Pandemi Covid-19 sudah menjangkiti negeri ini hampir memasuki dua tahun lamanya. Berbagai permasalahan bermunculan di tengah kehidupan masyarakatnya. Seperti, banyaknya kaum buruh kehilangan pekerjaannya, kenaikan harga sembako, sekolah daring yang meresahkan para orang tua, dan sebagainya.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada solusi yang benar-benar tuntas. Tak heran banyak keluhan dari masyarakat akan situasi ini. Berharap pandemi akan segera berakhir, namun yang terjadi semakin mengganas.
Ya, di tengah keterpurukan akibat pandemi Covid-19, nyatanya ada kebijakan yang mengejutkan, bahkan menyanyat hati rakyat. Yaitu, kedatangan tenaga kerja asing asal Cina sebanyak 500 orang. Ini akan dilakukan secara bertahap dalam empat gelombang.
Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kemenaker, Aris Wahyudi saat dikonfirmasi, sebanyak 156 tenaga kerja asing sudah tiba pada 23 Juni 2020. Sementara gelombang kedua, sebanyak 105 orang tiba di Bandara Haluoleo sepekan kemudian, tepatnya tanggal 30 Juni. Sehingga, masih terdapat dua gelombang lagi untuk tenaga kerja asing (TKA) masuk ke negeri ini (tempo.com, 07/07/2021).
Kebijakan yang Tak Berpihak
Ironi sekali kebijakan di negeri ini. Di tengah pandemi yang masih menghantui masyarakat, malahan membuka kran perizinan orang asing datang. Apalah artinya semua ini? Bukankah hampir setiap hari saja ada saja yang meninggal diakibatkan virus Covid-19? Tidakkah pemerintah iba dengan rakyatnya sendiri?
Itulah serangkaian pertanyaan di dalam sanubari terdalam. Rakyat sudah lama berharap pandemi berakhir, karena terkekang aktivitasnya. Namun, tetap saja, rakyat harus menerima kebijakan pemerintah dengan atau tanpa alasan apapun.
Sebelumnya, menurut Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi mengatakan, para TKA didatangkan untuk mempercepat pengerjaan proyek strategis nasional pada kawasan industri smelter atau pabrik pemurnian nikel di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Ternyata kedatangan para TKA sudah sesuai syarat regulasi pembatasan TKA selama pandemi Covid-19.
Atas dasar itu, banyak pihak yang tak sepakat dengan kebijakan tersebut, terutama rakyat di sekitar Konawe. Di tengah gelombang pandemi yang meningkat drastis, tentu saja ini tak adil. Pasalnya, akan semakin banyak yang terpapar virus Covid-19. Selain itu, pemerintah amat tidak memperhatikan nasib rakyat yang semakin tercekik. Terutama dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Banyaknya korban PHK, karena banyak pabrik gulung tikar. Ditambah adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat hingga pertengahan Agustus 2021, ini akan semakin menghimpit roda kehidupan rakyat miskin. Seolah pemerintah ingin menekan tersebarnya virus Covid-19, malahan semakin memperlebar jangkauannya.
Menurut Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh, adanya aksi penolakan kedatangan TKA asal Cina perlu diapresiasi, dikarenakan ini merupakan bentuk keprihatinan hadirnya investor yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat lokal. Ya, bukannya mengutamakan rakyat sendiri dengan memberikan peluang pekerjaan agar terpenuhi kebutuhannya, malahan mendahulukan kepentingan asing. Sungguh kebijakan yang tak berpihak sedikitpun kepada rakyatnya (jpnn.com, 04/07/2021).
Terapkan Keadilan yang Hakiki
Kini, rakyat hanya membutuhkan keadilan yang berpihak kepadanya. Bukan ditekan dengan kebijakan yang membingungkan tanpa kepastian. Jangan hanya menyelamatkan perekonomian negeri, tetapi mengorbankan hak rakyat.
Adanya arus TKA yang meningkat ini memperlihatkan betapa lemah tak berdaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan negeri ini. Kebijakan yang ditetapkan lebih mengedepankan kerja sama yang telah terbentuk. Sehingga, tak heran jika para TKA hadir di tengah melonjaknya kasus Covid-19.
Walaupun akhirnya mengambil opsi diadakannya PPKM darurat, tetap saja tidak akan mengurangi korban yang berjatuhan. Pemerintah amat ketakutan jika harus mengambil opsi lockdown atau karantina wilayah. Sebab, negara harus menanggung risiko untuk menghidupi rakyat selama masa karantina tersebut, sebagaimana amanat dalam UU Karantina Wilayah.
Inilah faktanya, ketika para pemangku kebijakan masih bersikukuh mengikuti aturan demokrasi. Begitu mudahnya para TKA keluar-masuk, karena terikatnya perjanjian Indonesia dengan negara lain. Sehingga, semakin jelaslah penerapan ekonomi kapitalistik yang berasal dari sistem demokrasi telah mendarah daging. Tak ada lagi harapan bagi rakyat, tak ada lagi pula keadilan yang didapatkan.
Maka, sudah saatnya pemerintah tidak lagi bergantung kepada aturan demokrasi. Negeri ini haruslah mandiri dalam membangun perekonomiannya. Selain itu, perlu ketegasan dalam menyelesaikan pandemi Covid-19 yang telah meluluhlantahkan kegiatan masyarakat. Jangan mengambil kebijakan yang plin-plan, sehingga semakin memperpanjang pandemi ini.
Jadilah penguasa yang memiliki empati, nurani, dan peduli pada rakyat. Bukan pada pihak asing. Utamakan sisi keadilan yang hakiki berdasarkan AlQuran dan AsSunnah. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda,
“Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR Tirmidzi)
Wallahu'alam bi shawab.
Post a Comment