Oleh : Durrotul Hikmah
(Aktivis Dakwah Remaja)
Rakyat bertanya pada pejabatnya, mengapa mudik dilarang, tapi tempat wisata dibuka? Rakyat bertanya pada pembuat kebijakan, mengapa buka tutup tempat wisata yang akhirnya membingungkan?
Pasalnya disaat ada kebijakan larangan mudik lebaran, pemerintah justru membuka tempat wisata yang sangat berpotensi terjadi perkumpulan massa, bahkan warga didorong untuk mendatanginya.
/Tempat wisata Dibuka, Tanpa protokol Kesehatan/
Sejumlah tempat wisata terpantau penuh sesak oleh pengunjung, yang tak menjaga jarak, dan bahkan tak mengenakan masker.
Pada hari kedua Lebaran, jumlah pengunjung ke Pantai Ancol membludak hingga tembus 39 ribu orang. Mereka terlihat asyik mandi di pantai tanpa mengindahkan protokol kesehatan (prokes). Padahal, bisa terjadi klaster baru penularan Covid-19 di sana. (nasional.sindonews.com, 16/5/2021).
Hal yang sama juga terjadi di Pantai Batu Karas Pangandaran. Wisatawan meningkat signifikan bahkan banyak pengunjung abai dengan prokes. (kompas.com, 16/5/2021).
Warganet semakin geram lantaran di satu sisi Pemprov DKI membuka Pantai Ancol untuk umum pada hari kedua Lebaran. Tetapi di sisi lain mengeluarkan kebijakan larangan ziarah kubur.
Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar meminta Pemprov DKI lebih bijak dalam membuat sebuah kebijakan. Menurutnya, kebijakan membuka Pantai Ancol, jelas menimbulkan kerumunan yang sulit dikendalikan.
Ketua Tim Pengawasan Penanganan Bencana Covid-19 DPR ini meminta agar Pemprov DKI tidak membuat standar ganda dalam sebuah kebijakan. Di satu sisi ziarah kubur yang menjadi ritual umat muslim saat Lebaran dilarang dengan alasan mencegah penularan Covid-19 karena terjadi kerumunan massa, namun disisi lain wisata Ancol dibuka.
Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, pemerintah daerah sebaiknya memastikan tempat wisata yang dibuka menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Para ahli kesehatan terutama pakar epidemiologi telah mengingatkan bahwa pembukaan tempat wisata pada libur lebaran berisiko. Itu merupakan kebijakan kontraproduktif terhadap upaya pencegahan penularan virus corona. Bayu Satria Wiratama, pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada mengatakan, membuka lokasi wisata penuh dengan risiko. (kompas.com, 24/4/2021).
Mau menyelamatkan rakyat, tapi malah membolehkan tempat wisata dibuka. Buntutnya terjadi kerumunan di mana-mana. Siapa yang bertanggung jawab atas hal ini? Lagi-lagi Rakyat yang pantas untuk disalahkan?
/Kebijakan Pro Demi Kepentingan Pariwisata/
Setiap kebijakan dalam sistem demokrasi kapitalisme memang didesain untuk memuluskan segala kepentingan pemilik kekuasaan serta pemodal (pelaku usaha/bisnis). Kebijakan publik dalam rana Kapitalis nyatanya membawa dampak negatif bagi sebagian orang.
Sebagaimana diketahui bahwa sektor wisata menjadi salah satu aspek penyokong ekonomi karena sektor ini menyumbang APBN setelah pajak. Oleh karena itu, kebijakannya yang dibuat bukan untuk kepentingan rakyat melainkan hanya untuk menimbang pemasukan pemerintah dari kepentingan usaha pariwisata.
Lagi-lagi, rakyat yang jadi korban, yang sengaja melakukan kebijakan coba-coba asal jadi, yang penting pemasukan pemerintah terus berjalan tapi keselamatan rakyat terancam dan ekonomi mereka dirugikan. Inilah gambaran ekonomi neoliberal Kapitalis yang tengah dianut negeri ini.
/Peran Khilafah/
Berbeda dengan sistem kapitalis yang menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan SDA kepada swasta atau individu. Dalam pandangan Islam, sumberdaya alam yang jumlah atau depositnya banyak merupakan milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh Negara. Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut:
اَلنَّاسُ شُرَكًاءٌ فِي ثَلاَثٍ : اَلْكَلَاءُ وَالْمَاءُ وَالنَّارُ
Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu: air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud).
Secara adminstrasi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang masuk kategori milik umum, dalam sistem ekonomi Islam menggunakan sistem sentralisasi. Artinya, SDA yang ada di sebuah negeri bukan hanya milik negeri tersebut, tetapi milik seluruh kaum Muslim.
Rakyat butuh pemimpin yang menjalankan sistem negara yang terbukti mampu menyejahterakan rakyat. Pemimpin tersebut hanya akan lahir dari rahim Islam, dan satu-satunya sistem negara yang bisa mewujudkannya ialah sistem Islam yakni Khilafah.
Wallahu alam bis showab[]
Post a Comment