Dua Kali Lebaran Pandemi tak juga Usai

Oleh: Elis Herawati
Ibu Rumah Tangga


Dua kali sudah perayaan Hari Raya Idul Fitri dirayakan umat Islam di tengah pandemi Covid-19.Momen Idul Fitri atau Lebaran biasanya dimanfaatkan untuk saling memaafkan dan berkumpul dengan keluarga.Akan tetapi, di tengah pandemi virus corona yang melanda dunia, memaksa semua orang untuk tetap di rumah, meminimalisir pertemuan dan mobilitas, sehingga tak bisa merayakan Lebaran seperti dalam kondisi normal.Bahkan, pemerintah telah melarang masyarakat melakukan perjalanan mudik.Sama halnya seperti tahun kemarin kebijakan pemerintah memicu pro kontra di masyarakat.

Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan kebijakan larangan mudik yang diterapkan pemerintah memang masih memiliki kekurangan. Namun, ia mengatakan aturan yang berlaku dari 6 Mei hingga 17 Mei tersebut tetap harus diterapkan. Kendati demikian, kebijakan larangan mudik ini tetap diperlukan demi menekan penyebaran virus corona. "Pemerintah menyadari dalam penerapan kebijakan peniadaan mudik tidak sepenuhnya sempurna namun demikian kebijakan peniadaan mudik tetap dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Wiku dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (12/5) CNN.Indonesia.

Dilansir dari travel.okezone.com BUPATI Bandung Dadang Supriatna mengeluarkan surat edaran terkait hasil evaluasi aktivitas kepariwisataan. Ada sejumlah tempat wisata ditutup untuk menghindari kerumunan saat libur Lebaran dan usaha antisipasi lonjakan pasca Idul Fitri.

Meski ada kebijakan pelarangan tersebut namun banyak yang mencoba mencari celah agar bisa lolos dari penyekatan. Banyak masyarakat yang masih nekat melakukan perjalanan mudik. Bahkan beberapa rombongan motor pemudik nekat menerabas pos penyekatan. Kebijakan pemerintah melarang mudik tidak dipatuhi publik berakibat serangan terhadap aparat. Kondisi ini diperburuk dengan mentalitas korup petugas yang mencari celah mengambil pungli.

Libur Lebaran tidak disia-siakan berlalu begitu saja oleh sebagian masyarakat. Mereka berbondong-bondong mengunjungi destinasi wisata sambil memboyong teman maupun keluarga.Alhasil sebagian objek wisata dipadati oleh kerumunan orang. Protokol kesehatan juga dilupakan oleh beberapa pengunjung.

Tidak sedikit masyarakat yang masih bertanya-tanya apa yang menjadi alasan mudik dilarang tetapi tempat wisata dan mall diizinkan buka meskipun tetap ada pembatasan, bahkan diperbolehkannya WNA masuk ke Indonesia di saat negaranya sedang mengalami lonjakan yang cukup tinggi penyebaran covid. Bukankah ini kebijakan yang hanya berpihak pada keuntungan saja tanpa mengindahkan lagi tentang penyebaran covid. Ketidakjelasan basis pembuatan kebijakan bisa menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan aturannya.

Lagi - lagi rakyatlah yang jadi korban dengan kebijakan yang plin plan. Kebijakan yaang diambil pemerintah hanya bersifat pragmatis, reaktif dan kasuistik. Seharusnya ini menjadi evaluasi agar pemerintah memahami akar permasalahan pandemi, kemudian mengambil langkah tepat,strategis dan komprehensif untuk mengakhiri segera pandemi. Selama aturan yang dipakai adalah dari sistem kapitalis, dapat dipastikan tidak akan mampu menyelesaikan masalah. Karena aturan atau kebijakan yang diambil akan selalu dilandaskan pada untung rugi atau berdasar kepentingan tertentu.

Oleh karena itu saat ini diperlukan sistem yang dapat menyelesaikan secara tuntas. Hanya sistem Islam yang memandang rakyat sebagai tanggung jawabnya. Dengan sistem Islam semua aturan yang diterapkan akan membawa kemaslahatan bagi umatnya.
Wallahua’lambishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post