Kok Jadi Masalah


By ; Mia Fitriah Elkarimah

Doa lintas agama di kementerian agama masih sebatas wacana, tapi menjadi perdebatan publik dan mendapat respons yang beragama. Padahal rencana Menteri Agama agar jajarannya memberikan kesempatan doa versi agama lain selain Islam dibacakan dalam setiap kegiatan.

Doa lintas agama itu lantaran adanya kegiatan Rakernas Kemenag yang dihadiri pejabat eselon dari lintas agama. Sehingga Menag Yaqut Cholil  berinisiatif adanya doa lintas agama tersebut.
 
Kemenag memang lembaga negara yang mengurusi semua agama, bukan hanya Islam, doa lintas  menjadi representasi keterwakilan masing-masing pemeluk agama di lingkup organisasi kepegawaian Kemenag. Tapi wacana ini justru menimbulkan kerancuan, walaupun hanya akan dilakukan untuk acara di internal Kementerian Agama. 

Penggunaan doa agama yang mayoritas di satu tempat adalah hal yang biasa, seperti daerah Indonesia lainnya yang bukan mayoritas Islam dengan adat mereka. Bukankah wajar jika penggunaan doa menggunakan versi Islam, jika proporsi jumlah pesertanya lebih banyak muslim. Begitu pun pembacaan doa bisa dilakukan secara non muslim, andaikata jumlah peserta non muslim lebih banyak. Jadi tergantung dari seberapa banyak audiens yang menghadiri acara tersebut.

Bukankah selama ini permasalah doa yang mayoritas menggunakan ala Islam tidak pernah jadi masalah.Seharusnya tidak mengartikan bahwa pembacaraan doa yang mayoritas sesuai agama Islam, kemudian dianggap tidak toleran.

Toleransi adalah  keniscayaan untuk saling menghargai dan menerima perbedaan atas berbagai perilaku, budaya, agama, dan ras yang ada di dunia ini. Menghargai namanya ketika perlakuan mayoritas tetap meminta agar semua yang hadir berdoa menurut agama masing-masing. 

Mia Fitriah Elkarimah
el.karimah@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post