Bahaya Lembaga Pengelola Investasi Kapitalistik


Oleh: Nurhalidah, A.Md.Keb

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan yang melimpah ruah, dan sudah menjadi rahasia umum. Maka, dengan kekayaan yang dikandungnya Indonesia memiliki berbagai julukan, dari julukan negara agraris hingga paru-paru dunia. Walaupun, Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa, namun faktanya indonesia tetap saja jauh dari kata sejahtera dan meminta dana dari negara lain. Bahkan, Indonesia mendirikan lembaga untuk mengelola dana dari asing.

Dikutip dari sindonews.com, 25/01/2021, di penghujung Januari 2021 pemerintah menargetkan akan mulai mengoperasikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Harapannya dengan adanya lembaga ini yakni menarik investasi asing untuk pembangunan dan menggenjot ekonomi nasioanal.

Sementara dikutip dari kontan.co.id, 16/02/2021, Presiden RI Joko Widodo telah mengumumkan jajaran direksi SWF. Dan lembaga yang bernama Indonesia Investment Authority (INA) telah resmi beroperasi. Pada periode awalnya lembaga ini mengutamakan untuk menggandeng investor menyuntikkan dananya pada sektor jalan tol.

Mengajak asing untuk memulihkan dan menggenjot ekonomi negeri ini. Ibaratkan, meminta bantuan tikus untuk menjaga lumbung padi, dan mustahil kita memperoleh keuntungan melainkan rugi total.

Demikian pula, ketika pembiayaan infrastruktur dibangun dengan penyertaan modal dari asing. Hasilnya nanti yang menikmati hanyalah segelintir elite yang memuluskan jalannya para pemilik modal dan pemilik modal itu sendiri. 

Lalu apa kabar rakyat? Ujung-ujungnya rakyat akan semakin tersisihkan dan hanya menerima dampak buruknya saja.

Fenomena selalu menggambarkan demikian. Apakah ada lagi lembaga pengelola investasi, maka asing akan berbondong-bondong mencengkram dan menancapkan kukunya di negeri ini. Alhasil, lama-kelamaan Indonesia hanya tinggal sebuah nama, sebab di dalamnya telah dipenuhi oleh kebijakan asing. 

Demikianlah, ketika sistem pemerintahan menggunakan aturan yang tidak benar. Yakni, demokrasi sekuler dengan sistem ekonomi kapitalismenya, akan menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru. Tolak ukur yang digunakan dalam menyelesaikan masalah adalah keuntungan.

Walaupun dibalik keuntungan yang mereka peroleh ada tangisan pilu rakyat, mereka acuh tak acuh. Maka dari itu, mengharapkan ekonomi stabil dalam genggaman demokrasi bersiap-siaplah untuk kecewa.

Maka dari itu, untuk menggenjot ekonomi negeri ini tidak ada cara lain selain kembali ke Islam. Islam memiliki berbagai cara yang manjur untuk memperbaiki ekonomi serta membangun berbagai infrastruktur, guna terbentuknya masyarakat yang sejahtera.

Pertama, Islam memperhatikan terkait kepemilikan. Dalam Islam ada tiga bentuk kepemilikan. Yakni,  kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Hasil dari kepemilikan umum yang dikelola oleh negara akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk infrastruktur, dan mendistribusikan kekayaan tersebut secara merata. Maka, dengan pengelolaan yang benar peluang untuk ngutang itu tipis.

Kedua, menarik pajak (dharibah) sesuai ketentuan syariah.

Ketiga, negara menghemat pengeluaran untuk menghemat defisit anggaran, khususnya pada pengeluaran yang tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda.

Demikianlah, Islam menggenjot ekonomi negara. Namun, jika cara-cara tersebut sudah ditempuh dan negara masih membutuhkan dana. Maka, barulah mengutang namun tetap wajib terikat hukum-hukum syariat.

Maka dari itu, sudah saatnya negeri ini melepaskan belenggu demokrasi dan mengambil Islam sebagai peraturan. Agar terwujud negara yang mandiri, rakyat sejahtera, kehidupan yang aman sentosa, dunia dan akhirat.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post