Lebar-Lebur Lebaran Tanpa Junnah


Oleh : Shofi Ayunin Tias

Allahuakbar... Allahuakbar... Allahuakbar... Laaillahaillallahu Allahuakbar, Allahuakbar wa lillahil hamdu.

Gema takbir terdengar sahut-menyahut. Dipelosok-pelosok desa terlihat obor-obor menyala, beserta indahnya letupan kembang api yang meriah. Namun detak keindahan hari kemenangan tersebut tidak dirasakan oleh saudara seiman kita di belahan dunia yang lain. Langit biru Palestina tidak dihiasi kembang api, namun yang tampak rudal dan bom mengangkasa yang siap merengut nyawa.

Perjuangan Palestina melawan kedzaliman tak terhenti di hari kemenangan. Warga Palestina Jalur Gaza memperingati Hari Raya Idul Fitri di tengah gempuran udara Israel. Pengeboman besar-besaran di wilayah itu terus berlanjut tanpa henti. Dilansir dari Aljazeera, pasukan Israel terus melancarkan serangan udara di berbagai lokasi. Pengeboman itu terus berlanjut dari malam hingga Kamis (13/5/2021) pagi waktu setempat.

"Sebagian besar Gaza sudah bangun. Dari waktu ke waktu Anda mendengar ledakan keras, dan gedung-gedung terguncang," kata Safwat Al-Kahlout dari Al Jazeera.

Gempuran udara itu menewaskan banyak orang tak terkecuali komandan Hamas di Gaza, Bassem Issa. Apalagi di lingkungan Tel al-Hawa, Gaza. Seorang wanita hamil, Reema Telbani dan anaknya tewas dalam serangan yahudi Israel di rumah mereka. Tak ketinggalan pasangan lansia di lingkungan Sheikh Zayed, Gaza juga terkubur dibawah reruntuhan kediaman mereka.
(News.detik.com)

Hati dan nurani terluka menyaksikan keindahan kembang api yang indah berganti deru rudal dan bom di langit dan bumi Palestina. Air mata, luka, darah dan kematian menghiasi tanah Palestina. Lebaran Palestina berbeda dengan lebaran kita yang dihiasi baju baru nan wangi, aneka kue dan makanan, serta bertemu dengan sanak saudara untuk saling bersilaturahmi. Lebaran Pelestina terasa lebar (hancur). Baju yang dikenakanan berhiaskan air mata dan darah yang berlumuran. Jangankan bersilaturahmi, anggota keluargapun banyak yang mati syahid.

Hati dan jiwa terasa hancur melihat nasib umat Islam yang terhampar dari Maroko hingga Merauke diwarnai penderitaan dan kedzaliman. Meski jumlah kaum muslim besar, namun tiada daya dan kekuatan untuk menyelamatkan Palestina. Bukan karena umat Islam tidak mampu, tapi ketiadaan institusi yang memobilisasi potensi umat Islam yang membuat mereka tak berdaya di hadapan musuh-musuh kaum muslimin.

Saat saudara kita disakiti, kita hanya mampu menjadi orang yang apatis, hanya berjuang seadanya dan apa adanya. Kenapa demikian? Jawabannya, karena kita (umat islam) tidak memiliki perisai (junnah). Padahal, harusnya keadaan saudara kita yang makin terpuruk serta dihinakan di hari istimewa (Ramadhan dan Syawal) musti jadi pemantik api untuk menggalang persatuan dan membangkitkan roda perjuangan. Semestinya usaha dan pemikiran kaum muslimin fokus dan masif dalam menuntaskan masalah umat.

Namun sayangnya, akar masalah semua ini adalah tidak adanya sebuah sistem yang mampu melindungi umat. Tidak adanya junnah yang mampu menjadi benteng pelindung. Tak ada tempat bernaung yang kokoh serta tak adanya wadah yang mampu memobilisasi dan menyatukan kekuatan umat.

Sudah saatnya kaum muslimin bangun dari tidur panjang! Terpampang nyata saudara kita ditindas secara brutal. Mereka tak hanya membutuhkan bantuan materialistik, akan tetapi juga sebuah perlindungan yang mampu menjadi perisai.

Dari situ sebuah kesadaran dalam memandang masalah umat akan melahirkan daya juang yang kuat dalam diri. Daya dorong yang lahir dari pemahaman yang utuh untuk bangkit secara ideologis.

Kebangkitan utuh dari keterpurukan bisa dibangun dengan cara yang shohih. Yaitu dengan cara islam sesuai dengan metode kenabian. Hingga Allah kembalikan kondisi ideal umat islam layaknya islam berjaya pada masa keKhilafahan.

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(Q.S An-Nur : 55)

Nah, permasalahan Palestina dan Israel ini nyaris 100th tak pernah usai. Sejak runtuhnya Khilafah Islamiyyah oleh Mustofa Kemal Attaturk laknatullah, penguasa-penguasa Negeri muslim mulai abai. Runtuhnya Daulah Khilafah yang berpusat di Turki pada tahun 1924, mulai dari situ kaum muslim terpecah-belah bahkan dilemahkan dengan ide Nasionalisme.

Negeri-negeri mayoritas muslim seperti Turki, Indonesia, Malaysia, Arab saudi dsb tak lagi peduli terhadap penjajahan yang dialami Palestina. Karena tersekat oleh Nasionalisme, maka mereka beranggapan bahwa itu bukan kepentingan Nasional.

Bahkan tentara-tentara hanya akan digerakkan kalau ada serangan musuh yang mengganggu stabilitas Nasional saja. Dan dalam kasus ini, Palestina tak dianggap sebagai kepentingan Nasional.

Perlu diketahui bahwa dalam konstitusi Negara sekuler, tidak ada satupun yang mengadopsi visi dari pertahanan dan keamanan termasuk perlindungan kedaulatan meliputi menjaga darah, nyawa, kehormatan serta kemuliaan setiap kaum muslim di seluruh Dunia.

Tidak ada solusi lain kecuali kaum muslim kembali memiliki satu intensitas Negara yang mempunyai visi menjaga darah, nyawa, kehormatan serta kemuliaan kaum muslim, yakni berdirinya Daulah Khilafah Islamiyyah.

Waalahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post