Oleh Mulyaningsih
(Pemerhati Anak, Remaja, dan Keluarga)
Tak sampai sepekan Ramadan pergi meninggalkan kita. Dua kali Ramadan, kita masih bercengkrama dan berdampingan dengan Covid-19. Tentunya seluruh lini kehidupan manusia terguncang olehnya. Apalagi sisi ekonomi yang begitu telak terkena pandemi ini. Berbagai kebijakan telah dilaksanakan, namun tetap saja situasi dan kondisi belum pulih seperti sebelumnya.
Dari sisi ekonomi Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mempunyai cara jitu dalam mendongkrak perekonomian Indonesia yang lesu karena pandemi. Beliau meminta rakyat untuk tetap membeli baju Lebaran meski dilarang untuk mudik (wartaekonomi, 24/4/2021).
Pernyataan dari Menteri Keuangan menjadi kenyataan. Walhasil, pusat perbelanjaan tanah Abang penuh sesak oleh pengunjung. Kejadian tersebut berlangsung pada Minggu, 2 Mei 2021. Pengunjung Pasar Tanah Abang diprediksi mencapai 100 ribu orang. (Liputan6, 3/5/2021)
Fakta di atas membuat tanda tanya besar di pihak rakyat. Kebijakan tersebut dianggap saling bertentangan dengan kebijakan lainnya. Utamanya dalam hal memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tentunya hal di atas ini akan menambah risiko bertambahnya kasus terkonfirmasi positif Covid-19 karena banyak orang datang berkunjung ke pusat perbelanjaan dan berpotensi menimbulkan kerumunan besar.
Dua sisi kebijakan yang saling berlawanan dan lagi-lagi selalu mengedepankan sisi kebermanfaatan yang menjadi nomor wahid. Sisi materi selalu saja menjadi pilihan utama. Inilah wajah sebenarnya sekuler kapitalisme yang mengutamakan keuntungan dan kemaslahatan dibandingkan dengan nyawa manusia (rakyat).
Seharusnya, sebagai pemimpin yang baik selalu memperhatikan rakyat. Kemaslahatan serta keselamatan rakyat menjadi poin utama dan pertama. Hal tersebut akan nampak pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan adalah untuk menyejahterakan mereka. Bukan malah sebaliknya, pengabaian ataupun malah menekan. Apalagi pembukaan pusat perbelanjaan ini hanya untuk menaikkan sisi ekonomi saja. Maka semakin jelas, ketika manusia diatur dengan sistem buatan manusia sendiri maka tentunya berdasarkan pada akal yang terbatas dan syarat akan kepentingan belaka. Sesuka hati membuat peraturan dan kebijakan tanpa melihat kemaslahatan masyarakat.
Saat ini, yang dibutuhkan adalah pemimpin yang beriman dan taat pada syariat. Dengan keimanannya, pemimpin tersebut hanya akan takut kepada Allah Swt. saja sehingga kebijakan yang diambil tidak akan mencederai rakyatnya. Keimanannya tersebut akan membawanya pada ketaatan sejati. Sehingga ia menyadari bahwa segala kebijakan yang diambil akan dimintai pertanggungjawaban kelak di Yaumil Akhir. Ia mempunyai kewajiban menjaga seluruh rakyat yang dipimpinnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Sistem Islam yang menerapkan aturan Islam kafah secara sempurna baik dalam masalah kesehatan, pendidikan, ekonomi, sanksi, sosial, dan lain-lain. Begitupula dengan adanya pandemi, Islam mempunyai solusi tuntas yang terkait dengannya. Seperti kala Islam telah membingkai kehidupan manusia dengan aturan yang berasal dari Allah Swt. bukan yang lainnya menjadi mercusuar dan sorotan dunia.
Kala itu, terjadi wabah saat kepemimpinan Umar bin Khattab. Sebagai seorang pemimpin umat, beliau menjadikan Islam sebagai rujukan untuk menghentikan wabah. Umar menerapkan sabda Rasulullah saw.,
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi ditempat kalian tinggal janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Al-Bukhari)
Hadis tersebut merupakan penjelasan tentang kebijakan atau aksi tanggap yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah sedari awal. Tentunya agar virus tak menyebar cepat ke wilayah lainnya. Lockdown menjadi kebijakan awal yang harus diterapkan. Kala itu, kebijakan lain yang diberlakukan oleh Khalifah Umar adalah memerintahkan pemisahan rakyat yang sakit dengan sehat. Sehingga kontak secara fisik dapat diminimalisir dan penyebaran virus dapat ditekan. Dengan penanganan seperti ini maka dengan mudah wabah tersebut diatasi. Ditambah dengan adanya pemenuhan kebutuhan rakyat dari sisi pangan oleh negara akan mempermudah pemutusan mata rantai wabah. Tentunya difasilitasi penuh dari sisi kesehatan.
Keberhasilan penanganan pandemi saat ini tak hanya karena kebijakan dari negara saja, akan tetapi perlu peran dari rakyat. Dengan adanya pemahaman yang dibalut dengan konsep keimanan tentunya akan lebih mudah diatur. Mereka menjadi pendukung sejati dari kebijakan yang dikeluarkan oleh negara, bahkan saat kondisi sulit sekalipun. Bayangkan, jika negara yang selama ini memusuhi rakyat, tentunya akan sangat sulit untuk mengaturnya. Inilah pentingnya membangun negara dengan kekuatan umat.
Krisis dan pandemi sudah terjadi dalam sejarah kehidupan umat manusia. Termasuk saat era kejayaan Islam. Semua berhasil dilalui karena negara dan umat bergandengan tangan. Memiliki kesamaan konsep yang dibalut oleh keimanan (ketaatan) penuh hanya kepada Allah Swt. Dan inilah kunci mengapa institusi yang menerapkan Islam (Khilafah) bisa bertahan hingga 14 abad lamanya. Semua karena dukungan umat dengan penerapan Islam secara sempurna dan menyeluruh. Akankah kita merindukan masa itu? Sudah selayaknya bagi kita untuk bersama-sama memperjuangkannya agar seluruh persoalan kehidupan manusia mampu terselesaikan sempai pada akarnya. Wallahu 'alam.
Post a Comment