Oleh: Erni Yuwana (Aktivis Muslimah)
"Berhati-hatilah kamu dalam berutang, sesungguhnya utang mendatangkan kerisauan di malam hari dan kehinaan di siang hari. " (HR.Baihaqi)
Teguran dari Rasulullah SAW akan bahaya utang tak terdengar di bumi Pertiwi ini. Justru ledakan utang terus dihidupkan. Angka utang terus menanjak dan melonjak. Sayangnya, utang Indonesia kian dianggap sepele, bahkan terkesan dibanggakan negeri ini. Apalagi utang yang dilakukan bangsa adalah utang riba yang otomatis berbunga. Jika utang saja merupakan jalan kehinaan yang merisaukan, apalagi utang riba yang mutlak haramnya dan menjadi penghancur segala keberkahan dan kebaikan yang ada.
Total utang baru Indonesia yakni bertambah sebesar lebih dari Rp 24,5 triliun. Utang baru tersebut merupakan kategori pinjaman bilateral. Rincian utang luar negeri itu berasal dari Negara Australia sebesar Rp 15,45 triliun dan utang bilateral dari Negara Jerman sebesar Rp 9,1 triliun. Pemerintah mengklaim, penarikan utang baru dari Jerman dan Australia dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan penanggulangan pandemi Covid-19. (Kompas.TV)
Adapun utang Indonesia sampai dengan akhir Bulan September 2020 yakni Rp 5.756,87 triliun, yang terdiri dari pinjaman sebesar Rp 864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4.892,57 triliun.
Menkeu Srimulyani menuturkan bahwa pinjaman dana tersebut untuk menyelamatkan negara Indonesia akibat dampak pandemi covid-19 dan juga untuk pemulihan ekonomi nasional.
Celakanya, sumber pendapatan terbesar negara berasal dari pajak. Sementara pendapatan dari penerimaan pajak dalam negeri mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan APBN yang dianggarkan tiap tahunnya sebagian besarnya berasal dari pajak dan utang. Padahal, negeri ini adalah negara yang kaya akan SDA nya. Ke mana kekayaan bumi Indonesia ini? Kenapa pendapatan negara bertumpu kepada pajak dan hutang semata?
Sungguh ironi, keberkahan bumi pertiwi ini seolah musnah tak bersisa sama sekali. Memiliki kekayaan alam yang terbentang luas, tidak memberikan keberkahan dan kesejahteraan hidup bagi rakyat. Sayangnya, kekayaan alam negeri ini terus dijarah oleh negara asing. Hingga masyarakat tak jarang hidup di bawah garis kemiskinan, pendidikan rendah, terpinggirkan bahkan terabaikan.
Buruknya pengelolaan SDA dan jatuhnya kepemilikannya di tangan negara asing membuktikan bahwa penguasa tidak mampu menjalankan kewajibannya sesuai amanat Allah SWT untuk mengurus dan melayani umat/masyarakat.
Padahal, Rasulullah SAW bersabda, “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka” (HR. Muslim).
Terkait pengelolaan SDA, Rasulullah Saw. bersabda, “Kaum Muslim berserikat (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).
Artinya: air dan rumput adalah berupa simbol sumber daya alam yang terus mengalir, baik sumber air, hutan, padang gembala yang luas dan lain sebagainya. Sedangkan api adalah simbol barang tambang berupa minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya. Dan sumber daya alam tersebut merupakan kepemilikan umum (milkiyyah ammah).
Dalam sistem Islam, negara Indonesia memperoleh pemasukan yang sangat besar dari pemilikan umum (milkiyyah 'ammah). Yakni, dari pengelolaan hasil pertambangan, minyak bumi, gas alam, kehutanan dan lainnya. Negara wajib bertanggung jawab untuk mengelola sebaik mungkin sumber daya alam tersebut dan memberikan hasilnya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Haram hukumnya menyerahkan kepemilikan umum (termasuk barang tambang) kepada individu, swasta apalagi asing.
Islam memiliki aturan yang khas dan jelas dalam pengelolaan ekonomi. Namun, semua aturan ini akan sulit tercapai bila masih menggunakan sistem demokrasi-kapitalis. Alih-alih penguasa melindungi dan menjaga sumber daya alam rakyat, mereka justru berlomba menjualnya kepada negara asing. Alih-alih mengatasi kemiskinan, mereka justru menjerumuskan Indonesia ke jurang kemiskinan yang lebih dalam. Termasuk berkubang pada riba yang hina dan pajak yang memberatkan.
Allah SWT berfirman dalam Surat Thaha ayat 124, “Siapa saja yang berpaling dari perintahku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”.
Semua kesejahteraan rakyat akan terpenuhi jika sistem Islam dapat diterapkan di dalam diri individu, masyarakat dan negara. Sudah saatnya umat muslim menyadari bahwa negeri ini membutuhkan penerapan aturan Allah SWT secara kaffah di bawah institusi negara, yakni Khilafah rasyidah. Wallahu'alam bis shawab.
Post a Comment