Pemerintah mencabut limbah batu bara dari kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Berdasarkan Lampiran 14 Peraturan Pemerintah (PP) 22/2021 disebutkan, jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau abu terbang dan abu padat. ( nasional.kompas.com , 11/3/2021)
Hal itu menimbulkan pro-kontra. Disambut baik pengusaha batu bara, tetapi digugat oleh masyarakat. Pemerintah dianggap tak berpihak pada kesehatan masyarakat.
PP ini merupakan turunan dari Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 masih menggolongkan FABA sebagai limbah B3.
Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, jika FABA masuk dalam kategori limbah B3 maka akan sangat sulit untuk dimanfaatkan dikarenakan biaya pengelolaannya sangat besar. Hal ini pula yang mendorong 16 asosiasi yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan penghapusan abu batu bara dari limbah B3. ( bbc.com , 12/3/2021
*Oligarki dibalik penghapusan FABA dari B3*
FABA merupakan limbah padat hasil pembakaran batu bara di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan industri bahan baku konstruksi. FABA memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan karena mengandung arsenik, merkuri, kromium, timbal dan logam berat lainnya.
Dampaknya jika terbang di udara akan menganggu kesehatan pernafasan manusia yang menghirup, lalu kalau mengalir ke air akan merusak biota laut, sungai dan pesisir, dan air juga menjadi asam. Ahli kesehatan paru juga menyebut abu batu bara dapat menyebabkan penyakit disebut _coal workers pneumoconiosis_ yang beresiko menimbulkan kematian. ( safetysign.co.id )
Berdasarkan hasil temuan Jatam terdapat 14 orang meninggal dunia akibat FABA yang ditimbulkan dari PLTU batu bara di Palu. Mayoritas meninggal karena kanker nasofaring, paru-paru hitam, dan kanker paru-paru. Lalu di Kalimantan Timur, abunya sudah masuk ke sumber air warga saat hujan, dan terbang masuk ke rumah saat musim kering. ( bbc.com , 12/3/2021)
Di Indonesia sendiri kebanyakan industri swasta masih menggunakan metode pembakaran batu bara tungku, hasil pembakaran batu bara ini sebenarnya masih dikategorikan limbah B3 dikarenakan pembakaran dilakukan pada temperatur rendah. Sehingga unburned carbon di FABA-nya masih tinggi. Mengindikasikan pembakaran masih kurang sempurna dan relatif tidak stabil saat disimpan, sehingga masih dikategorikan limbah B3.
Hujan debu hasil pembakaran batubara seringkali menganggu aktivitas warga sekitar industri atau perusahaan. Bahkan telah merusak lahan-lahan pertanian milik warga secara perlahan. Sumber mata pencaharian warga menjadi hilang, dan kesehatan warga pun semakin menurun.
Dikhawatirkan dengan regulasi tersebut pengelolaan dan pemanfaatan FABA menjadi sembarang dan berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Dan akan menghilangkan tanggung jawab para perusahaan pengelolaan batubara terhadap bahaya pencemaran lingkungan akibat limbah abu batubara.
Jelaslah kebijakan menghapuskan FABA batubara merupakan kebijakan oligarki kapitalis. Demi keuntungan besar para pengusaha, tak peduli keselamatan rakyat akibat menghirup FABA.
Hal ini tampak mulai dari upaya masif oligarki kapitalis batu bara ini dimulai dari upaya merevisi UU Minerba, UU Omnibus Law Cipta Kerja, proyek hilirisasi batu bara yang berusaha membajak RUU EBT, dan sekarang dengan menghapus limbah FABA dari jenis limbah B3. Kebijakan demi kebijakan ini hanya bertujuan agar industri energi batu bara dapat terus mengeruk untung berganda.
Alasan nilai ekonomis FABA menjadi bahan konstrusi dan bangunan seperti batako dan semen hanyalah ilusi. Opini tersebut diciptakan untuk menyembunyikan kepentingan sesungguhnya, yaitu mengurangi biaya perusahaan yang besar dalam mengelola limbah dan melepas tanggung jawab sosial dan kesehatan ke masyarakat.
Inilah mental kapitalisme yang sejatinya rusak dan merusak. Dalam praktiknya para kapitalis yang jumlahnya sedikit ini kemudian menjadi kekuasaan oligarki. Mereka menguasai dan mengendalikan pemerintahan agar membuat berbagai kebijakan yang menguntungkan mereka dan mengorbankan rakyat banyak. Saatnya untuk menolak sistem kapitalisme dan oligarki yang menyertainya.
*Peran Negara dalam Melindungi Rakyat*
Sudah semestinya negara memperhatikan keamanan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Bukan hanya mementingkan diri sendiri, kelompoknya, atau para oligarki. Rakyat seringkali menjadi korban akibat kelalaian tersebut. Sudah semestinya negara memperhatikan setiap kebijakan yang dibuat apakah akan mendatangkan kebaikan ataukah kerusakan bagi rakyat-rakyatnya. Seluruh kebijakan yang memiliki dampak kerusakan bagi alam dan masyarakat sudah seharusnya ditinggalkan. Dan memfokuskan untuk kesejahteraan dan kesehatan rakyat-rakyatnya.
Sebagaimana Islam memberikan tuntunan,
_"Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai." (HR. Bukhari dan Muslim)_
_"Imam/kepala negara itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)_
Ketiadaan sistem yang baku dan shahih seperti saat ini, dimana Kapitalisme menjadi aturan kehidupan sudah tentu merusak tatanan kehidupan, karena bagaimanapun kepentingan yang akan berjalan dari seluruh kebijakan yang dibuat oleh negara akan selalu mementingkan keinginan para Kapital atau para pemilik modal tanpa memperhatikan kerusakan dan dampaknya bagi negara dan masyarakat.
Berbeda halnya dengan Islam, dimana ajaran Islam telah menetapkan bahwa seluruh sumberdaya alam termasuk hutan sebagai hak milik umum (_al-milkiyah ammah_). Ini didasarkan atas hadis Rasulullah ï·º yang berbunyi
_“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput dan api” (HR. Abu dawud, Ahmad, Ibnu Majah)._
Pengelolaan hutan dan pertambangan hanya boleh dilakukan oleh negara (Khilafah) dalam upayanya melakukan pengurusan urusan rakyatnya sebab pengelolaan hutan juga pertambangan secara umum tidak mudah jika dilakukan oleh individu rakyat. Pengelolaan ini sepenuhnya dilaksanakan oleh negara dan seluruh hasilnya adalah untuk kepentingan rakyat. Termasuk di dalamnya pengelolaan limbah dari hasil industri yang tidak akan mencemari lingkungan dan merusak alam dan kehidupan.
Negara akan menerapkan sistem pengawasan dalam pengelolaan lingkungan dan tak akan membiarkan siapapun mengeksploitasinya. Negara juga akan mengimbau masyarakat untuk turut aktif menjaga lingkungan, seraya menerapkan sanksi bagi siapa saja yang melakukan aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan. Sistem yang dapat menerapkan ini semua hanyalah syariat Islam yang diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyyah.
_Wallahu a'lam bis-shawab._ []
Post a Comment