Berantas Miras Hingga ke Akar dengan Syariat Islam


Oleh Rengga Lutfiyanti
Mahasiswi dan Pegiat Literasi

"Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?" (QS. Al-Maidah [3]: 91)

Di dalam Al-Qur'an telah sangat jelas diterangkan bahwa meminum khamr atau minuman keras adalah haram. Jangankan untuk meminum, mendekatinya saja kita sudah dilarang. 

Namun, beberapa waktu lalu, masyarakat digegerkan dengan sebuah berita yang menyatakan bahwa investasi industri miras akan dilegalkan. Hal ini sontak menuai kontroversi di masyarakat. Banyak pihak yang menentang kebijakan tersebut. Tetapi ada juga yang mendukungnya. 

Aturan soal miras tersebut, ada dalam lampiran III Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021. Yaitu soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Bidang usaha miras masuk di dalamnya. Hanya daerah-daerah tertentu saja yang boleh mengadakan bidang usaha miras ini. Daerah-daerah tersebut yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. (news.detik.com, 28/2/2021)

Namun, pada akhirnya aturan mengenai investasi industri miras yang tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dicabut. Keputusan ini diambil setelah menerima masukan dari berbagai organisasi masyarakat keagamaan serta pemerintah daerah. (kompas.com, 2/3/2021)

Tidak heran sebenarnya mengapa investasi industri miras ini dilirik untuk dilegalkan. Karena memang penerimaan negara dari cukai minol cukup besar. Tercatat pada tahun 2015 cukai MMEA mencapai Rp4,5 triliun. Kemudian pada 2016 naik menjadi menjadi Rp5,3 triliun. Setelah itu, cukai MMEA juga kembali meningkat ke Rp5,57 triliun pada 2017 dan Rp6,4 triliun pada 2018. (cnnindonesia.com, 13/11/2020)

Meskipun pendapatan dari miras ini cukup besar, tetapi dampak atau yang ditimbulkan akibat mengonsumsi miras juga besar. Bahkan WHO melaporkan sebanyak 3 juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol pada 2016 lalu. Angka itu setara dengan 1 dari 20 kematian di dunia disebabkan karena mengonsumsi alkohol. (cnnindonesia.com, 24/9/2018)

Selain itu banyak tindak kejahatan atau kriminalitas yang terjadi akibat mengonsumsi miras. Sepanjang 3 tahun terakhir aksi kejahatan yang dilatarbelakangi oleh minuman keras (miras) ternyata cukup masif. Berdasarkan catatan Polri terjadi 223 tindak pidana akibat miras. (jawapos.com, 14/11/2020)

Sungguh miris. Inilah potret negara yang berada dalam cengkeraman sekularisme-kapitalisme. Meskipun kerusakan yang ditimbulkan telah terbukti nyata, tetapi kebijakan dalam  sekularisme-kapitalisme benar-benar telah mengabaikan dampak buruk yang diakibatkan oleh miras. 

Paradigma sekularisme telah memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sehingga penentuan baik dan buruk suatu hal dikendalikan oleh hawa nafsu manusia. Padahal ketika tolak ukur baik dan buruk diserahkan pada manusia, dunia akan rusak. 

Maka tidak heran, jika sekularisme kemudian menghasilkan sistem kapitalis. Sebuah perspektif yang menjadikan keuntungan materi sebagai orientasi utama. Maka wajar, jika demi mengejar keuntungan mereka akan melakukan segala hal. Tidak peduli apakah kebijakan tersebut akan menimbulkan bahaya ataukah tidak. Kaum sekuler-kapitalis hanya mengedepankan materi dan mengabaikan dampak buruk miras yang jelas-jelas dapat merusak masyarakat. 

Sangat berbeda dengan Islam. Karena Islam memiliki standar pasti untuk menilai baik dan buruk sesuatu. Standar tersebut yaitu halal dan haram. Dalam Islam sesuatu yang halal pastilah baik. Begitu juga sebaliknya, suatu hal yang haram pasti buruk. Tanpa melihat apakah suatu hal itu manfaat atau merugikan dari sisi pandangan manusia. 

Dalam Islam, standar baik dan buruk itu ditentukan oleh pencipta manusia dan alam semesta yaitu Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-Jatsiyah ayat 18 yang artinya, "Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui."

Dalam Islam, miras atau khamr itu hukumnya haram. Tidak ada perselisihan lagi dalam hal ini. Islam melarang total semua hal yang terkait dengan khamr. Mulai dari produsen, distributor, toko, hingga konsumen. Sanksi Islam tegas bagi para pelaku kemaksiatan khamr. 

Bagi peminumnya, sanksi berupa hukuman cambuk. Sedangkan untuk para pelaku selain peminum, dikenakan sanksi ta'zir. Yaitu sanksi yang bentuk dan kadarnya ditentukan oleh khalifah atau qadhi sesuai dengan syariat. Tentu sanksi yang diberikan adalah yang dapat memberikan efek jera bagi pelakunya.

Sementara, untuk produsen dan pengedar, selayaknya dijatuhi sanksi yang lebih berat. Karena keberadaan mereka lebih luas bahayanya bagi masyarakat. Oleh karena itu, hanya dengan syariat Islamlah masyarakat akan bisa diselamatkan dari dampak buruk miras atau khamr. 

Namun, semua itu hanya bisa terwujud jika keharaman miras juga diambil sebagai kebijakan negara, bukan hanya individu-individu saja. Negara yang menerapkan sistem Islam, tidak akan memberikan izin bagi industri yang berpotensi merusak umat manusia. Industri-industri yang akan dikembangkan dalam sistem Islam adalah industri yang halal dan sesuai syariat Islam. Sehingga ekonomi menjadi berkah bagi masyarakat dan negara. 

Oleh karena itu, sudah saatnya kita beralih pada sistem Islam yang telah terbukti mampu melindungi umat dari kerusakan. Tidak hanya itu, Islam juga mampu menjamin kemaslahatan bagi warganya. Bahkan, Islam pernah mencapai  tingkat kemakmuran yang tidak tertandingi dan kehebatan Islam juga diakui oleh bangsa Barat.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post