(Relawan Opini Kendari)*
Agama islam kembali dinodai. Sebuah unggahan terkait “wanita haid boleh berpuasa” sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Unggahan itu ditayangkan di akun Instagram @mubadalah.id. Dilihat detikcom pada Minggu (2/5/2021), dalam unggahan itu disebutkan jika tidak ada larangan bagi perempuan haid berpuasa dalam satu pun penjelasan ayat memicu polemik di tengah-tengah masyarakat. Berdasarkan pantauan detikcom, tulisan di situs tersebut sudah dilihat 11,6 ribu kali. Saat dikonfirmasi oleh detik.com, Imam Nakhai mengaku jika postingannya itu telah Ia hapus dari sosial media milik pribadinya dan tidak Al-Qur'an. Kemudian, dalam unggahan itu pun dituliskan jika hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah Ra dan riwayat lainnya menyatakan bahwa Rasulullah hanya melarang salat bagi perempuan haid dan tidak melarang puasa. Postingan ini sontak mendatangkan pro dan kontra. Postingan yang diduga milik seseorang bernama Imam Nakhai ini memberi izin ke siapapun untuk mengunggahnya kembali karena menuai polemik di kalangan masyarakat.
Sayangnya, sekalipun unggahan sudah terhapus namun rekam jejak tidak akan hilang. Pendapat ‘nyeleneh’ itu telah sampai pada khalayak hingga pantas mendapat kritik. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua MUI Anwar Abbas buka suara, menurutnya hadis dari Aisyah Ra memang menjadi salah satu rujukan soal perempuan yang haid dalam puasa. Sebagaimana disampaikan oleh Imam Muslim, dalam hadis itu diceritakan bahwa Aisyah isteri nabi berkata:
"Kami pernah kedatangan hal itu (haid), maka kami diperintahkan meng-qada puasa dan tidak diperintahkan meg-qada salat." (HR Muslim).
Selanjutnya, Anwar Abbas juga memberikan hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Nabi Muhammad SAWdalam bentuk dialog, beliau bersabda:
"Bukankah wanita itu jika sedang haid, tidak salat dan tidak berpuasa?" Mereka menjawab, Ya." (HR Bukhari).
Dari dua hadis tersebut, disimpulkan bahwa perempuan yang haid itu tidak bisa berpuasa. Namun mereka wajib mengganti di hari lain di luar bulan Ramadhan. Dengan demikian sangat jelas jika wanita haid tidak diperbolehkan untuk berpuasa.
*_Syariah, Milik Bersama Bukan Milik Pribadi_*
Fikih progresif terkait bolehnya wanita haid berpuasa adalah pandangan ‘nyeleneh’. Hal ini terjadi karena negara abai melindungi syariah. Negara sebagai pelindung mestinya mampu mencegah terjadinya penyimpangan agama yang bisa menyesatkan pemahaman umat. Terlebih, sebagai salah satu negara mayoritas muslim mestinya pemahaman umat terhadap ajaran agamanya terjaga dari liberalisasi syariah yang bisa menjauhkan umat dari ajaran agama mereka yang sebenarnya.
Maraknya penodaan terhadap syariat dan nilai-nilai islam merupakan bentuk liberalisasi agama yang semakin mewabah di seantero negeri muslim. Mengapa nilai liberal semakin meluas? Abainya pemimpin muslim terhadap ajaran islam yang sempurna dan beralihnya dukungan mereka kepada ide-ide liberal membuka peluang bagi orang-orang muslim liberal menggencarkan paham liberal ini mendunia di tengah kehidupan umat islam yang tidak memahami esensi islam secara benar. Sampai kapan liberalisasi ini akan bertahan? Nilai-nilai liberalisme akan selalu hidup selama agama dipandang sebagai sesuatu yang majemuk, atau kedudukan semua ajaran agama sama. Disamping itu, liberalisasi agama merupakan bagian dari proyek besar moderasi beragama. Moderasi beragama sesungguhnya sangat mengancam kehidupan beragama.
Saat ini, agama bukanlah bagian penting dari bernegara. Dalam kehidupan sekuler, agama hanyalah objek spiritual yang hanya berfungsi dalam urusan ibadah namun akan dielakkan ketika agama mulai masuk dalam tatanan kenegaraan. Pemerintah begitu takut mengakui kebenaran agama dalam menyelesaikan problematika kehidupan sehingga berusaha keras untuk selalu menghindarkan agama dari negara. Hal ini menjadi tantangan berat bagi kaum muslim yang berusaha membumikan islam, sejatinya membumikan islam adalah tugas negara sebagai lembaga konstitusional yang memiliki sistem dan hak dalam menerapkan suatu sistem. Sehingga, negara adalah satu-satunya yang mampu menjaga kesucian agama dari orang-orang maupun organisasi yang hendak menghina atau menodai nila-nilai ajaran islam.
*_Melupakan Syariat, Sama Halnya Mengundang Murka Allah_*
Bencana yang kian mendekat, musibah yang subur, murka Allah yang dahsyat sungguh merupakan ujian. Seyogiayanya, ujian ini adalah buah dari kesalahan yang senantiasa kita lakukan. Lalainya manusia terhadap syariat Allah membuat Allah memberikan teguran yang bertubi-tubi. Mulai dari laut, darat hingga langit semua mengambil peran menjalankan perintah Allah untuk membumi hanguskan manusia. Sekeras-kerasnya makar, sungguh makar Allah adalah yang terhebat. Melecehkan syariat sama halnya mencari makar dengan Allah Swt, _naudzubillah mindzalik._
Dalam sebuah hadist Qudsi dijelaskan bahwa dalam sehari air laut meminta izin kepada Allah Swt sebanyak 3 kali untuk menghabiskan seluruh manusia di muka bumi ini. Banyak yang tidak tahu mengenai hadist ini. Sehingga, perlu belajar ilmu islam kepada orang yang benar-benar paham dan kompetibel agar tidak terjadi penyimpangan dan pelecehan terhadap syariat Allah Swt.
Cukuplah ujian yang datang menjadi pelajaran bagi umat manusia untuk senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apapun. Sungguh, Allah masih menyayangi manusia yang ingin bertobat dan kembali kepada syariat. Sebagaimana Firman Allah Swt:
“Dan bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (QS. An Nuur: 31)
Dalil diatas telah memberikan kita peringatan agar senantiasa menjaga diri dari maksiat jika ingin terhindar dari murka Allah. Telah banyak diberitakan baik dalam al-qur’an maupun sunnah jika Allah senantiasa memberi kesempatan bagi hambanya yang ingin bertobat dan kembali taat. Namun, kurangnya ilmu agama dan sikap egois yang terlalu tinggi membuat manusia kadang lupa jika sebenarnya mereka hanyalah partikel kecil di hadapan Allah Swt , Sang Khalik yang Maha Tinggi. Oleh karena itu, sebagai manusia ciptaan Allah wajib menaati hukum syariat dan menjaga nilai-nilai kesucian islam dengan belajar islam secara benar dan berhukum dengan benar tanpa melenceng dari syariat, _wallahu’alam biishowwab._
Post a Comment