Maraknya Prostitusi Anak di Tanah air


Oleh: Aslama

Wabah pandemi di negeri ini menguak berbagai macam fakta masyarakat yang keadaannya semakin memprihatinkan. Kali ini kita dihadapkan kepada kasus prostitusi anak yang semakin menjamur di negeri ini. Baru-baru ini aparat menggerebeg hotel milik seorang artis dan foto model ibu kota. Belasan anak di bawah umur ditemukan di kamar hotel tersebut.

"Korban ada 15 orang, semuanya anak di bawah umur, rata-rata umur 14 sampai 16 tahun. Ini yang jadi korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jumat (19/3).

Kasus prostitusi anak di hotel milik artis tersebut menunjukkan prostitusi di tanah air sudah memiiliki sindikat dalam pengelolaannya. Dalam hal ini adanya perekrutan, penampungan, promosi dan mencari pelanggan, hingga jaringan keamanan. 

"Korban ada 15 orang, semuanya anak di bawah umur, rata-rata umur 14 sampai 16 tahun. Ini yang jadi korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jumat (19/3).

Situs The Asian Post (https://theaseanpost.com/article/indonesias-child-prostitution-problem) melaporkan bahwa sejak awal tahun 2000, prostitusi anak di tanah air meningkat, terutama di sejumlah daerah seperti Bali dan Batam. Menurut situs tersebut, meningkatnya pelacuran anak-anak sebagai bagian “sex tourism”, dimana Indonesia telah menjadi negara tujuan utama human trafficking.

Diperkirakan ada 100 ribuan anak-anak dan perempuan jadi korban human trafficking setiap tahun di Indonesia, dimana 30 persen-nya berusia di bawah 18 tahun. Malah menurut Women’s Institute, sekitar 43.5 % korban trafficking berusia 14 tahun. 

Kondisi wabah saat ini mengakibatkan berbagai jenis usaha terancam gulung tikar. Kebutuhan hidup yang selangit membuat orang kalap mata hanya untuk mencari sesuap nasi. Kondisi hidup yang sulit ditambah lagi dengan gaya masyarakat yang hedonis membuat orang tak lagi berfikir secara jernih, hal ini terlihat dari tindakan seorang ibu di Kota Medan, Sumatra utara (Sumut) tega menjual anak kandungnya, CN (19), kepada seorang pria hidung belang dengan harga Rp350 ribu.

Prostitusi anak tentunya tidak lahir dengan sendirinya. Kasus semacam ini bertolak dari teori ekonomi kapitalisme yang mengatakan bahwa apa saja yang ada peminatnya dan harganya cocok maka bisa ditransaksikan atau diperjualbelikan.

Ada permintaan ada barang, tak peduli apapun bentuknya, jika bernilai ekonomi maka hal itu bisa diperjualbelikan. Dalam hal ini sebagian orang melihat peluang bisnis yang menggiurkan pada prostitusi anak. Adanya peluang permintaan para laki-laki bejat yang siap membayar berapapun, hal ini tentunya semakin menambah jaringan prostitusi anak di negeri ini.

Sistem kapitalisme telah menciptakan manusia-manusia yang bejat, rakus, dan liar. Bahkan sistem ini telah merenggut sisi kemanusiaan yang membedakan manusia dengan hewan. Anak yang sejatinya dilindungi malah diperjualbelikan oleh ibunya sendiri.

Impitan ekonomi merupakan faktor yang memperparah tingginya angka prostitusi anak saat ini. Ratusan mungkin ribuan anak melacurkan diri atau dijebak dalam jaringan prostitusi karena kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta orang pada September 2020, atau setara dengan 10,19 persen dari total penduduk di Indonesia. Pandemi selama setahun lebih menambah jumlah warga miskin.

Maraknya pelacuran anak di tanah air mencerminkan bahwa negara selama ini telah gagal memberikan jaminan kebutuhan hidup kepada masyarakat. Disamping itu juga gagal memberikan jaminan keamanan sosial. Tentunya hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada tindakan tegas untuk menghentikan segala praktek human trafficking tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan seperti ini harusnya ada sinergi yang baik antara keluarga sebagai pondasi awal, masyarakat maupun negara sebagai penegak hukum. Pemimpin keluarga yaitu ayah bertanggungjawab memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dengan mencari nafkah yang halal. Tak ada alasan demi kebutuhan hidup menjual kehormatan anak sendiri. Dalam hal ini perlindungan terhadap anggota keluarga juga harus diutamakan.

Begitupun juga masyarakat harus berperan aktif dalam mengontrol aktivitas sosial yang menyimpang di lingkungan sekitar. Bahkan aparat desa juga berkewajiban memberikan sanksi sosial jika itu dibutuhkan, demi ketenangan warga setempat.

Selanjutnya adalah negara, yang merupakan inti dari kebijakan dan pelaksanaan hukum harusnya bertindak tegas  dalam menghentikan segala aktifitas pelacuran dan sejenisnya. Hanya saja apakah dengan diterapkannya sistem kapitalisme saat ini bisa diberlakukan hukum yang tegas? Sistem kapitalisme yang landasannya adalah sekelerisme sangat tidak memungkinkan terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan mendapatkan jaminan perlindungan dari negara. Dalam sistem kapitalis uang adalah segalanya, apa saja bisa dibeli. Baik itu pekerjaan, jabatan bahkan keadilan hukum. Yang kuat di atas yang lemah pasti akan ditindas, inilah wajah buruk dari sistem kapitalis.

Sistem kapitalis memang tak bisa diandalkan untuk mengatasi problematuka masyarakat yang semakin kronis. Tentunya harus ada sistem selain itu yaitu sistem Islam yang merupakan sistem yang akan menjamin kesejahteraan, keadilan dan keamanan penduduk negeri baik itu muslim maupun non muslim (baca: sejarah Umar bin Abdul Azis (717-720 M) Khalifah Rasyidah Kelima). Dengan diterapkannya sistem Islam tentunya akan mendatangkan keberkahan dan rahmat bagi negeri ini, karena Islam adalah rahmatan lil'alamin atau rahmat bagi alam semesta.

Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post