Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.
Anggota Komunitas
Muslimah Menulis Depok
RUU Minuman
Beralkohol (RUU Minol)
tetap saja ramai dipermasalahkan. Padahal, sudah menjadi kesepakatan
bersama baik di bidang
kesehatan, keamanan dan ketertiban
umum bahwa minol adalah penyebab utama terciptanya sampah masyarakat yang membuat
kerusuhan dan ketidakamanan lingkungan serta buruknya kesehatan seseorang jika mengonsumsi
minol.
Belum lagi pembahasan RUU Minol yang menjadi
dilema dan perdebatan. Salah satu yang mempermasalahkan
adalah PGI (Persekutuan
Gereja-Gereja di Indonnesia). Menurut
Gomar Gultom, Ketua Umum PGI, dalam larangan minol
ini pemerintah tidak usah mengatur rakyatnya untuk hidup
dalam tatanan hukum yang benar. Apalagi ada tradisi kebolehan meminum minol yang telah lama ada di masyarakat juga tak bisa
dipukul rata dengan satu kebijakan atau perundang-undangan. Menurutnya, negara lain seperti
Uni Emirat Arab mulai membebaskan minol
untuk dikonsumsi dan beredar luas di masyarakat. Di Indonesia malah melarang
hal yang mulai dibebaskan oleh negara lain alias mundur beberapa langkah ke
belakang. Miris bukan?
Manusia terlihat
sibuk dan berpikir keras untuk membuat
undang-undang sebagai acuan
hidupnya. Anehnya, setiap undang-undang yang
dibuat tidak pernah ada yang lolos dari kesempurnaan walaupun disetujui oleh semua elemen-elemen
masyarakat. Undang-undang
yang dibuat pemerintah
sebagai solusi
untuk mengurangi
meningkatnya kriminalisasi akibat minuman keras. Namun, tetap saja tidak bisa menyelesaikan masalah,
karena patokannya bukan halal dan haram, tapi menguntungkan atau tidak buat
penguasa.
Sebenarnya masalah larangan miras
tidak mesti dipermasalahkan oleh negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini,
karena dalam Islam sangat jelas sekali mengharamkan minol. Maka, sebagai Muslim
yang taat harusnya menerima aturan yang
telah ditetapkan Allah SWT. Namun tetap saja dibuatkan RUU ini sebagai landasan untuk
disahkan dalam undang-undang.
Seperti inilah bila hukum buatan manusia
lebih diyakini keberhasilannya daripada hukum Allah SWT yang sudah pasti akan
kebenarannya. Pada hakikatnya
kemustahilan lahirnya aturan berdasar syariat melalui proses legislasi
demokrasi. Bahkan
usulan legislasi pelarangan minol mendapat tantangan
berbagai pihak dan dianggap menyalahi prinsip dasar legislasi ala demokrasi. Seperti apa hukum seharusnya
ditegakkan?
Walaupun dibuatkan undang-undang yang banyak
memakan waktu dan biaya tidak akan pernah memberikan solusi bagi permasalahan
umat. Makanya umat semestinya paham bahwa kezaliman bukan hanya
hasil buruk individu atau rezim tapi hasil sistem demokrasi yang rusak dan
merusak.
Allah SWT menciptakan makhluknya sekaligus
dengan aturan untuk menjalani kehidupan
ini. Dengan aturan tersebut, diharapkan manusia mau
menerimanya dan beriman kepada Allah SWT agar hidup manusia penuh keberkahan. Semua
itu sudah diatur Allah SWT sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an Surah Al-Araf ayat 96 yang artinya, “Andai penduduk negeri
beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari
langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat- ayat Kami) sehingga
Kami menyiksa mereka sebagai akibat dari apa yang mereka perbuat.”
Sudah
saatnya para pemimpin negeri ini menerapkan hukum dan aturan yang bersumber
dari syariat Islam dalam semua aspek kehidupan (pemerintahan, politik, hukum,
ekonomi, pendidikan, sosial dan lain sebagainya). Penerapan hukum dan aturan Allah dalam
kehidupan merupakan wujud hakiki dari ketakwaan yang pasti akan mendatangkan
keberkahan. Ya, tentu saja, terapkan aturan Ilahi, keberkahan akan datang
menghampiri di negeri kita ini.[]
Post a Comment