Oleh Mahrita Julia Hapsari
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)
Setiap tahun di bulan Rajab, kaum muslimin memperingati peristiwa bersejarah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw. Perjalanan Rasul Saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, lanjut ke Sidratul Muntaha dalam satu malam merupakan perjalanan yang suci dan diberkahi.
Allah Swt. mengabadikan peristiwa itu dalam Al-Qur'an surah Al-Isra' ayat 1: "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Banyak peristiwa menakjubkan yang terjadi pada malam Isra' Mi'raj. Seiring dengan itu, banyak pula hikmah yang bisa dipetik. Salah satu peristiwa yang terjadi, Rasulullah Saw. menjadi imam ketika beliau shalat bersama para Nabi.
Catatan Hikmah
Beberapa catatan dapat dibuat dari peristiwa Rasulullah saw. sebagai imam shalat para Nabi. Pertama, ajaran Islam menggantikan ajaran nabi-nabi terdahulu. Islam yang dibawa oleh Baginda Nabi saw. merupakan agama sekaligus diin yang sempurna.
Kehadirannya menyempurnakan ajaran nabi-nabi terdahulu. Mencukupkan diri hanya pada islam adalah konsekuensi logis dari catatan yang pertama ini.
Kedua, Rasulullah saw. sebagai pemimpin. Mengisyaratkan bahwa kepemimpinan dunia akan berada pada islam dan kaum muslimin.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah An-Nur ayat 55, bahwa Islam akan dimenangkan atas agama yang lain. Dan dalam surah Ali Imran ayat 110, bahwa umat muslim adalah umat terbaik.
Konsekuensi logis untuk menang dan menjadi umat terbaik adalah melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul. Artinya, ittiba' kepada Rasulullah saw. Berislam kafah, mendakwahkan serta menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan.
Penerapan Islam kaffah memerlukan institusi negara, sebagaimana Daulah Islam yang Rasul Saw. bangun di Madinah. Dan dilanjutkan oleh para khalifah setelah wafatnya Rasulullah saw.
Ketiga, Islam mampu menyatukan manusia. Para nabi yang berasal dari berbagai bangsa, bisa menjadi makmum sholat yang diimami Rasulullah Saw. Artinya, islam layak sebagai pemersatu seluruh manusia sedunia. Dan telah terbukti selama 14 abad, kepemimpinan Islam membentang dari barat ke timur di hampir 2/3 bumi. Bermula dari jazirah Arab hingga Asia dan Eropa.
Islam menyatukan dengan indah dan manusiawi. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Hujurat ayat 13: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti."
Setiap muslim tidak menonjolkan perbedaan bangsa dan sukunya. Tidak akan sibuk dengan perbedaan. Yang ada hanya perlombaan dalam kebaikan dan takwa. Tersebab Allah telah memberikan indikasi yang paling mulia adalah yang bertakwa.
Pilihan dalam Bersikap
Dari catatan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa islam layak memimpin dunia. Kelayakan ini disandarkan pada fakta historis dan dikuatkan oleh dalil Al-Qur'an dan sunah.
Jika dulu kaum muslimin yang hidup pada zaman Rasulullah saw. diuji keimanannya dengan perisriwa isra' dan mi'raj. Saat itu mereka dihadapkan pada pilihan antara mempercayai cerita Rasulullah Saw. atau mengingkarinya. Karena apa yang diceritakan Rasulullah Saw. terlihat mustahil di mata orang yang krisis keimanan.
Saat ini, nuansa isra' mi'raj terkoneksi dengan bisyarah Rasulullah saw. tentang kembalinya kekhilafahan yang mengikuti metode kenabian. Pilihan ada di tangan kita, apakah meyakininya dan berjuang untuk merealisasikan bisyarah Rasulullah Saw. Atau hanya berdiri sebagai penonton. Atau malah menjadi pecundang dan menghalangi perjuangan penegakan khilafah.
Satu hal yang pasti, yang tak pernah berdusta hanyalah Allah Swt dan Rasul saw. Maka bisyarah Rasulullah Saw. pasti akan terwujud, dengan atau tanpa kita. Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Tentu takkan sama di hadapan Allah antara yang berjuang, penonton, dan penghalang. Tentukan sikap kita sebelum ajal menjemput. Wallahu a'lam []
Post a Comment