RCEP ALAT BARU PENYEMPURNA PENJAJAHAN ASEAN




Oleh : Ana Mardiana

Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) resmi ditandatangani setelah melalui proses panjang pada Minggu (15/11/2020). Penandatanganan itu merupakan hari bersejarah mengingat Indonesia menginisiasi kerja sama tersebut saat bertindak selaku Ketua ASEAN pada 2011 silam.

“Hari ini merupakan hari yang bersejarah. Hari ini kita menandatangani Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP,” ujar Presiden Joko Widodo dalam pidatonya secara virtual di KTT ke-4 RCEP dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat (Cnbcindonesia.com, 15/11/2020).

Munculnya perjanjian RCEP yang mewakili 30% Produk Domestik Bruto (PDB) global diyakini bisa menjadi langkah positif yang besar menuju liberalisasi perdagangan. Tak hanya demikian, arus tenaga kerja dan berbagai permodalan asing pun mendapatkan kesempatan emas untuk bebas masuk ke Indonesia dan negara ASEAN.

Hal senada pun diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi Institute for Development on Economics (Indef) Bhima Yudistira. Ia menilai RCEP ini bukan hanya soal liberalisasi perdagangan tapi juga arus tenaga kerja, dan permodalan asing. (Cnbcindonesia.com 16/11/2020).

Kemendag mengatakan, RCEP akan mendorong kerja sama dan meningkatkan kapasitas dalam implementasi perjanjian yang akan menguntungkan negara yang tergabung dalam perjanjian ini. Cakupan yang mereka fokuskan antara lain perdagangan barang, jasa, investasi, kekayaan intelektual, niaga elektronik, kerja sama ekonomi dan teknis, bidang hukum dan kelembagaan, termasuk penyelesaian sengketa.

Manfaat RCEP antara lain,  RCEP mendorong peningkatan jasa telekomunikasi yang berkualitas tinggi. RCEP memperluas akses pasar dan meningkatkan daya saing bagi penyedia sektor jasa maupun tenaga kerja di Indonesia. RCEP mendorong investor Indonesia untuk berinvestasi di seluruh wilayah RCEP dengan adanya peningkatan iklim investasi dalam kawasan. RCEP mengatur mekanisme yang lebih baik dalam mengatasi hambatan non tarif. RCEP mendukung pengakuan Jasa Profesional dalam kawasan. RCEP memfasilitasi peningkatan lingkungan regulasi dan peluang bisnis pada semua lini. RCEP mendorong pembangunan kapasitas ekonomi dan kemampuan UKM dalam kawasan. RCEP memberikan perlindungan dan penegkan kekayaan intelektual didalam kawasan. RCEP memiliki aturan mengenai niaga elektronik dalam rangka mendorong pelaku usaha Indonesia untuk memanfaatkan perdagangan digital dalam kawasan. RCEP memperluas akses pasar untuk produk ekspor Indonesia.

Meski bertajuk memperbaiki ekonomi global, hakikatnya menimbulkan kemunduran pada produk asli dalam negeri. ASEAN merupakan salah satu benua terbesar di dunia. Tentu dengan sumber daya alam yang mumpuni, disertai jumlah sumberdaya alam yang banyak tidak menutup kemungkinan berpeluang menciptakan kemandirian ekonomi tanpa harus terikat dengan perjanjian yang merugikan perdagangan lokal. Semakin bebas impor, maka semakin terbuka luas penjajahan secara politik dan ekonomi karena pasar Indonesia akan dikuasai pasar asing. 

Mengadopsi sistem kapitalisme menjadikan Indonesia akan semakin terpuruk. Diikat berbagai perjanjian-perjanjian yang justru semakin mencengkram negeri ini lebih dalam hingga sulit melepaskan. Negara-negara korporasi tidak akan berhenti mengeruk kekayaan dan menjajah melalui jalur ekonomi. Mereka saling berebut hingga negeri ini tidak independen.

RCEP terkesan memberikan harapan dan optimisme baru bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Padahal sejatinya keterlibatan Indonesia dalam RCEP hanya memperpanjang napas penjajahan ekonomi para oligarki global, Amerika Serikat ( AS ) maupun Cina, dan menunjukkan Indonesia dan negara – negara ASEAN memiliki posisi yang lemah dikawasan dan tidak mandiri yang hanya menjadi alat memuluskan kepentingan  negara besar di bidang politik dan ekonomi. Padahal seharusnya ASEAN yang memiliki kekuatan ekonomi besar mampu menjadi kekuatan yang independen tidak dihegemoni asing. Hal ini disebabkan karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini dan dunia. 

Hal ini sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang telah terbukti berhasil mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi muslim apalagi non muslim selama beberapa abad. Pos-pos pendapatan dalam Islam karena dikelola oleh Baitul Maal institusi khusus yang mengelola harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi masyarakat yang berhak menerimanya. Baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, mau pun harta benda lainnya. 

Dengan sistem kapitalisme kini, yang menggantungkan harapan pada negara-negara asing, tentu akan memperpanjang masa penjajahan secara ekonomi karena negara tak sanggup mengelola sumber daya alam sendiri, padahal Indonesia memiliki potensi besar dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan yang merata.

Untuk itu, agar ekonomi Indonesia kembali pulih harus segera diakhiri berbagai perjanjian-perjanjian batil.
Saatnya beralih ke sistem ekonomi Islam dalam bingkai syariat Islam yaitu khilafah.

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post