Uang menjadi hal yang penting dalam hidup. Tidak hanya sekadar berfungsi sebagai alat tukar, namun uang juga bisa menjadi penentu status sosial seseorang. Seakan jika seseorang punya banyak uang, maka dia akan mampu membeli dunia dan kebahagiaan. Tidak hanya skala individu, pun demikian dengan skala negara. Pandemi Covid-19 berdampak pada ambruknya perekonomian Indonesia. Peningkatan kebutuhan dan besarnya pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan serta untuk pemulihan ekonomi nasional menjadi alasan mengapa Indonesia harus menambah hutang luar negerinya.
Dari data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2020 tercatat 413,4 miliar dolar AS atau setara Rp 5.877 triliun. Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, mengatakan pada Oktober 2020, ULN pemerintah tercatat 199,8 miliar dolar AS atau tumbuh 0,3 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada September 2020 sebesar 1,6 persen (yoy). Struktur utang luar negeri Indonesia terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 202,6 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) 210,8 miliar dolar AS. (Republika.coba.id)
Dilansir dari penjelasan resmi Bank Indonesia (BI), utang luar negeri Indonesia diprioritaskan untuk membiayai pembangunan pada sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu pada sektor kesehatan dan kegiatan sosial, sektor konstruksi dan sektor jasa pendidikan, sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib serta sektor jasa keuangan dan asuransi. Hutang luar negeri Indonesia juga diperuntukkan untuk bank sentral yang bertanggungjawab untuk menjaga stabilitas harga atau nilai mata uang, agar inflasi terkendali atau berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi yang optimal bagian perekonomian (low/zero inflation), untuk itulah mengapa hutang luar negeri juga diperuntukkan untuk bank sentral. Sementara untuk utang luar negeri swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LPG), sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan & penggalian.
Hutang luar negeri Indonesia sebesar Rp. 5.877 triliun, 202,6 miliar dollar AS diperuntukkan untuk sektor publik (pemerintah dan bank sentral), sementara 210,8 miliar dollar AS diperuntukkan untuk sektor swasta (termasuk BUMN). Catatan dari laporan realisasi APBN yang diterbitkan oleh kementrian keuangan secara bulanan, hutang luar negeri Indonesia adalah untuk meningkatkan pembiayaan dan menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Jadi hutang luar negeri Indonesia lebih banyak diperuntukkan untuk swasta, termasuk di dalamnya BUMN. Mengapa swasta (termasuk BUMN) membutuhkan suntikan dana yang lebih besar dari pada sektor publik (pemerintah dan bank sentral)? dan mengapa suntikan dana untuk swasta (termasuk BUMN) diambil dari hutang luar negeri?
Apabila ditelaah lebih dalam, sesungguhnya Indonesia mempunyai Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa besarnya. Dengan sumber daya alam tersebut, Indonesia akan mampu membiayai kebutuhan dalam negerinya tanpa harus berhutang. Karena sesungguhnya sumber saya alam merupakan anugerah yang diberikan Sang Pencipta yang merupakan modal utama yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya. Indonesia, Brazil, Kongo dan negara-negara di Timur Tengah merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam hayati dan non hayati yang berlimpah. (wikipedia .org).
Ketidakseriusan untuk mengelola sumber daya alam sendiri, tidak meratanya distribusi hasil sumber daya alam, menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada asing, tingginya angka impor bahan pangan dan bahan baku Indonesia dari negara lain adalah beberapa faktor mengapa Indonesia belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya. APBN yang sudah dianggarkan seharusnya bisa dibiayai dari hasil sumber daya alam dalam negeri masih harus ditutupi dengan cara berhutang. Pandemi Covid-19 bukan menjadi salah satu alasan ketidaksejahteraan Indonesia, perekonomian yang melemah, banyaknya anak putus sekolah atau bahkan permasalahan gizi buruk sekalipun. Sebelum pandemi Covid-19 pun perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia sudah memburuk. Bertambahnya hutang yang salah satunya untuk membiayai kesehatan dan untuk memenuhi kebutuhan rakyat hanya lips servis, mengapa tidak? Karena sesungguhnya dengan pengalokasian dan pendistribusian ABPN yang sudah direncanakan dengan pengaturan pemasukan dan pengeluaran sesuai post masing-masing, maka problem ketidaksejahteraan rakyat, perekonomian yang melemah bahkan ketika negara dalam kondisi khusus, misal ada wabah atau bencana, maka akan bisa terpenuhi dengan APBN yang sudah direncanakan dan diterapkan. Tidak dengan cara berhutang.
Adalah Islam, sistem aturan seluruh lini kehidupan yang berasal dari pencipta manusia, dimana kedaulatan ada di tangan syara' dan kekuasaan ada di tangan ummat, di mana adalah sistem Islam, pengaturannya berbeda dengan pengaturan APBN dalam konvensional saat ini. Dalam APBN sistem Islam, tidak mengandalkan hutang dan pajak. Alokasi pengeluarannya jelas, masing-masing pengeluaran akan diambilkan dari sumber penerimaan yang mana. Dan yang terakhir, dalam penyusunannya dilakukan sepanjang waktu berdasarkan alokasi waktu yang sudah ditentukan syari'ah, tidak setiap tahun seperti saat ini, sehingga tidak ada yang namanya menghabiskan anggarannya.
Post a Comment