Polda Metro Jaya menahan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Kadiv Humas Polri Irjen pol Argo Yuwono menyebut, Habib Rizieq ditahan dengan dua alasan.
"Alasan penahanan ada dua yakni alasan objektif dan subjektif," kata Argo dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Minggu (13/12/2020).
Alasan objektif yakni karena Habib Rizieq sebagai tersangka diancam dengan hukuman di atas 5 tahun penjara. Ia dipanggil terkait dengan kerumunan yang ditimbulkan oleh acara pernikahan putrinya, Shafira Najwa Shihab, yang kemudian dilanjutkan dengan acara Maulid Nabi pada tanggal 14 November 2020.
Kedilan menjadi hal langka dalam aura kepemimpinan rezim demokrasi. Keadilan kembali terkoyak pasca ditetapkannya HR5 sebagai tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan. Tak hanya HR5, polisi menetapkan lima orang tersangka lainnya.
Mereka adalah Haris Ubaidillah (Ketua Panitia), Ali Bin Alwi Alatas (Sekretaris Panitia), Maman Suryadi (Panglima LPI—Penanggung jawab Keamanan Acara), Sobri Lubis (Ketua Umum FP1-Penanggungjawab Acara), dan Habib Idrus (Kepala Seksi Acara).
HRS dijerat dengan pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP. Sedangkan lima tersangka lain dijerat Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 160 KUHP diketahui berbunyi: ‘Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500’.
Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar berpendapat, pasal itu bisa digunakan jika ada beberapa unsur terpenuhi. “Menghasut itu harus ada dulu orang yang menghasut, harus ada dulu orang yang mengikuti hasutannya. Kalau enggak ada, enggak masuk itu, enggak terbukti,” kata Fickar. (CNNIndonesia, 11/12/2020)
Apakah kerumunan memiliki makna yang berbeda? Ada ribuan anggota KPPS yang reaktif Covid-19, bisakah kerumunan pilkada dipidanakan? Jika memang kerumunan melanggar aturan, mestinya hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Siapa pun yang membuat kerumunan massa harusnya ditindak tegas. Jangan dipilih-pilih semaunya.
Jika ada warga berkerumun karena melakukan hajatan nikah, lalu protokol kesehatan tidak dijalankan, akankah dijerat dengan pasal yang sama seperti yang dialami HRS? Kalaulah negeri ini berkomitmen sebagai negara hukum, maka perlakukan hukum secara adil dan berimbang. Tidak tumpul ke atas, lalu tajam ke bawah.
Dalam praktiknya, hukum dalam sistem demokrasi sangat rentan dijadikan alat kepentingan. Kekuasaan bisa membutakan. Jika hukum sudah ternodai dengan kepentingan kekuasaan, maka saat itu hukum tak bisa melihat lagi benar dan salah. Pada akhirnya kebenaran ditentukan oleh mereka yang memegang kendali kekuasaan.
Keadilan merupakan hal yang paling esensial dalam kehidupan. Tanpa keadilan, mustahil kehidupan ini berjalan harmonis dan seimbang. Adil adalah salah satu sifat yang harus dimiliki seseorang dalam rangka menegakkan kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali.
Allah memerintahkan setiap hamba-Nya untuk berlaku adil. Karena keadilan itu akan membawa nilai kebaikan, kejujuran, dan kebahagiaan hidup. Lawan kata adil adalah zalim. Siapa saja yang tidak berbuat adil, maka orang itu pasti zalim. Begitulah Islam menetapkan adil dan zalim sesuai timbangan syariat. Bukan sesuai kemauan penguasa sebagaimana fakta keadilan yang terjadi hari ini.
Dalam Islam, proses penyelesaian suatu perkara membutuhkan persaksian dua orang saksi yang adil. Allah berfirman dalam surat An Nisa [4] ayat 135,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”
Menegakkan keadilan dalam hubungan antara sesama manusia harus dilakukan dengan hati yang bening dan bersih. Janganlah karena kebencian atau ketidaksukaan terhadap suatu kaum atau kelompok, kita berlaku tidak adil.
Untuk keadilan dalam urusan pemerintahan, Allah memerintahkan kepada para pejabat atau pemimpin untuk melaksanakan amanat dan tanggung jawab mereka dan memutuskan suatu perkara hukum dengan adil.
Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat." (QS An Nisa:58 )
Menyampaikan 'amanat' yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah melaksanakan jabatan yang dipercayakan kepada para pemimpin sebaik-baiknya. Allah memerintahkan untuk melaksanakan jabatan itu bagi kepentingan rakyat, dan kepentingan publik. Memperlakukan secara sama terhadap semua penduduk yang dipimpinnya, tidak mengutamakan sebagiannya dan meminggirkan yang lainnya.
Dalam Hadist, Rasulullah mengingatkan, "Tidaklah seorang pemimpin yang memimpin umat muslimin, lantas dia meninggal dalam keadaan menipu mereka (menipu umatnya), kecuali Allah mengharamkan surga baginya." (HR Al-Bukhari).
Wallahu'Alam
Post a Comment