Selamatkan Komodo Dari Eksploitasi Rezim Kapitalistik




Oleh : Ana Mardiana

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menegaskan tetap akan mempromosikan proyek wisata Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT). Alasannya, komodo merupakan hewan yang hanya ada di Indonesia sehingga memiliki nilai jual tinggi.
"Karena saya pikir komodo ini cuma satu satunya di dunia, jadi kita harus jual," katanya dalam Rakornas Percepatan Pengembangan 2 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), Jumat (27/11).

Komodo merupakan hewan endemik indonesia yang merupakan hewan satu-satunya di dunia, namun pemerintah sedang membangun salahsatu kawasan super prioritas nasional di pulau Rinca. Di gadang-gadang pulau itu akan di sulap menjadi destinasi wisata premium yang di kenal dengan sebutan "jurassic park" versi indonesia.

Sontak, langkah penerintah ini mendapat banyak kecaman atau kritikan di media sosial twitter dan intagram setelah viral foto komodo yang menghadang truk proyek di pulau tersebut. Banyak yang menaikkan hashtag #Save Komodo, #Save Komodo Now dan #Selamatkan Komodo.

Bukan hanya di media sosial, Komisi IV DPR RI, Yohanes Fransiscus Lema juga menanggapi rencana pemerintah untuk pembangunan  di pulau Rinca tersebut, ia mendesaj KLKH (Kementrian Linkungan Hidup dan Kehutanan) untuk bersungguh-sungguh menjalankan fungsinya sebagai pertahanan terakhir konservasi komodo ini.
" KLKH seharusnya memahami dan menjalankan perannya bukan sebagai pemberi izin tetapi penjaga kenservasi di taman nasional komodo", Ujarnya.

Meski, penolakan banyak berdatangan, tidak menggertarkan ambisi pemerintah untuk tetap mempromosikan taman nasional komodo ini, pembangunan berdalih untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar tanpa mengorbankan lingkungan tapi nyatanya justru pihak yang diuntungkan adalah para investor dengan bisnis mereka.
 
Padahal jika kita cermati lebih dalam, rencana pemerintah ini sebenarnya untuk memuluskan jalan meraup kekayaan para investor, seperti yang sudah di umumkan pemerintah bahwa saat ini ada dua korporasi yang mengantongi konsensi di zona pemanfaatan itu yaitu PT Komodo Wildlife Ecotourism ( KWE ) memegang konsensi seluas 426, 07 ha, dan  PT Segara Komodo Lestari (SKL) memegang  lahan konsensi seluas 22,01 ha.

Proyek menjual kawasan wisata alam terbukti mengganggu habitat makhluk hidup. Keberlangsungan hidup komodo akan terancam dengan pembangunan besar-besaran. Pengembangan kawasan konservasi dengan dalih memajukan ekonomi rakyat Flores. Lahan konservasi berubah menjadi lahan investasi. Jelas, proyek tersebut hanya menguntungkan pihak investor baik swasta lokal maupun asing, rakyat hanya mendapat remah-remahnya saja. 

Pembangunan pariwisata tidak hanya merugikan manusia dan alam tetapi juga mengalihkan dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang memberikan pemasukan besar. Pemasukan negara digenjot dengan pembangunan parwisata, padahal Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Jika, dikelola mandiri akan memberikan pendapatan yang fantastis serta mampu mensejahterahkan rakyat. Begitulah, jika pengelolaan sumber daya alam diberikan kepada swasta (kapital) sehingga kesengsaraan hidup yang dirasakan oleh rakyat serta dampak kerusakan lingkungan yang tidak terkendali lagi.

Eksploitasi tanpa batas ini akan selalu terjadi sebab sistem demokrasi meniscayakan aturan bisa dirubah-rubah sesuai dengan pesanan. Hal ini adalah konsekuensi logis karena rezim yang berkuasa harus melakukan balas budi kepada para kapital (pemilik modal) yang telah membantunya menduduki kursi kekuasaan. Salah satu diantaranya melegalkan sejumlah Undang-Undang (UU) untuk memuluskan bisnis para kapital seperti UU Migas, UU Minerba, UU Ketenagalistrikan dan lainnya. Jadi, meskipun kebijakan tersebut jelas merusak lingkungan (habitat) komodo, tetap akan dieksplorasi dan dieksploitasi sesuai pesanan.

Sektor pariwisata yang digenjot pemerintah merupakan gambaran nyata praktik ekonomi kapitalisme yang diterapkan dalam sistem pemerintahan demokrasi. Konsekuensi dari ekonomi kapitalisme adalah kekayaan SDA yang bisa untuk menghidupi rakyat berpindah hanya kepada segelintir pemilik modal.

Hal ini sangat berbeda dengan sistim islam. Islam sangat menjaga keberlangsungan hidup hewan langka. Islam memiliki aturan sendiri tentang wilayah konservasi (Hima), hima merupakan zona yang tak boleh disentuh atau digunakan untuk apa pun. Rasulullah SAW bersabda, “Tempat tinggal yang paling menyenangkan adalah hima, andai saja di sana tak terdapat banyak ular.” (HR Nasa’i). Hima yang dimaksud dalam hadis itu adalah nama sebuah tempat di zaman Rasulullah yang di dalamnya terdapat padang rumput. Tempat itu tidak boleh dijadikan sebagai tempat mengembala (Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadith Al-Nabawi).

Dijelaskan bahwa hima merupakan wilayah konservasi untuk menjaga keseimbangan alam. Hima merupakan zona yang tak boleh disentuh atau digunakan untuk apa pun bagi kepentingan manusia. Tempat tersebut digunakan sebagai konservasi alam, baik untuk kehidupan binatang liar maupun tumbuh-tumbuhan.

Begitu pula para Khalifah menetapkan beberapa hima. Contoh, Khalifah Usman bin Affan memperluas Hima al-Rabdah tersebut yang diriwayatkan mampu menampung 1000 ekor binatang setiap tahunnya (Republika.co.id). Begitu luar biasanya Islam mengatur semua aspek kehidupan termasuk aturan satwa langka atau liar.

Jadi, tak ada celah untuk mengeksploitasi satwa langka sebagai pemasukan negara atau lainnya, tidak perlu menarik minat para investor asing maupun lokal untuk memperbaiki ekonomi sekitar area konservasi. Adapun pengelolaan keuangan dalam Islam diatur dalam Baitul Mal. Pemasukan dan pengeluaran sudah diatur dengan rapih, misal pemasukan negara dari kepemilikan umum dan negara, fa’i, kharaj, jizyah, zakat, dan lainnya. Pengeluaran untuk kemaslahatan umum misalnya dari pos kepemilikan umum, Indonesia termasuk negeri yang memiliki banyak sumber daya alam.

Jika semua dikelola dengan baik sesuai aturan Islam, cukup untuk mensejahterakan warga negara Indonesia. Tak akan berutang, atau mencari-cari pemasukan dari sisi lain yang tidak masuk kategori pos pemasukan Baitu Mal. Tak terfikir untuk korupsi, bagaimana ada hasrat untuk korupsi sementara kesejahteraan sudah terpenuhi dengan baik. Tidakkah kita rindu pada aturan Allah ? Wallahu'Alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post