Beri Paket Bansos Tak Layak, Cermin Buruknya Pengurusan Rakyat


Oleh : Ratna Ummu Nida 

Belum ada yang bisa memprediksi kapan pandemi covid-19 ini akan berakhir mengingat kasus ini kian hari terus bertambah. Terlebih lagi setelah liburan panjang pergantian tahun, dipastikan akan ada lonjakan kasus baru. Kendati demikian antusias masyarakat untuk liburan tidak dapat dielakkan mengingat masyarakat sudah jenuh berada di rumah sehingga mengabaikan bahwa pandemi ini masih ada. 

Pandemi ini memang sangat berdampak dalam kehidupan manusia, mulai dari masalah kesehatan, pendidikan, bahkan yang tampak lebih jelas masalah ekonomi. Tidak sedikit perusahaan yang harus gulung tikar, PHK besar-besaran pun tak dapat dihindarkan. Jumlah pengangguran pun otomatis bertambah. 

Disaat seperti ini sudah semestinya pemerintah hadir memberikan bantuan pada masyarakat. Bukan hanya bantuan moral namun juga material. Bantuan sosial yang disediakan pemerintah saat ini dirasa belum sepenuhnya mampu menuntaskan masalah kesulitan yang dialami masyarakat. 

Menyediakan bahan pangan yang layak makan untuk rakyat adalah kewajiban pemerintah di masa pandemi ini. Sementara bantuan sosial yang masih jauh dari kata cukup, bahkan banyak warga yang mengeluh tidak mendapatkan hak bansos ini. 

Di Bekasi contohnya. Masyarakat  banyak mengeluhkan tentang bansos yang mereka terima. Mulai dari kualitas beras yang jelek, sarden yang rusak dan lain-lain. 
Kepala Seksi Data Bidang Penanggulangan Masyarakat Miskin Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bekasi, Tentrem, mengatakan, aduan bansos yang masuk langsung ke kantor Dinsos Kota Bekasi biasanya terkait  bantuan presiden.

Jenis aduannya macam-macam, misalnya kualitas komoditas yang jelek serta belum pernah sama sekali mendapat bantuan. "Kalau komplain, kebanyakan bansos dari presiden. Kalau dari kota engga ada, mereka biasanya komplain karena belum dapat," terang Tentrem.
"Mereka biasanya ngadu komoditinya jelek, ada yang datang langsung. Berasnya hitam dan ada kutunya. Minyak yang itu terus sardennya juga jelek," ujar Tentrem (Republika.Co.Id, 12/12/2020).

Kondisi rakyat yang sudah sedih dengan pandemi ini akan bertambah sedih tatkala bantuan yang mereka terima ala kadarnya. Memang tak heran jika kondisi seperti ini terjadi dalam sebuah negara yang menganut sistem kapitalisme. Di tengah kesusahan rakyatnya pun masih mencari celah keuntungan. Malahan tak ayal dana bansos pun dikorupsi.

Berbeda dengan sistem pemerintahan bercorak kapitalisme, sistem Islam akan melahirkan para pemimpin yang berfokus pada kemaslahatan umat. Sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir adalah kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan umat tanpa menimbulkan permasalahan baru.

Karena sesungguhnya, para pemimpin dalam Islam memahami bahwa keberadaannya adalah semata untuk beribadah kepada Allah swt. Mereka takut akan azab Allah swt bagi penguasa yang lalai terhadap amanahnya. Apalagi menjadikan amanahnya sebagai jalan tol perburuan rentenya.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang diamanahi mengurusi umatku lalu menyusahkan mereka, maka baginya Bahlatullahi. Para sahabat bertanya, apakah itu Bahlatullahi? Rasulullah menjawab, Laknat Allah.” (HR Abu Awanah dalam kitab sahihnya).

Dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah, rakyat tidak akan dibiarkan sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Karena hal demikian adalah hak rakyat yang harus dipenuhi negara. Negara berkewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat yaitu sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan.

Sesungguhnya, sebaik-baik teladan adalah Rasul dan para sahabatnya. Dalam permasalahan penanganan wabah, kita bisa meneladaninya dari Khalifah Umar bin Khaththab.

Dikisahkan dalam buku The Great Leader of Umar bin Khaththab, Kisah Kehidupan dan Kepemimpinan Khalifah Kedua, bahwa pada 18 H, orang-orang di Jazirah Arab tertimpa kelaparan hebat. Makanan sungguh sulit didapatkan.

Langkah awal Umar saat itu adalah menjadi teladan terbaik bagi rakyatnya dalam menghadapi krisis. Ia dan keluarganya selalu berhemat dan hidup sederhana, agar beliau bisa merasakan penderitaan yang dialami oleh rakyatnya.

Teladan ini telah membawa pejabat di bawahnya mengikuti langkah beliau. Perilaku ini berbanding terbalik dengan pejabat di sistem saat ini yang boros dan bermewah-mewahan.

Setelah itu, dengan kecerdasan dan kepekaan perasaannya, Khalifah Umar langsung membuat keputusan, lalu mengatur dan mengelola seluruh struktur pemerintahan di bawahnya, sehingga bisa cepat, sigap, dan tuntas dalam memenuhi kebutuhan umat saat krisis.

Beliau mengerahkan seluruh struktur dan perangkat negara untuk membantu masyarakat yang terdampak. Para pejabat pun dengan sigapnya merespons hal tersebut, seperti yang dilakukan Wali Mesir, Amr bin Ash.

Khalifah Umar melayangkan surat kepada wali Mesir, Amr bin ‘Ash, yang memerintahkan Amr bin ‘Ash untuk mengirimkan pasokan makanan ke Madinah. Menanggapi surat tersebut Amr bin ‘Ash menuliskan,

“Saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada di hadapan Anda (di Madinah) dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir), dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut.”

Perkataan Amr bin ‘Ash direalisasikannya saat itu juga. Cepatnya respons Amr bin ‘Ash terhadap perintah Khalifah Umar, merupakan bukti keharmonisan pemerintah pusat dan daerah.

Begitu pun kecintaan Umar pada rakyatnya, terwujud berupa kebijakan yang menyelesaikan seluruh hajat umat, yang dibalas dengan doa terbaik seluruh rakyatnya untuk Sang Khalifah.

Hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah berlangsung harmonis, dan antardepartemen begitu sinergis. Banyaknya penguasa yang dalam benaknya selalu memikirkan kondisi umat, adalah kondisi saat sistem Islam menjadi arah pandang negaranya.

Begitulah, saat Islam menjadi ideologi negara, semua penguasa akan berpandangan sama, yaitu keberadaan mereka semata untuk umat. Tidak seperti saat ini yang menjadikan kepentingan pribadi dan golongan sebagai asas mereka bekerja. (Dikutip dari MNews)

Wallahu 'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post