah yang terpapar meningkat tajam. Di kutip dari Tribunnews.com, pada hari Ahad, 18 Juli 2021 Indonesia berada pada urutan kedua penambahan kasus positiv terbanyak di dunia setelah Inggris dengan jumlah 54.674 kasus. Adapun kasus kematiaan, Indonesia mencetak rekor tertinggi baru pada hari Senin (19/7) sebagaimana yang di kutip dari CNN Indonesia. Penambahan jumlah warga yang meninggal akibat covid-19 di Indonesia tercatat sebanyak 1.338 orang dalam sehari. Ini merupakan jumlah tertinggi angka kematian covid-19 selama pandemi melanda Indonesia.
Tanah yang dulunya kosong, kini dapat di saksiskan menjadi kuburan massal. Belum lagi, kondisi rumah sakit yang di kabarkan kekurangan ruangan, mobil ambulan tidak memadai hingga kekurangan fasilitas berupa tabung oksigen.
Sebagaimana kekurangan oksigen terjadi di rumah sakit umum pusat (RSUP) Dr. Sadjito yang juga melanda 27 rumah sakit rujukan COVID-19 di DIY. Semua RS rujukan mengalami lonjakan pasien yang membutuhkan oksigen. (detikhealth, 5/7/21).
Tidak hanya di daerah DIY, beberapa daerah lainnya juga di kabarkaan mengalami kekurangan oksigen. Sekretaris Jendral Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia membenarkan adanya kelangkaan oksigen di sejumlah RS di wilayah Indonesia. Sedikitnya ada 5 provinsi yang ia sebutkan yaitu Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, dan Banten (JawaPos.com, 4/21).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyampaikan sebagaimana yang di lansir dari berita satu.com,1/7/21, terjadi kekurangan sejumlah kebutuhan darurat untuk penanganan pasien yang terpapar Covid-19 di 31 rumah sakit (RS) rujukan di Jakarta. Salah satu dari kebutuhan darurat yang kurang tersebut adalah tabung oksigen medis yang kekurangannya mencapai ratusan tabung. Selain kekurangan ratusan tabung oksigen tersebut, Pemprov DKI Jakarta juga membutuhkan sejumlah kebutuhan darurat yaitu 30 ventilator, 120 HFNC, 600 BMHP HFNC, 152 bedside monitor, 33 defibriliator (AED), 64 HEPA filter portable, 150 infusion pump, 150 syringe pump, 3235 pulse oximetry, dan 350 tiang infus. Lalu, 20 tensimeter digital, 20 termometergun infrared, 13 stetoskop, 6 ambubag, 3 EKG, 4 trolley emergency, 10 suction unit, 15 tourniket, 150 bed pasien, 4 bag valve mask dewasa, 3 laringoskop dewasa, 50 regular oksigen, 20 tenda 12x6, 200 velbed dan 7 AC portable.
Kebutuhan lain yang di butuhkan selama pandemi adalah obat-obatan. Namun, ada suatu realita yang menjadi perhatian publik di masa pandemi ini yaitu adanya kontorversi invermectin sebagai obat covid. Sungguh sangat di sayangkan. Hal ini menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan obat bagi rakyat saat pandemi. Di lansir dari tekno.tempo.co,3/7/21, BPOM mengikuti panduaan WHO dengan tidak merekomendasikan invermectin untuk mengobati Covid-19 di luar uji klinis. BPOM sampai mendatangi dan memberi sanksi pabrik PT Harsen Laboratories (produsen obat ivermectin)karena dianggap tidak koperatif.
Tentu rakyat sangat berharap mendapatkan pelayanan terbaik saat ini. Namun sayang, pemerintah sukses melahirkan kekecewaan rakyat . Sebelum pandemipun, pemerintah hanya bertindak sebagai regulator saja. Tanggung jawab kesehatan di serahkan kepada rakyat. Rakyat harus membayar premi dalam jangka waktu tertentu agar dapat pelayanan. Pelayanan yang di dapatpun sesuai besaran premi yang di bayarkan. Tidak di nafikkan, pemerintah juga menyediakan layanan kesehatan gratis. Namun, dengan kualitas rendah dan pelayanan yang buruk. Apalagi di masa pandemi ini.
Dalam Islam, Negara wajib menjamin tersediaanya layanan kesehatan berkualitas dan memadai bagi seluruh warga negara secara gratis. Praktik kepala Negara yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan dalam bidang kesehatan ini adalaah sebagaimana yang di contohkan Rasulullah Sallallahu ‘Alayhi wa Sallam saat menjadi kepala negara Islam di Madinah . Beliau mengirimkan dokter kepada rakyat yang sakit tanpa memungut biaya sedikitpun.
Layanan, sarana, dan prasarana kesehatan tersebut wajib senantiasa diupayakan oleh negara dan tidak dialihkan kepada swasta. Pasalnya, jika pengadaan layanan kesehatan itu tidak ada, akan mengakibatkan bahaya dan mengancam jiwa rakyatnya, terlebih dalam kondisi terjadi wabah.
Negara pun bertanggung jawab menghilangkan bahaya yang dapat mengancam rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasul saw., “Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun bahaya bagi orang lain di dalam Islam.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Negara tidak boleh mengalihkan tanggung jawab pengadaan layanan kesehatan kepada pihak lain, baik kepada pihak swasta maupun kepada rakyatnya sendiri. Namun, jika itu terjadi, pemerintah berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemampuan Negara menyediakan layanan kesehatan secara gratis dan memadai ini juga sesungguhnya di topang oleh sistem ekonomi Islam yang tidak rentan krisi sebagaimana sistem ekonomi sekarang. Sudah saatnya kita menjadikan aturan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai aturan dalam segala asfek kehidupan kita.
Wallahu’allam
Post a Comment