PERPRES INVESTASI MIRAS BIKIN MIRIS


Oleh:Yuliyati, S.Pd

Presiden jokowi membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) dari skala besar hingga kecil. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu.

Ketentuan ini tertuang di Peraturan Presiden (Perpres)Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021, bahwa industri minuman beralkohol dan minuman keras (miras) beralkohol merupakan bidang usaha yang bisa diusahakan oleh semua penanam modal yang memenuhi persyaratan.

Dalam lampiran presiden yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman keras mengandung alkohol dan minuman mengandung alkohol bisa dilakukan di provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.(liputan6.com 6/03/2021)

Perpres miras tersebut pun menuai kontra, termasuk dari DPR RI. Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah segera mengkaji ulang perpres miras. Dia mengatakan, pasal-pasal dalam perpres tersebut sangat potensial menimbulkan polemik dan keresahan di tengah masyarakat.

“Saya yakin bahwa manfaat dari investasi dalam bidang industri miras sangat sedikit, sementara mudaratnya sudah pasti lebih banyak. Karena itu perpres tersebut perlu di-riview, kalau perlu segera direvisi, pasal-pasal tentang miras harus dikeluarkan,” kata Saleh di Jakarta, Minggu, 28 Februari 2021.
(Iiputan6.com.6/03/2021)

Bahkan kebijakan tersebut mendapat kritik keras dari Wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas dengan mengatakan bahwa negara telah kehilangan arah dan aturan yang membolehkan industri  minuman keras dapat memicu ekploitasi.

“Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah, karena tidak jelas oleh kita apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini,” katanya dalam keterangan yang diterima.

Dan diapun mengatakan” kebijakan ini tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa diekploitasi.”

Lagi-lagi, demi kepentingan para pemilik modal masyarakat menjadi mangsa empuk dan menjadi korban. Pasalnya selama ini peredaran minuman beralkohol tidak terkontrol sehingga kerap memakan korban. Dari riset Center For Indonesia Policy Studies (CIPS) menunjukan sepanjang 2008 hingga 2013 ada sekitar 230 korban tewas akibat mengonsumsi miras tak berizin. Kemudian pada 2014-2018, jumlah korbannya naik dua kali lipat mencapai sekitar 540 orang.(www.suara.com 6/03/2021) 

Bisa dilihat, yang tak berizin saja sudah memakan banyak korban. Lalu bagaimana dengan yang berizin?
Apakah benar Indonesia telah kehilangan arah?
Indonesia nyatanya memang telah kehilangan arah yang benar, arah yang seharusnya, yaitu menuju kehidupan penuh berkah dalam tatanan hukum Allah SWT. Malah menjadi kacau.

Negeri ini semakin hari semakin menuju ke arah yang salah, yaitu kehidupan sekuler liberalis yang jauh dari agama, dan hanya dalam kehidupan sekuler lah miras yang jelas-jelas haram menurut ajaran islam bisa dengan bebas diperjual belikan ditengah-tengah umat islam.

Terlebih, sangat banyak dampak buruk dari barang haram ini. Banyak tindak kriminal yang terjadi karena pengaruhnya. Miras telah membuat keberanian pelaku kriminal meningkat, rasa takut hilang, akal sehat menjadi lemah bahkan hilang, sehingga perbuatan menjadi lepas kendali.

Akibatnya pelaku bisa bertindak nekat dan di luar batas kemanusiaan. Ia bisa menodong, menjambret, melukai, memperkosa, dan bahkan membunuh. Sungguh luar biasa dampak buruk miras ini. Tapi anehnya, alih-alih melarang produksi dan peredarannya, pemerintah malah membuka investasi industri miras ini.

Demikian, itu sesungguhnya karena Indonesia telah menerapkan sistem kapitalisme yang telah mengemban konsep ekonomi rusak dan berbahaya. Konsep inilah yang melandasi keluarnya ketetapan membuka keran investasi untuk industri miras.

Lalu bagaimana islam memandang miras?
Kapitalis memandang miras hanya berdasarkan kacamata ekonomi. Sementara islam memandang miras adalah barang haram, sehingga tak memiliki nilai guna (utility) sama sekali.

Keharaman miras sangat jelas, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Dalilnya adalah firman Allah SWT, dalam QS Al-Maidah (5): 90.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Nabi Muhammad Saw. Juga menyatakan khamr adalah ummul khaba ‘its (induk dari segala kejahatan) sebagaimana diriwayatkan dari ibnu Abbas, ”khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)

Islam tegas mengharamkan tak hanya itu, islam pun mengharamkan semua yang ikut terlibat dalam aktivitas ini. Dan khilafah akan memastikan tak ada satu pun pihak yang memproduksi dan mengedarkanya. Karena itu, industri miras tidak akan pernah bisa didirikan. Demikian juga berbagai usaha jual beli miras, jasa pengangkutan miras, dll.

Lalu bagaimana dengan non muslim di wilayah negara khilafah, apakah mereka diperbolehkan minum miras maupun melakukan aktivitas lainya terkait miras? Di dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah al-islamiyah juz 2, Syekh Taqiyuddin an-nabhani menjelaska, status non muslim yang ada di negara khilafah, mereka adalah para ahlu dzimmi. Kaum muslimin dibolehkan bertransaksi (bermuamalat) dengan mereka seperti jual beli, sewa menyewa, dll. Tanpa diskriminasi.

Rasulullah Saw. Pernah melakukan transaksi dengan penduduk khaibar –kelompok yahudi- berupa separuh hasil bumi, dengan catatan, mereka yang mengolah tanah dengan biaya sendiri. Dan Rasulullah pun pernah membeli makanan dari orang Yahudi di Madinah.  Namun demian, semua transaksi itu harus berdasarkan hukum-hukum islam. Sehingga, dalam perkara khamr ini, tidak boleh bertransaksi apapun antara muslim dengan dengan nonmuslim.

Akan tetapi, jika nonmuslim menganggap meminuman khamr tidak haram, mereka diperbolehkan untuk meminumnya. Mereka pun diperbolehkan melakukan transaksi khamr di antara sesama mereka yang hanya dilakukan di daerah pemukiman mereka atau di rumah-rumah mereka. Tak boleh mereka tampakan ditempat umum yang bercampur dengan umat muslim.

Demikianlah, dalam negara khilafah. Umat sangat dijaga hingga tak akan dibiarkan melanggar hukum Allah sedikit pun. Umat didorong dan diarahkan untuk selalu taat beribadah hanya kepada Allah SWT.

Arah pengelolaan negara khilafah adalah jelas, yaitu untuk menerapkan semua hukum Allah dengan keyakinan bahwa hanya itulah satu-satunya jalan keselamatan. Jalan meraih kebahagia dan kesejahtera di dunia, juga di akhirat.

Wallahu a’lam bissawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post