Dewi Sartika
Setiap
menjelang lebaran aktivitas mudik menjadi rutinitas wajib bagi masyarakat yang
merantau ke negeri orang. Dengan mudik mereka dapat melepas rindu dengan sanak keluarga
yang ada di kampung halaman. Pun juga dijadikan oleh mereka untuk melepas penat
setelah mengumpulkan pundi-pundi rupiah di tanah rantau..
Namun, hasrat untuk mudik saat ini sepertinya harus kandas. Pasalnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik, baik antar provinsi maupun antar Kabupaten. Dilansir dari DetikSultra.com, 3/05/2021_Pemerintah pusat baru saja mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik lebaran tahun 2021 secara nasional.
Perihal kebijakan ini, tentunya bukan hanya berlaku pada mudik lintas provinsi ke provinsi lain. Namun, ini juga berlaku di lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sultra, Hado Hasina saat dihubungi Detiksultra.com, Senin (3/5/2021) mengatakan, bagi yang ingin mudik lebaran, mending mengurungkan niatnya. Sebab, mudik lebaran tahun ini ditiadakan alias dilarang, baik lintas provinsi maupun kabupaten/kota.
Hal itu, berdasarkan surat edaran yang dkeluarkan Satgas Penangangan Covid-19 Nasional, nomor:13/2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1442 H, selama periode 6-17 Mei 2021.
Tentunya kebijakan larangan mudik ini menuai kontra di tengah-tengah masyarakat. Sebab, kebijakan larangan mudik terkesan simpang siur, di satu sisi melarang mudik. Tetapi, di sisi lain tetap membuka akses tempat wisata, mall, serta kedatangan tenaga kerja asing yang tak terbendung. Padahal, tempat-tempat tersebut justru lebih Riskan untuk tertularnya virus covid 19. Pun juga, putusan larangan mudik dengan dalih menekan laju penularan covid 19 menjadikan para perantau gelisah. Karena harus kehilangan asa pulang ke kampung halaman.
Astri
( 23 ) mahasiswa asal Yogyakarta yang menempuh pendidikan di Kendari mengaku
tak setuju dengan adanya larangan mudik. Ia berpendapat tak seharusnya
pemerintah melarang warganya untuk berkumpul suka cita di hari raya nanti.
"Kalau kaitan nya dengan Covid 19 kan bisa nanti rapid kalaupun hasilnya positif ya sudah dilarang mudik tapi jangan meratakan setiap orang, Warga India dan Cina ke Indonesia kok tidak dilarang," katanya. (tribunnews sultra.com)
Pemerintah seyogianya bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kebijakan mudik. Tentunya hal ini dibarengi adanya korelasi penutupan ruang publik yang memicu besarnya sebaran covid 19. Solusi dan edukasi harus selalu dilakukan menjaga keselamatan masyarakat.
Jika yang menjadi kekhawatiran pemerintah adalah lonjakan penyebaran covid-19. Maka, seharusnya yang menjadi prioritas bukankah larangan mudik saja, melainkan, penutupan tempat-tempat umum serta menghentikan masuknya tenaga asing, dan fokus pada penyelesaian kasus pandemi covid 19.
Sebenarnya mengatasi pandemi tidaklah sulit, jika kondisi perekonomian negara stabil, sumber daya alam yang melimpah dikelola oleh negara. Sehingga, negara memiliki sumber dana yang banyak, dengan demikian ketika terjadi wabah, semua kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi secara gratis.
Dalam kondisi saat ini, neg9ara harus melakukan kewajibannya karena penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Saat menyebar wabah menular, negara juga harus menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobaan dan obat secara gratis untuk seluruh rakyat, mendirikan rumah sakit dan laboratorium pengobatan dan lainnya yang termasuk kebutuhan asasi rakyat seperti halnya pangan, pendidikan dan keamanan.
Sebagai kepala negara, Sayyidina Umar RA mengambil kebijakan lockdown dengan segala konsekuensinya, karena Syam merupakan bagian dari Daulah Islamiyah. Pandemi dan bebagai dampaknya berhasil ditangani.
Dengan
adanya kebijakan yang membingungkan, serta penanganan covid 19 yang tak kunjung
selesai. Hal ini menegaskan kepada kita, bahwa, kita membutuhkan suatu wadah
yang dapat mempersatukan umat. Serta memiliki kesatuan dan dapat menegakkan
aturan yang dapat menjamin kesejahteraan dan keselamatan umat. Wallahu A'lam
Bishawab
Post a Comment