Oleh : Anggraini Arifiyah
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah Kaffah)
Kecaman, itulah yang terlontar dari Komisi VIII DPR atas tindak kekerasan yang dilakukan polisi Israel terhadap warga Palestina di kompleks Masjid Al-Aqsa, Yerusalem. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mesti turun tangan, dikutip detik.com, Senin (10/5/2021)
Pernyataan tersebut seolah elok didengar. Istilah "kecaman" sama halnya dengan istilah “mengutuk”, “menegaskan”, “mendesak”, “memperingatkan” dan narasi sejenis disampaikan seolah akan membuat Israel ketakutan dan takluk pada pernyataan ini. Namun, nyatanya hal itu tidak demikian.
Sudah sejak lama pendudukan Israel atas Palestina terjadi. Namun selama itu narasi “kutukan” dan “kecaman” kerap dilontarkan berulang kali. Alhasil, pendudukan Israel atas Palestina kian masif tanpa solusi. Wilayah Palestina terus tergerus hingga tersisa belasan persen. Sementara pemukiman Yahudi terus dibangun di atas genangan darah dan air mata muslim Palestina.
Lantas, akankah pernyataan kecaman kali ini akan berbeda efeknya dan mampu membuat Israel tunduk? Jawabannya "Tidak!".
Penyebabnya jelas. Israel kuat dan berani menghadapi dunia internasional karena mendapat dukungan negara adidaya dunia yaitu Amerika Serikat. Israel adalah sekutu AS. Meski Presiden AS berganti-ganti, dari Partai Republik maupun Demokrat, negara ini tetap menjadi mitra utama Israel.
Maka, sudahi bermain narasi, wujudkan solusi hakiki. Persoalan utama di Palestina adalah adanya entitas Yahudi yang merebut tanah umat Islam Palestina dengan dukungan Sang Adidaya, Amerika. Maka sejatinya, solusi atas persoalan ini adalah menghilangkan entitas Israel dari Bumi Palestina.
Kejahatan Israel dan Amerika tidak akan berlanjut jika para pemimpin negeri muslim mau berbuat nyata melindungi Palestina dengan bala tentara. Diamnya para penguasa muslim sebenarnya adalah bantuan dan dukungan terhadap kejahatan Israel. Hakikatnya, mereka tengah tolong menolong dalam kejahatan dengan kaum agresor.
Padahal para pemimpin itu seharusnya memposisikan diri sebagai cucu-cucu Salahudin al Ayyubi, Sang Jenderal pembebas Baitul Maqdis. Tak perlu banyak retorika, cukup tindakan nyata. Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Harun ar Rasyid terhadap Nakfur, Raja Romawi yang menyalahi kesepakatan dengan Khilafah Abbasiyah. Sang Khalifah pun membalas surat Nakfur dengan kertas atau kulit yang dipakai Nakfur, yaitu ditulis di belakangnya,
“Dari Harun ar-Rasyid, Amirul Mukminin, kepada Nakfur, Anjing Romawi. Jawabannya seperti yang kamu lihat, bukan seperti yang kamu dengar.”
Surat itu pun dikirim bersama dengan pasukan Khilafah. Pada saat itu, Harun ar-Rasyid memimpin pasukannya hingga sampai di Kota Heraklius, sehingga terjadilah peperangan dan menjadi momentum penaklukan yang gemilang.
Demikianlah sikap penguasa muslim yang seharusnya, menjadi pembebas Palestina. Tak perlu banyak retorika tanpa makna. Yang terpenting adalah aksi nyata melindungi muslim Palestina dan semua muslim di seluruh penjuru dunia dari penjajahan.
Namun sejatinya, pemimpin seperti ini hanya akan lahir dari sistem yang menerapkan Islam secara kaffah. Suatu sistem pemerintahan bernama Khilafah yang hukumnya berpedoman pada al-Qur'an dan as-Sunnah. Bukan seperti sistem pemerintahan saat ini yang menjadikan sekularisme sebagai asas dalam kehidupan. Dimana pemimpinnya hanya dapat menjalankan aturan sesuai dengan kepentingan para pemegang modal dan kekuasaan.
Wallahu a’lam bi Ash-showab.
Post a Comment