Masa Depan Generasi Terancam Kala Pandemi,Kapitaisme Gagal, Islam Harapan



Goresan Tinta: Irmaya, S.Pd.I
(Aktivis Dakwah Lubuk Pakam)

Anak adalah calon penerus generasi bangsa.ereka adalah generasi gemilang pemimpin masa depan.Amanah itu berada di pundak mereka.Maka, selayaknya kita menyiapkan mereka dengan persiapan yang matang. Bukan hanya menyiapkan kemampuan fisik belaka, akan tetapi kita harus menyiapkan serta membekali mereka dengan pola pikir dan pola sikap yang benar.

Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore menyatakan krisis akibat pandemi di tahun 2020 ini membuat anak-anak terpengaruh secara lansung.Mereka terkena dampak yang besar, mulai dari ancaman kemiskinan, maupun hambatan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Dan akhirnya banyak warga yang putus sekolah.

Kondisi semacam ini perlu segera disiasati dan diselesaikan agar anak-anak terselamatkan dari lubang kehancuran masa depan yang gemilang. Indonesia sendiri telah memiliki kebijakan untuk terus mempertahankan pola pendidikan anak-anak dan hak-haknya.Namun, sayangnya, permasalahan selalu muncul, sehingga menyebabkan kebijakan yang harus berganti-ganti.

Wabah dan Pendidikan
Sebagaimana kita ketahui, wabah covid-19 telah memorak porandakan kebijakan di seluruh lini. Salah satunya kebijakan mengenai pendidikan di masa pandemi. Sejak wabah covid-19 mulai masuk ke Indonesia, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim memutuskan pembelajaran jarak jauh (pjj) sebagai pengganti pembelajaran tatap muka. Akan tetapi, kebijakan ini tidak diimbangi fasilitas memadai di semua lini masyarakat di berbagai daerah.Mulai dari tidak memiliki perangkat pendukung, missal hp atau laptop, tidak ada pulsa, bahkan tidak ada sinyal di daerah pedalaman.

Tidak hanya masalah fasilitas, kesiapan guru dan siswa juga pun terkendala. Mulai dari guru gaptek, kurikulum yang cenderung memberikan tugas banyak, siswa yang kesulitan dengan seambrek tugas dari guru, dan tekanan dari orang tua.Sampai pada puncak stress yang menyebabkan kematian, ada yang bunuh diri, kelelahan, ataupun penyakit bawaan lainnya.

Jika kendala ini dibiarkan terus, tentunya tidak akan baik bagi pendidikan anak-anak. Mereka pasti akan kehilangan waktu belajar, kesempatan menimba ilmu serta pendidikan yang layak. Oleh karena itu, muncullah kebijakan pembelajaran tatap muka untuk daerah- daerah zona hijau dan kuning. Tetapi, bukan memperlancar proses pembelajaran, kasus covid-19 justru muncul dari klaster sekolah. Padahal. Persyaratan bagi Sekolah untuk melalukan pembelajaran tatap muka sangatlah ketat.  Sekolah harus menyediakan fasiitas protocol kesehatan, melakukan pengecekan dalam memakai fasiitas tersebut. Mengatur jumlah SDM yang harus masuk, juga mencari persetujuan wali murid untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka.

Wabah covid-19 belum selesai, bahkan semakin meningkat. Rata-rata per hari bisa mencapai 4.000 bahkan lebih , dan itupun yang terkonfirmasi. Namun, ternyata Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan justru mengubah kembali kebijakannya. Dilansir dari CNNIndonesia.com (22/11/2020), sekolah dengan pembelajaran tatap muka akan dibuka pada semester dua tahun ajaran 2020/2021.

Keputusan ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. Adapun yang berhak  memutuskan kegiatan pembelajaran tatap muka ini adalah pemerintah daerah, kantor wilayah (kanwil), dan orang tua melalui komite sekolah.

Menanggapi kebijakan ini, pro kontra di masyarakat mulai bergulir. Salah satunya dari ali murid. Walaupun ada rasa senang anak-anak boleh untuk melakukan pembelajaran tatap muka , namun ada jua orang tua yang masih meragukannya.Sebab, merea belum percaya akan aman kegiatan walau harus mematuhi protokol kesehatan. Apalagi bagi anak-anak yang masih sekolah Tk,PAUD,SD yang tidak bisa dipastikan bisa selalu mematuhi protokol kesehatan.

Tanggapan yang sama dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Retno Listyarti menyampaikan mash banyak sekolah yang belum siap untuk melakukan pembelajaran secara tatap muka. Ketidasetujuan ini kegiatan pembelajaran secara tatap muka yang hanya diserahkan kepada Pemerintah Daerah adalah tindakan yang salah,tambah Retno. Seahrusnya, kewajiban penyiapan kegiatan tatap muka tanggung jawab Pemerintah Puat juga. Ketika Hal ini benar-benar terjadi, maa bisa dipastikan pemerintah telah berlepas tangan dari tanggung jawabnya.

Upaya yang Tidak Efektif
Kebijakan yang berubah-ubah di masa pandemic telah memperlihatkan tidak adanya kemampuan untuk mengurusi rakyatnya, Salah satunya untuk mendapatkan pendidikan yang layak.Meskipun sedang pandemic, seyogyanya pendidikan generasi harus diperhatikan. Pendidikan dan Kesehatan yang sma-sama penting itu harus diperhatikan. Sebab, kesehatan juga akan memiliki kemampuan untuk menerima ilmu dengan baik.Begitu juga dengan fasilitas yang memadai, akan memudahkan generasi menempa kemampuannya dan skillmya.

Dalam pendidikan, alasan terganggunya kegiatan dan kualitas pendidikan menjadi entry point pertama untuk memutuskan sekolah tatap muka. Apalagi saat delapan bulan lebih pembelajaran jarak jauh memang benar kendala. Semuai ini tidak lepas dari pengaruh penerapan yang tidak berasal dari Islam. Bergantinya kebijakan tanpa memperhatikan aspek utama di masa pandemi, membuat rakyat berhadapan langsung dengan kematian.Mereka harus berhadapan langsung dengan wabah,seakan-akan harus menjaga sendiri kesehatannya.

Islam Punya Solusi
Berbeda dengan Islam, Islam menjadikan kedaulatan/hak membuat aturan hanya berada di tangan syari’at, dimana hanya ALLAH yang dapat memutuskan aturan.Dalam Islam, Al-qur’an dan Assunnah sebagai dasar pengambilan kebijakan. Seperti masalah pandemi, tentu hal awal yang akan diambil adalah karantina wilayah. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah virus berkembang dan menyebar ke daerah lain.

Kesehatan dan keselamatn rakyat adalah yang utama. Keputusan pembelajaran jarak jauh akan diambil untuk pencegahan virus. Bagi daerah yang tidak berdampak, tentu kegiatan akan berjalan sebagaimana biasanya.Dengan begitu dimasa pandemi masa depan anak-anak tidak terancam.  Tentu semua itu akan memerlukan biaya yang banyak. Pada sistem ekonomi Islam tidak perlu khawatir dengan biaya.Negara memiliki baitulmal yang dapat menjamin seluruh kebutuhan masyarakat.

Baitulmal yang akan mengumpulkan pembiayaan. Melalui pos kekayaan Negara (Jizyah, kharaj, ghonimah,fai) serta pengelolaan SDA (tambang, minyak dll). Dalam Islam juga pengambil kebijakan juga InsyaaALLH amanah , Sebab mereka memahami semua akan diintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Oleh karenanya masihkah kita ragu dengan Sistem Islam yang Mensejahterakan itu? Sistem yang berasal dari Sang Khalik?Wallahu’alam BiAshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post