POLEMIK TEBANG PILIH PENANGANAN COVID-19


Bazlina Adani
Mahasiswi UMN Medan

Dikutip dari Antara Sumut, Kepolisian Resor Medan menutup 32 titik akses jalan di Kota Medan, Sumatera Utara pada malam takbiran perayaan Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah, guna mencegah terjadinya kerumunan yang bisa meningkatkan risiko penularan COVID-19. Kasatlantas Polrestabes Medan AKBP Sonny Siregar, mengatakan, penutupan jalan ini dilakukan mulai Rabu (12/5) pukul 20.00 WIB hingga Kamis (13/5) pukul 06.00 WIB. "Ini dilakukan guna mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19 pada malam takbiran dengan cara membatasi mobilitas warga yang mengendarai kendaraan yang akan memasuki Kota Medan dari 32 titik akses jalan tersebut," katanya.

Sampai saat ini Kota Medan dikabarkan kembali masuk ke zona merah dan menjadi salah satu kota penyumbang terbanyak pasien yang terkonfirmasi positif covid. Terhitung di laman resmi pemkomedan.go.id sampai Sabtu (08/05/2021), angka terkonfirmasi positif covid sudah mencapai 15.573 orang. 

Sementara itu bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah, ratusan WNA yang tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta berhasil menyita perhatian publik. Pasalnya di satu sisi pemerintah jor-joran menerapkan kebijakan yang ketat bagi rakyat Indonesia dengan dalih menekan penyebaran covid, disisi lain pintu masuk bagi WNA ditengah lonjakan pandemi yang belum normal malah dibuka sedemikian lebar. Dengan alasan kepentingan, pemerintah memuluskan jalan masuknya WNA. Tentu hal ini akan meredupkan kepercayaan publik terhadap pemerintah itu sendiri. Upaya pencegahan agar persebaran virus ini tidak semakin massif pun seolah hanya sekedar teori belaka. Maka mengharapkan penanganan serius dari pandemi covid ini ibarat mimpi di siang bolong. 

Kebijakan di sektor pariwisata juga sempat mencuat ke publik. Seperti yang telah diwacanakan, pemerintah akan tetap membuka destinasi wisata disamping larangan mudik kian gencar digaungkan. Sejumlah pihak kerap mempertanyakan hal ini, sebab kebijakan ini dianggap sangat bertentangan dan diyakini akan berisiko besar untuk menimbulkan kerumunan besar-besaran.

Dalam hal ini keefektifan solusi yang dicanangkan oleh pemerintah dengan melakukan penutupan jalan di beberapa titik Kota Medan pada saat penyambutan malam takbiran masih dalam tanda tanya besar. 

Lagi-lagi solusi yang ditawarkan masih jauh dari kata solutif bahkan cenderung tumpang tindih yang ujung-ujungnya malah menimbulkan masalah baru. Realita yang demikian tampak dari awal bagaimana tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani pandemi covid terlihat seperti menyepelekan. Rakyat kecil semakin dipersulit untuk mendapatkan akses. Ketimpangan ekonomi yang kian menggurita tak bisa dielakkan akibat pandemi yang sudah melewati umurnya yang setahun lebih ini.

Inilah karakter pemimpin ditengah sistem kapitalisme saat ini. Alih-alih pemerintah yang sedari awal ingin menekan tuntas penyebaran covid dengan beragam macam kebijakan yang dikeluarkan, mulai dari himbauan protokol kesehatan sampai pada pembatasan kegiatan. Namun malah sampai saat ini titik keberhasilan penangangan pandemi pun belum tercapai. Sebab ketidak-konsistenan pemerintah dalam menangani pandemi patut dipertanyakan kembali. 

Selama ini perbaikan ekonomi justru menjadi prioritas utama dari pada upaya penanggulangan penyebaran covid. Terbukti dari setiap kebijakan yang dibuat bak jauh panggang dari keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Yang terlihat, kebijakan tersebut mengarah pada kepentingan kalangan tertentu dan sudah jelas akan membawa keuntungan sepihak. Alhasil rakyat hanya gigit jari menerima kenyataan yang ada di sistem kapitalisme ini.

Maka tak ada harapan lain bagi masyarakat selain harus kembali ke sistem Islam yang akan memberikan solusi yang solutif. Jaminan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama di dalam Islam. Sudah dari jauh hari selama kurang lebih 14 abad dikabarkan bagaimana keberhasilan aturan Islam dalam mengatur dan menangani adanya suatu virus yang sudah mewabah. Kita lihat pada masa Rasulullah SAW yang pada saat itu juga terdapat wabah, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk melakukan karantina/lockdown sebelum wabah tersebut menyebar ke wilayah lain.

Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu.” (HR al-Bukhari).

Tindakan karantina/lockdown yang ditetapkan di wilayah yang terkena wabah tentu ini akan membuat berbagai aktivitas menjadi lebih terbatas, dalam hal ini pemimpin akan bertanggung jawab dan mensupplai segala kebutuhan masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan tetap menjamin adanya fasilitas kesehatan yang memadai agar masyarakat yang terkena wabah dapat cepat diatasi dengan penanganan yang optimal.

Pada wilayah lain yang tidak terkena wabah, aktivitas tetap berjalan normal. Disinilah masyarakat diarahkan untuk tetap produktif beraktivitas sembari menjalankan roda perekonomian agar bisa membantu mensupplai kebutuhan bagi masyarakat yang berada di wilayah karantina. Inilah langkah pemisahan yang dilakukan di dalam Islam dengan memusatkan perhatikan kepada hajat serta nyawa manusia.

Maka demikian, hanya Islam lah satu-satunya sistem yang akan memberikan solusi tuntas dalam menangani wabah tanpa adanya kebijakan yang tak sesuai dengan kemaslahatan rakyat. Sudah saatnya masyarakat menyadari ketidaksesuaian aturan buatan manusia saat ini agar beralih kepada sistem islam dengan hukum syariatnya yang kaffah. Dan ini hanya ada di dalam daulah khilafah islamiyah. Wallahua’lam.


Post a Comment

Previous Post Next Post