Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta setiap acara yang berlangsung di Kementerian Agama turut memberikan kesempatan kepada agama lain dalam mengisi doa dan tidak hanya doa untuk agama Islam saja.
Pernyataan itu disampaikan Yaqut saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama secara daring dan luring yang berlangsung mulai Senin hari ini hingga Rabu.
"Pagi hari ini saya senang Rakernas dimulai dengan pembacaan ayat suci Alquran. Ini memberikan pencerahan sekaligus penyegaran untuk kita semua. Tapi akan lebih indah kalau doanya diberikan kesempatan semua agama untuk memberikan doa," kata Yaqut, Senin.
Menurut Yaqut, pernyataan itu sebagai otokritik terhadap lembaga yang dipimpinnya. Sebab dalam setiap kesempatan acara di Kemenag hanya menyertakan doa untuk agama Islam saja.
Ia ingin agar Kemenag menjadi rumah bagi seluruh agama yang ada di Indonesia, melayani dan memberikan kesempatan yang sama. Bahkan ia menyebut pembacaan doa untuk agama tertentu saja, tak ubahnya seperti acara organisasi kemasyarakatan.
"Jadi jangan ini kesannya kita ini sedang rapat Ormas kegiatan agama, Ormas Islam Kementerian Agama. Kita sedang melakukan Rakernas Kementerian Agama yang di dalamnya bukan hanya urusan agama Islam saja," kata dia.
Yaqut menegaskan bahwa Kemenag harus menjadi contoh dalam menjunjung tinggi moderasi agama. Ia tidak ingin Kemenag yang menggembar-gemborkan moderasi beragama, namun pada praktiknya berseberangan. (https://m.antaranews.com/amp/berita/2081594/yaqut-minta-tiap-acara-di-kemenag-diisi-doa-semua-agama)
Liberalisasi akidah makin terpampang nyata. Propaganda sinkretisme, yakni paham yang berupaya untuk memadu madankan atau mencampur adukan ajaran dari berbagai agama adalah upaya perusakan akidah karena mengkompromikan hal-hal yang jelas bertentangan dengan syariah.
Salah kaprah toleransi menghasilkan praktik toleransi yang bablas tak kenal batas. Alhasil, toleransi saat ini digunakan sebagai senjata oleh kalangan liberal dan moderat untuk menyasar Islam dan umatnya.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Wujud toleransi agama Islam adalah menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja, termasuk non-Muslim. Islam melarang keras berbuat zalim serta merampas hak-hak mereka. Sebagaimana firman Allah dalam Qur'an Surah al-Mumtahanah ayat 8 yang artinya, "Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sungguh Allah menyukai kaum yang berlaku adil".
Upaya moderasi terus dihembuskan disetiap kesempatan tanpa henti. Seolah-olah apapun masalahnya, moderasi solusinya.
Sinkretisme ini dihadirkan dengan dalih toleransi tentunya, yang mana definisi toleransi sendiri tak ada standar jelas di masyarakat. Toleransi seharusnya hanya sebatas toleransi antar umat beragama, bukan toleransi beragama.
Berkaitan dengan toleransi, ada batasan-batasan yang tak boleh diterobos seperti Islam tidak akan pernah mengakui kebenaran agama dan keyakinan selain Islam. Termasuk dalam hal berdoa, karena doa merupakan sebuah ibadah. Seluruh keyakinan dan agama selain Islam adalah kekufuran.
Sinkretisme, pluralisme, sekularisme, liberalisme dan semua paham yang lahir dari paham-paham tersebut adalah wujud kekufuran.
Siapa saja yang menyakini agama atau paham tersebut, baik sebagian maupun keseluruhan, adalah kafir. Jika pelakunya seorang Muslim maka ia telah murtad dari Islam. Tidak ada toleransi dalam perkara semacam ini.
Imam asy-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadîr menyatakan: Abd ibn Humaid, Ibn al-Mundzir dan Ibn Mardawaih telah mengeluarkan riwayat dari Ibn ‘Abbas bahwa orang Quraisy pernah berkata kepada Rasulullah, “Andai engkau menerima tuhan-tuhan kami, niscaya kami menyembah tuhanmu.” Menjawab itu, Allah menurunkan firman-Nya, yakni Surah al-Kafirun ayat 6 yang artinya, "… untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku”.
Dari sini jelas, umat Islam haram terlibat dalam upaya moderasi ajaran Islam bagaimanapun bentuknya. Upaya sinkretisme yang merupakan bagian dari moderasi adalah alat untuk makin menjauhkan Islam dari pemeluknya. Tak patut umat Islam terjebak dalam perangkap seruan moderasi ini.
Islam dan pemeluknya sudah sangat toleran, penguasalah yang terus memprovokasi masyarakat dengan isu-isu intoleran yang tak ada habisnya, padahal banyak permasalahan lain yang perlu diatasi.
Persoalan ini baru akan tuntas jika akar masalah, yakni sekularisme dicampakkan dari kehidupan. Sistem sekuler yang mengakar menghasilkam para penguasa yang moderat. Berusaha mencampur adukkan yang haq dan yang batil.
Semestinya penguasa bersama ummat fokus pada perjuangan untuk mewujudkan kehidupan Islami dan menjaga kemurnian akidah melalui penerapan syariah Islam secara kaffah bukan malah terjerumus ke dalam kubangan moderasi yang meracuni. Wallahu a'lam
Post a Comment