Oleh: Khairul Nisa Afdilah
Mahasiswi Universitas Indraprasta PGRI
Dilansir dari Merdeka.com dalam
akunnya, Komunitas Korea
Selatan mengunggah video perjuangan
anak-anak SD di salah satu
wilayah Indonesia menyeberangi
sungai hanya dengan
seutas tali. Video tersebut menggambarkan
empat bocah bergelayutan di atas seutas tambang
yang diikat pada
sebatang pohon. Di
bawahnya, aliran sungai
deras siap melahap
mereka ketika lalai
berpegangan atau berpijak
di tali. Belum
lagi gedung sekolah yang rusak, bahkan reyot dan tak
beratap, mengganggu konsentrasi siswa saat belajar, terlebih saat cuaca panas
atau hujan kegiatan belajar pun akan terhenti.
Kurangnya tenaga
guru, menambah panjang masalah pendidikan di Indonesia. Bahkan pada
Februari tahun lalu
di Papua, sebanyak
296 prajurit TNI
Kodam XVII/Cenderawasih
menerima sertifikat mengajar
dari Dinas Pendidikan,
Pemuda dan olahraga (Dikpora) Papua. Sertifikat diberikan karena ratusan
prajurit ini telah melewati pelatihan selama 3
pekan dari Fakultas
Ilmu Keguruan dan
Pendidikan Universitas Cenderawasih.
Mereka akan bertugas
sebagai guru untuk
membantu kekurangan tenaga
guru di Papua.
Melihat fenomena
tersebut rasanya sungguh
miris. Kondisi seperti ini berbanding terbalik dengan sarana
pendidikan yang terjadi di Pulau Jawa. Pemerataan pendidikan memanglah masih
menjadi kendala di sebagian banyak daerah
di pelosok Indonesia. Semangat tinggi para siswa tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Alhasil, para siswa harus berjuang sekuat
tenaga sampai dengan rela mempertaruhkan nyawa setiap harinya demi bisa
menggapai cita-cita.
Ketertinggalan pendidikan
yang terjadi di
wilayah Papua menjadikan masyarakatnya
memiliki pemikiran yang
tertinggal, berimplikasi pada
banyak masyarakat yang
mudah diadu domba
oleh suatu hal
yang dinilai menyulut pertikaian. Hal lain
yang tak kalah miris ialah
wilayah satu-satunya di
Indonesia pemilik gunung emas
dengan sumber daya
alam yang melimpah
ini dari waktu
ke waktu terus dikeruk sumber dayanya oleh pihak
korporasi.
Pihak masyarakat
hanya mendapat sedikit dana dari hasil sumber daya, selebihnya masuk ke
pihak korporasi dan
pemerintah. Belakangan diketahui
bahwa masyarakat Papua
justru terdampak limbah
yang dihasilkan oleh
korporasi. Semua fakta ini
menunjukkan betapa ketidakadilan tampak begitu nyata di sana.
Kalau melihat
perkembangan berita tampaknya
memang pemerintah sudah melakukan upaya
untuk menyelesaikan problema
ini, namun upaya
yang dilakukan bisa dibilang
tidak menyeluruh dan kurang solutif. Pendidikan
di negeri ini memang sudah sejak
lama dikapitalisasikan, sehingga
tujuan dari pendidikan
tidak tercapai.
Secara intelektual
dan skill memang banyak
lulusan yang cukup
kompeten, tetapi kebanyakan dari
lulusan tersebut kurang
bermanfaat bagi masyarakat,
bahkan bisa dibilang malah
merugikan banyak pihak.
Banyak dari mereka
lebih mementingkan diri mereka
sendiri. Contohnya kasus korupsi
yang dilakukan oleh
para pejabat negeri
ini, bisa kita
amati dan tarik kesimpulan tindakan
mencuri uang rakyat merupakan tindakan mementingkan diri sendiri. Sikap ini lahir dari sistem
ekonomi kapitalis, segala sesuatunya dinilai dari aspek materi.
Pendidikan saat
ini tidak bertujuan meri’ayah
umat, tetapi tujuannya
adalah mendapatkan materi dengan jalan menjual jasa mentransfer
ilmu. Dalam arti lain pendidikan saat ini sudah menjadi lahan bisnis. Sedang
dari sudut pandang pelajar, berprinsip agar semua biaya pendidikan yang telah ia keluarkan bisa balik
modal.
Di daerah
perkotaan pendidikan dikapitalisasi, yang
bisa dapat pendidikan
dengan fasilitas terbaik hanya segelintir orang yang memiliki uang. Di
daerah dengan sumber daya
melimpah seperti Papua,
masyarakatnya sengaja dibuat
tertinggal dan bodoh, agar
mereka tidak paham
bagaimana cara mengelola
serta mempertahankan haknya.
Kalau ditarik
kesimpulan, sebenarnya dari
pihak penguasa bukannya
tidak bisa merealisasikan pendidikan
yang berkualitas dan
memadai di sana, namun pendidikan
di wilayah Papua bukanlah prioritas, karena yang menjadi prioritas adalah
mengeruk sebanyak-banyaknya sumber daya demi kepentingan pemilik modal juga segelintir orang yang berkuasa.
Sampai kapan pun
jika sistem ekonomi kapitalis
liberal yang diterapkan
di negeri ini, tidak
akan bisa menyelesaikan
banyaknya permasalahan negeri
ini. Kita butuh solusi
yang sistemik, yang
mengatur seluruh aspek
secara menyeluruh dan mendasar.
Hal ini tidak
dapat diperoleh dari
sistem manapun buatan
manusia karena manusia
bersifat lemah dan
jangkauan akalnya terbatas.
Kita butuh
sistem yang mengatur secara menyeluruh, mengikat kuat setiap sendi kehidupan dengan landasan yang kokoh, dan hal ini hanya bisa diperoleh
dari sistem Islam, yang mana aturannya telah dirancang
sang pencipta, yang
Maha Mengetahui, Maha
Penyayang, Maha Memelihara, Maha Kuat, Maha segala-galanya.
Dalam sistem
Islam semua sumber
daya dikelola oleh negara,
dan
tidak diperbolehkan sumber
daya dikelola oleh
asing. Pendidikan menjadi
kebutuhan pokok masyarakat dan pemenuhannya menjadi tanggung
jawab negara. Individu masyarakat pun berupaya mewujudkan pendidikan
terbaik. Sebab, pendidikan
menjadi kunci diraihnya kemajuan.
Hukum yang diterapkan pun tidak pandang bulu
seperti sekarang, juga memberi efek jera
bagi pelakunya serta sebagai pencegah orang lain melakukan tindakan yang sama. Semua itu semata-mata untuk menjaga hak
warga negara. Islam
adalah agama rahmatan lil
‘alamiin, aturannya bersumber dari Sang Pencipta, landasannya
tetap, tidak seperti hukum buatan manusia
yang sering diamandemen
sesuai dengan kepentingan
beberapa pihak.
Islam menerapkan keadilan,
tidak tumpul ke
atas dan tajam
ke bawah. Islam merupakan solusi yang saat ini dibutuhkan
oleh umat manusia, namun banyak diabaikan karena ketidaktahuan serta ketidakpahaman
tentang apa itu Islam. []
Post a Comment