Modus Baru Politik Uang jelang Pilkada


Oleh : Enung Sopiah 
(Ibu Rumah Tangga)

Pemilihan kepala daerah di Indonesia pada tahun 2020, digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2021. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2020 merupakan yang ke empat kalinya diselenggarakan di Indonesia, dan pelaksanaannya pemungutan suara secara serentak akan digelar pada bulan Desember 2020, meskipun ditengah pandemi.
Pada prakteknya para pasangan calon kepala daerah dalam berkampanye sering melakukan pelanggaran, seperti adanya politik uang atau money politic yaitu membagikan uang kepada masyarakat, agar masyarakat memilih paslon tersebut. 

Dilansir dari Bandung, iNews.id - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengungkap modus baru praktik politik uang (money politic), dugaan pelanggaran pemilu ini dilakukan  salah satu paslon Bupati-Wakil Bupati Bandung diajang pemilihan Bupati (pilbup) Bandung. Koordinator divisi pengawasan dan hubungan antar lembaga Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia mengatakan, modus yang dilakukan dalam kasus tersebut, yakni pembagian kupon yang menampilkan paslon no urut 1, Nia Kurnia Agustin-Usman Sayogi. Kupon itu kata Hedi bisa digunakan untuk belanja diwarung-warung yang telah ditunjuk. “Untuk setiap kuponnya, apabila dinominalkan dalam rupiah, sebesar 35000. Pembagian kupon ini terjadi diempat kecamatan,”  kata Hedi di Soreang Kabupaten Bandung, Rabu (2/12/2020). Empat kecamatan itu antara lain, Pangalengan, Rancaekek, Dayeuhkolot dan Arjasari. Bahkan tidak menutup kemungkinan kasus yang sama juga terjadi di daerah lainnya. 
Hedi menegaskan praktik tersebut sangat memprihatinkan lantaran hanya akan mengorbankan masyarakat. Sebenarnya politik uang yang terjadi di Indonesia bukan hal yang baru, dan itu sudah terbiasa disetiap pemilihan. Karena dengan sistem demokrasi kapitalis yang bermabda sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan, pasti akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Apalagi untuk menjadi seorang pemimpin yang akan berkuasa. Mereka bahkan memanfaat situasi pandemi ini untuk meraih simpati rakyat yang sedang kesusahan karena himpitan ekonomi dengan melakukan politik uang. 

Dalam sistem demokrasi kapitalis yang terbiasa menghalalkan segala cara termasuk dalam memilih seorang pemimpin, tentunya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak amanah, dan cenderung akan menjadi koruptor, karena dengan dana yang begitu besar yang telah mereka keluarkan dalam praktik politik uang, tentunya ketika mereka menang dalam    pemilihan, mereka menginginkan uang mereka kembali dengan berbagai cara, salah satunya dengan korupsi.

Dalam kajian politik islam (Siyasatul Islamiyah), memilih atau mengangkat pemimpin adalah suatu kewajiban. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya" Jika ada yang bepergian hendaknya mereka mengangkat salah seorang diantara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).

Memilih pemimpin dalam Islam harus yang beriman dan bertaqwa, jujur (siddiq) terpercaya (amanah), aktif dan asfiratif (tabligh), mempunyai kemampuan, dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, hukumnya wajib. Dalam Surat An-Nisa ayat 59, Allah Swt. menyuruh kita untuk taat kepada pemimpin (ulil amri)
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah rasul-Nya serta para pemimpin diantara kalian." ( QS. An-Nisa : 59)

Ayat ini menjelaskan bahwa mentaati pemimpin/ulil amri hukumnya wajib, ulil amri adalah orang yang mendapatkan mandat untuk meriayah rakyatnya. Namun ayat ini tidak berlaku untuk ulil amri yang tidak menjalankan hukum-hukum Islam atau yang menyuruh pada kemaksiatan, pemimpin seperti ini tidak wajib untuk ditaati.
Namun dalam memilih pemimpin hendaknya jangan dikotori dengan praktek- praktek tercela, seperti politik uang. Dalam ajaran Islam politik uang (riswah) hukumnya haram. Larangan riswah disebutkan dengan jelas dalam sebuah hadis.

"Dari Ibni Abi Dzib, dari Al-Harist bin Abdirrahman, dari Abi Salamah, dari Abdillah Bin Amr, ia berkata: Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam melaknat orang yang menyuap dan disuap."
Jelaslah bahwa Islam mengatur seluruh asfek kehidupan termasuk dalam memilih pemimpin. Dan seandainya islam tegak tentunya praktik-praktik kotor dan curang dalam pemilihan seorang pemimpin tidak akan terjadi.
Wallahu a’lam Bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post