Covid-19 kembali
mengingatkan kita, bahwa risiko kesalahan sistemik global yang ditimbulkan
terhadap perlindungan dan pengamanan kehidupan manusia begitu membahayakan. Sepanjang
tahun 2021 saja, terhitung hingga 3 Mei 2021, pemerintah melalui Kementrian
Kesehatan (Kemenkes) telah mengonfirmasi masuknya tiga varian baru virus corona
di Indonesia, yaitu varian virus jenis B.117, B.1351, dan B.1617. Menurut pakar
epidemiologi yang juga merupakan Kepala Bidang Perhimpunan Ahli
Epidemiolog Indonesia (PAEI), Dr Masdalina Pane, masuknya
varian baru dari luar negeri ini akibat kebijakan karantina singkat, hanya lima
hari karantina, bagi kedatangan dari luar negeri (bbc.com). Selain itu,
menurutnya, desain pengendalian pandemi pemerintah sejak awal sudah
keliru. Pembatasan baik atas nama PPKM atau sebelumnya Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) tak efektif sehingga kini penularan COVID-19 jadi makin
tak terkendali (Tirto.id).
Kita terus
dipertontonkan deretan keputusan (baca: kebijakan) keliru yang diambil oleh
pemerintah, salah satunya karena tidak berdasarkan rekomendasi ahli dan
kebutuhan publik. Persepsi pemikiran kapitalistik, sebagai sumber pokok kekeliruan
ini, yang melahirkan pola perilaku berbasis profit sehingga mengantarkan pada
akses kesehatan yang terbatas dan ketidakdilan dalam kebijakan kesehatan
masyarakat. Hal tersebut bertolak belakang dengan peran pertama pemerintah
sebagai pelindung bagi warga negaranya. Jadi motif keuntungan bertentangan
dengan persyaratan kesehatan masyarakat.
Sedangkan Islam, hadir sebagai
sebuah sistem tatanan kehidupan yang sempurna dan menyuluruh dari Allah swt.
Tidak ada kontradiktif antara bagian satu dengan yang lainya. Konsep sistem
kesehatan dalam islam, salah satunya merupakan hasil perpaduan yang harmoni
antara sistem politik islam dan sistem ekonomi islam. Sistem politik islam
memandang bahwa urusan masyarakat harus dikelola dan diatur berdasarkan hukum
islam. Lalu dilengkapi dengan sistem ekonomi yang berdiri atas tiga asas, yaitu
asas kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan diantara
manusia. keduanya memberikan tuntunan yang jelas bahwa kesehatan sebagai
kebutuhan dasar bagi setiap individu tidak boleh dikomersialisasi dan dalam
keberjalanannya berada di bawah tanggung jawab negara. Konsep islam sebagai
pemecahan yang benar, yaitu ia sesuai dengan
fitrah manusia, memuaskan akal, dan memberikan ketenangan hati, hanya bisa
bersanding bersama metode pelaksanaannya yang benar pula menurut islam, yakni
negara khilafah.
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ
يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
"Apakah hukum jahiliah yang
mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)
Wallahu a’lam bish showwab
Post a Comment