Terbebas dari Utang Ribawi



Oleh : Sitti Nurlyanti Sanwar
(Pegiat Sosial Media)

Tahun 2020 adalah tahun pesakitan bagi Indonesia, diawal tahun negera ini diserang oleh virus kecil mematikan yang awalnya dianggap remeh oleh sebagian masyarakat biasa sampai penjabat pemerintahan. Covid-19 berhasil lebih memporakporandakan perekonomian negara, dimana setelah pemerintah memutuskan lockdown semua aktivitas perekonomian merosot tajam. Banyak karyawan di PHK dan kehilangan lapangan pekerjaan. Hal ini menambah beban negara, yang secara otomatis adanya pembekakan utang untuk penanganan kasusu Covid-19.

Pembekakan utang negara sebenarnya terjadi sejak krisis 1998 dan era reformasi sampai saat ini. Di akhir tahun Indonesia mendapat kado pahit yakni penambahan utang luar negeri yang nyaris menembus Rp. 6.000 trilun tercatat 413,4 miliar dolar AS atau setara Rp 5.877 triliun . Data yang dirilis oleh Bank Dunia menunjukan bahwa Indonesia berada pada peringkat keenam pengutang terbesar (republika.co.id, 27/12/2020).

Pencapaian yang sangat luar biasa dan menyedihkan, utang sebanyak itu pasti lah akan bebankan kembali pada rakyat. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, malang betul nasib rakyat, menjadi kambing hitam yang katanya untuk kepentingan rakyat malah dirampok oleh pejabat negara. Utang yang selangit sejalan dengan bunga yang terus bermekaran, entah sampai kapan negara ini terus terkungkung dalam liitan utang.

Utang  bukan hanya dimiliki oleh Indonesia namun juga dimiliki negara lain yang masuk negara utang terbesar di dunia  yakni China, Brazil, India, Rusia, Meksiko, Turki, Argentina, Afrika  Selatan dan Thailand. Kenapa negara seadidaya China memiliki utang, dimana kita tahu mereka telah melebarkan sayapnya untuk mengusasi SDA di beberapa negara termasuk Indonesia? Hal tersebut disebabkan ekonomi kapitalis yang diemban oleh negara-negara hari ini. Utang yang berbunga adalah riba yang mana dalam Islam hukumya haram.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba). Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (TQS Alal-Baqarah [2]: 275).

Ayat tersebut sudah jelas bahwasanya riba tidak diperbolehkan. Namun, di sistem ekonomi kapitalis riba sesuatu yang biasa saja bahkan mengutungkan dengan bunga utang yang didapat dan memperdaya negara yang diberi utang. Yang menjadi pertanyaan bisakah utang sebanyak itu dilunasi oleh negara?

Jika negara kita masih pro dengan ekonomi kapitalis, maka jawabanya utang tersebut tidak akan pernah lunas, karena tiap tahunnya saja negara menambah jumlah utang, belum lagi bunga dari utang pokok yang dinilai dengan dolar. Namun, berbeda dengan Islam

Islam bukan hanya agama ritual saja, Islam adalah ideologi yang mengatur tatanan kehidupan, dari urusan dapur sampai urusan negara. Permasalahan negara dapat terselesaian dengan sistem Islam dalam naungan khilafah. Dalam sistem Islam  pengaturan harta negara diatur dengan ekonomi Islam yakni Bayt al-Mal sebuah institusi khusus untuk menangni kekayaan negara yang akan diberikan kepada rakyat yang berhak mendapatkannya.

Dengan pengaturan sistem ekonomi Islam sejarah mencatat bebas utang namun pembangunan dilakukan di wilayah yang sangat luas. Sistem Islam mewujudkan negara dengan APBN tanpa utang, rakyat merasakan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan tanpa mebedakan kaum muslim dan non muslim.

Oleh karena itu, pentingnya dakwah politik Islam untuk menyadarkan umat akan kebangkitan Islam yang mengatur segala lini kehidupan manusia. Sehingga umat sadar dan bangkit untuk segera hijrah menuju sistem yang berdasarkan pada aturan Allah.
Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post