Cerdas Menyikapi Toleransi Masuk Gereja


Oleh Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Penulis Bela Islam

Hanya orang-orang cerdas yang mempunyai kepekaan luar biasa. Sehingga bisa mengindra agenda strategi global di balik toleransi ala Barat. Toleransi ala Barat merupakan alat untuk menggempur Islam kafah. Mereka ingin mengubah Islam. Sebab, selama ajarannya murni tidak akan mengizinkan nonmuslim menguasai umat Islam, termasuk sumber daya alam, tanah dan kekayaannya. Karena seluruhnya telah diatur dalam syariat Islam.

Atas nama toleransi inilah umat Islam akan dijauhkan dari agamanya. Mereka mengobok-obok syariat Islam sesuai dengan kepentingannya, dijadikan Islam moderat atau Islam nusantara yang dinilai ramah dan toleransi. Mereka secara masif menyebarkan narasi-narasi negatif. Di antaranya menuduh Islam kafah intoleransi. Semua itu tidak lain untuk meliberalisasikan umat Islam. Sesungguhnya itulah tujuan kafir penjajah, agar mudah menguasai dan melanggengkan jajahannya di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia.

Wajar jika ada pendakwah Nahdlatul Ulama (NU) Miftah Habiburrahman atau Gus Miftah Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, terus menuai hujatan kafir dan sesat dari netizen. Tersebab memberikan orasi kebangsaan dalam peresmian Gereja Bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung, Penjaringan, Jakarta Utara, pada (28/4/2021).

Dalam acara peresmian GBI Penjaringan, dihadiri pula Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini, serta beberapa tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dalam ceramahnya Gus Miftah mengatakan, "Di saat aku menggenggam tasbihku, dan kamu menggenggam salibmu. Di saat aku beribadah di Istiqlal, tapi engkau ke Katedral. Disaat bioku tertulis Allah Swt, dan biomu tertulis Yesus Kristus. Di saat aku mengucap assalamualaikum, dan kamu mengucapkan shalom."

Apalagi, Gus Miftah dalam menutup kata sambutannya dengan mengucapkan kata 'shalom.' Yakni, salam yang biasanya digunakan umat Nasrani, ini untuk menunjukkan ia toleransi. (iNews.id, 5/5/2021)

Menurut netizen yang pemikirannya liberal-sekuler, ceramah tersebut dinilai sah-sah saja. Malah mendapat apresiasi karena berani memoderisasi agama dan toleransi, yang menganggap semua agama sama benar (pluralisme). Tentu saja, hal tersebut menjadi sorotan publik. Di antaranya Ustaz Adi Hidayat dan Ustaz Abdul Somad (UAS) sempat menyinggung hukum seorang muslim yang mendatangi dan masuk ke tempat ibadah agama lain.

"Haram hukumnya. Haram. Karena Nabi tak mau masuk ke dalam tempat jika di dalamnya terdapat berhala. Maka menurut mazhab Syafi'i mengharamkan masuk ke dalam rumah ibadah yang di dalamnya ada berhala," kata UAS. (Dilansir dari Youtube pribadi saat dimintai tanggapan tentang film The Santri, ada adegan santri membawa tumpeng masuk gereja, 5/5/2021).

Lanjutnya, tidak masalah hidup berdampingan antara muslim dan nonmuslim, tapi bukan urusan ibadah. Sebab, urusan ibadah, ritual, tidak bisa ditawar-tawar. Ironis, banyak umat yang tidak bisa membedakan mana toleransi dan mana telor asin. Itulah akibat kebablasan (kebebasan). Hanya karena toleransi rela mengorbankan keyakinan atau akidah," tegasnya.

Pernyataan UAS membuat orang-orang liberal-sekuler meradang, termasuk Denny Siregar seorang buzzer dan pegiat media. Denny menanggapi bahwa, "Saya sering diundang ke gereja. Gak ada masalah tuh, iman saya juga tidak berubah. Justru, dapat menyampaikan misi persahabatan. Hal ini sangat penting, agar tidak ada kesalahpahaman antar umat beragama, karena ulah segelintir manusia. Lebih lanjut Denny Siregar mengajak umat Islam agar tidak takut mengunjungi rumah-rumah ibadah agama lain. Karena adanya perbedaan maka kita diperintahkan untuk belajar dari semua itu," katanya. (Fajar.co.id, 6/5/2021)

Ustaz DR. Miftah el-Banjary Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,
Pensyarah Kitab Dalail Khairat, angkat bicara, mengatakan bahwa terdapat perbedaan pandangan di kalangan para ulama terkait hukum seorang muslim memasuki gereja atau tempat ibadah lain. Namun, mayoritas para ulama, baik dari kalangan Mazhab Syafi'iyyah maupun mazhab lainnya seperti Hanafiyyah sepakat menghukumkan haram dan melarang untuk memasukinya, terlebih mengikuti perayaan dan berkhutbah di sana.

Memang ada pandangan dari madhzab yang memperbolehkan, atau memakruhkan kaum muslimin masuk kedalam gereja. Namun, intinya bukan soal toleransi yang dilarang, tapi soal hukum normatif fiqhiyyahnya yang dilanggar batasannya. Apakah toleransi harus mencampuradukkan antara dua keyakinan yang jelas berbeda menjadi sama? Sepertinya Islam tidak mengajarkan seperti itu. Batasannya jelas "Laakum diinukum waliiyadiin" (bagimu agamamu dan bagiku agamaku).

Sesungguhnya yang menjadi penyebab polemik terus berulang adalah sekularisme yang dijadikan asas negara ini. Yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga menyebabkan umat Islam jauh dari agamanya. Begitu pun, negara menjadi abai tidak menjaga dan melindungi akidah rakyatnya. Fenomena moderasi agama, doa bersama, hadrah dan azan dalam gereja, menjaga gereja ketika Natalan, serta peringatan natal bersama, sebagai bukti nyata.

Cerdas Menyikapi Toleransi Masuk Gereja.

Dari pendapat empat madzhab, menurut jumhur ulama tidak ada yang mengharamkan masuk gereja, karena hukum asalnya boleh. Namun, semua itu butuh perincian yang detail. Oleh sebab itu, umat Islam harus cerdas dalam menyikapi toleransi masuk gereja. Adakah hubungannya dengan masalah peribadatan atau ada agenda lain, atau siapa saja yang tidak boleh masuk gereja?

Jika terkait peribadatan maka hukumnya haram. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Umar bin Kaththab dari sanad yang sahih, Nabi saw. bersabda: "Janganlah kalian memasuki gereja-gereja peribadatan musyrikin serta ritual peribadatan mereka sebab kemurkaan Allah atas mereka."
 
Mengacu pada dalil diatas, jika ada seorang da'i yang masuk gereja, kemudian meresmikan, menyerukan toleransi ala Barat atau pluralisme yang menganggap semua agama sama benar. Artinya da'i tersebut telah mengakui dan membenarkan ajarannya. Maka hukumnya haram. Sebab, bertentangan dengan firman Allah QS. Ali Imran [3]: 19) "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam."

Ini sangat berbahaya karena  membuat orang lain ikut terfitnah mengikuti perbuatannya yang dianggap oleh orang awam benar, mengingat yang melakukan adalah seorang da'i. Begitu juga seseorang yang mempunyai posisi di masyarakat atau jabatan atau orang terpandang, masuk saja itu tidak boleh karena menimbulkan dampak antara lain terfitnah dan diikuti oleh orang awam.

Umar bin Khaththab telah memberikan contoh, ketika diundang kaum Nasrani ke gereja untuk dijamu, lalu dia meminta Ali bin Abi Thalib menghadirinya bersama orang muslim lainnya. Mengapa? Karena saat itu posisi Umar bin Khaththab sebagai seorang khalifah. Beliau sangat khawatir jika akan diikuti oleh orang awam yang biasanya taklid buta.

Umar tidak menghendaki orang lain terfitnah karena condong kepada perbuatan zalim (menyekutukan Allah). Sebab, kesyirikan adalah kezaliman yang amat besar dan diancam oleh api neraka. Umar bin Khathathab sosok pemimpin yang amanah, tegas, berani, sangat mencintai rakyatnya. Tidak hanya mengurusi masalah dunia, tetapi juga urusan akhiratnya.

Saatnya kita buang sistem demokrasi-sekuler yang menjadi pintu masuk penjajahan. Toleransi ala barat sebagai alat untuk menjajah dan menghancurkan Islam. Hanya sistem Islam (khilafah) yang dapat melindungi akidah dan agama warga negaranya. Telah terbukti bahwa Islam mempunyai toleransi yang tinggi yakni laakum diinukum waliiyadiin (bagimu agamamu dan bagiku agamaku), sehingga dapat hidup rukun berdampingan dengan nonmuslim selama tiga belas abad pada masa kekhilafahan. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post