Melek Politik, Wujud Intelektualitas Para Pemuda


Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, masih banyak anak muda yang tidak toleran dalam hal politik, dibandingkan intoleransi pada praktik ritual sosial keagamaan. Hal ini menjadi temuan dalam hasil survei suara anak muda tentang isu-isu sosial politik bangsa pada Maret 2021. (Republika.com,21/03/21)

Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat. Sebanyak 25,7 persen anak muda yang menilai para politisi sudah cukup baik mendengarkan aspirasi. (Merdeka.com,21/03/21)

Politik demokrasi yang telah melekat dalam tubuh Indonesia sejak tahun 1945, dimana setiap individu berhak menentukan pilihannya dan menjadi seorang pemimpin. Dalam perspektif politik demokrasi, kemajuan suatu bangsa dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya seorang pemimpin. Maka dalam hal ini, dia yang mampu mengendalikan kepemimpinannya serta mengelola negeri yang dipimpinnya.

Karena itu dalam sebuah kepemimpinan bibit intelektualitas harus ditanamkan. Dan dalam penerapannya, tidak dibutuhkannya cara instan dalam berpolitik apalagi dengan politik pragmatis. Maka siapa yang paling berperan sesungguhnya untuk kemajuan politik bangsa? Jelas tak lain adalah peran para pemuda.

Pemuda digambarkan sebagai sosok pejuang yang menjadi estafet pembangun peradaban suatu bangsa. Tanpa adanya peran pemuda bagaimana suatu bangsa akan maju dan berkembang dikancah nasional maupun internasional.

Menelisik perkembangan para pemuda di era globalisasi saat ini, tak sedikit dari mereka justru terjerumus dalam aktivitas yang sia-sia. Peran intelektualnya terkubur bersama idealismenya tatkala menjadikan dunia kampus hanya sebagai tempat "persinggahan". Pemuda yang identik dengan orasi dan jalan raya hanya di miliki oleh sebagian kaum pemuda yang benar-benar memelihara idealisme serta intelektuaitasnya dalam mengkritik berbagai kebijakan pemerintah. 

Intelektual dan idealisme yang terpelihara bukan hanya sekedar menyampaikan kritik pedas tanpa solusi yang mengarah pada perubahan bangsa. Tetapi, semuanya itu disandarkan pada syariah Islam yang mencangkup seluruh aturan yakni dari Al qur'an dan as sunnah.

Jika saat ini sebagian para pemuda enggan melek politik berdasarkan survei di atas, salah satunya memang benar karena bentuk kekecewaan terhadap pejabat publik serta pengaruh sistem pemerintahan saat ini. Meski demikian, mereka masih meletakkan perubahan pada sistem politik demokrasi sebagai sistem terbaik yang mampu membawa perubahan terhadap permasalahan masyarakat. Padahal, jika berbicara masalah intelektuliatas diri sebagai pemuda yang memegang idealisme tinggi seharusnya menyadari bahwa pokok dari permasalahan rakyat saat ini adalah pada penerapan sistem yang menjadikan elit politik tidak mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada.

Oleh karena itu, arah pemikiran yang seharusnya dirubah ialah dengan menjadikan Islam sebagai asas perubahan bangsa. Politik demokrasi dengan asas sekulerismenya terbukti mencampakkan hukum-hukum Allah dan digantikan dengan hukum buatan manusia yakni UUD. Maka, penyadaran bagi pemuda atau kaum intelektual saat ini haruslah mengarahkan pandangannya terhadap politik Islam.

Sebagaimana politik dalam Islam mengurusi semua urusan umat baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, pemerintahan, sosial, budaya dan sebagainya. Karenanya, politik didalam Islam menyajikan sekumpulan aturan sebagaimana ketika ada pejabat negara yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi maka akan diberi sanksi hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku dalam sistem Islam.

Peran pemuda yang memiliki intelektualitas diri yang tinggi sudah seharusnya menempatkan diri sebagai pelopor perubahan negara dan pengukir peradaban gemilang. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh pemuda-pemuda terdahulu yang menjadi sosok pejuang Islam dalam membela agamanya. Tengok saja kisah Usamah Bin Zaid di kala umurnya masih 18 tahun beliau diangkat oleh Rasulullah saw sebagai seorang komandan perang. Dan kisah Sultan Muhammad Alfatih, dikala umurnya yang masih muda mampu menaklukan konstantinopel. Juga kisah Zaid Bin Tsabit yang gagah berani berjihad disaat usianya masih terbilang muda yaitu 13 tahun.

Itulah beberapa kisah aksi heroik para pemuda militan yang namanya masih digaungkan hingga saat ini. Tentu sebagai generasi muda Islam yang menjadi estafet untuk melanjutkan kehidupan Islam harus paham terhadap kondisi bangsa dan umat. Karena kita adalah umat Muhammad saw, umat terbaik yang mampu menjadi pilar lahirnya para pemimpin yang mampu memberi perubahan serta kesejahteraan terhadap umat.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 110)

Dengan demikian, untuk mengukir sebuah peradaban dibutuhkannya peran pemuda. Dengan intelektualitas dan idealisme yang tinggi, serta akan paham atas arus perputaran politik yang tentunya dilandaskan pada syariah Islam. Sebab, perjuangan adalah pergerakan. Dan pergerakan pemuda yang paham akan politik Islam akan mampu memahami hakikat dari sebuah perubahan dalam peradaban. Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post