Ciparay
Mari kita introspeksi, baik secara pribadi, sebagai sebuah masyarakat, dan sebagai umat Muhammad ﷺ. Mungkin di antara kita banyak orang yang baik, tapi apakah masyarakat kita sudah baik? Kaum muslim di seluruh dunia dalam kondisi terbaik?
Semestinya, pasca-Ramadan kita menjadi pribadi yang baru dan mewujudkan masyarakat baru, yang diliputi oleh suasana ketakwaan. Bukankah ketakwaan adalah hikmah terbesar diwajibkannya kita berpuasa?
Mari kita introspeksi, baik secara pribadi, sebagai sebuah masyarakat, dan sebagai umat Muhammad ﷺ. Mungkin di antara kita banyak orang yang baik, tapi apakah masyarakat kita sudah baik? Kaum muslim di seluruh dunia dalam kondisi terbaik?
Ketika kita gembira merayakan hari raya, beberapa hari lalu, saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia dalam kondisi menderita. Ada yang dijajah, disiksa, diboikot, hingga dicuci otaknya untuk meninggalkan Islam. Mereka tak berdaya dan tak ada yang melindunginya. Di negeri ini, berbagai kesempitan hidup melanda.
Mengapa ini terjadi? Karena umat Islam telah banyak menyimpang dari aturan Allah Swt. atau berpaling dari Al-Qur’an. Ingatlah firman Allah Swt.,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى ﴿١٢٤﴾
“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan buta…” (QS Thaha: 124)
Menurut Imam Ibnu Katsir makna “berpaling dari peringatan-Ku” adalah: menyalahi perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku, melupakannya dan mengambil petunjuk dari selainnya. (Tafsir al-Quran al-‘Azhim, V/323).
Sedangkan “penghidupan yang sempit”, tidak lain adalah kehidupan yang makin miskin, melarat, sengsara, menderita, terjajah, teraniaya, tertindas, dan sebagainya, sebagaimana yang kita saksikan dan rasakan sekarang di dunia Islam.
Rasulullah ﷺ menggambarkan bahwa setiap penyimpangan terhadap syariat Islam akan menyebabkan turunnya azab dari Allah Swt..
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذابِ اللهِ
“Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti penduduk negeri tersebut telah meminta Allah untuk menurunkan azab bagi mereka” (HR Al-Hakim).
Karenanya, pasca-Ramadan menjadi momentum untuk membuktikan diri bahwa kita adalah umat yang layak dan berhak untuk disebut sebagai umat yang bertakwa di hadapan Allah Swt..
Yakni umat yang siap melakukan perjuangan besar hingga terwujud perubahan dunia. Perjuangan untuk mengubah keadaan dunia yang sebelumnya jauh dari aturan Islam, berubah menuju keadaan yang tunduk dan patuh pada aturan Allah Swt..
Inilah perubahan besar dunia menuju diterapkannya syariat Islam secara kafah, sebagaimana yang diinginkan oleh Allah Swt.. Bukankah Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)
Syariat Islam secara kafah hanya bisa terwujud nyata dengan adanya institusi yang melaksanakannya, yakni Khilafah. Momentum berakhirnya puasa Ramadan—insyaallah—telah melahirkan kembali jutaan umat Islam yang telah memiliki kadar keimanan dan ketakwaan yang tinggi, besar, dan kuat kepada Allah Swt.. Ini menjadi modal bagi terbitnya fajar kemenangan Islam di muka bumi ini.wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment