OLEH: RAN
Maraknya korupsi semakin menggurita
di negara demokrasi. Dari pemerintah pusat sampai dijajaran pemerintahan daerah melakukan tindak kejahatan korupsi.
meningkatnya korupsi, sebab demokrasi mendorong para pejabat untuk korupsi. Hal
ini sangat wajar karena tingginya biaya kampanye sudah menjadi fakta saat ini.
untuk menjadi kepala Daerah baik Gubernur, Walikota, Bupati, bahkan kepala
Desa.
Di tahun 2018 ada 11 kasus dugaan korupsi yang disupervisi KPK
dari kasus APBD Kabupaten Halmahera Barat tahun
2013 pada anggaran tak terduga di dinas
kesejahteraan sosial Rp 952.750.000 yang dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesejahteraan Sosial Kabupaten Halbar sampai dengan kasus Penggunaan
dana jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) di dinas kesehatan Haltim 2013, dan
2014 (Liputan6.com 30/03/ 2018).
Pada tahun 2019 Kasi Penkum Kejati
Malut, Apris Risman Ligua mengatakan, untuk capaian Kejati Malut selama
Januari-Desember 2019, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) telah menangani
proses penyelidikan sebanyak 11 kasus dugaan tindak pidana korupsi
( Indotimur,09/12.2019). Pada kasus proyek penimbunan pantai
(reklamsi) Sanana 2015 lalu, dilakukan oleh Rukmini Ipa yang saat itu menjabat
sebagai kepala bidang (kabid) pada Dinas PUPR sebesar Rp 5 Milyar, yang
berhasil dikembalikan Kejaksaan
Negeri (Kejari) Sanana.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut) melalui bidang Pidana Khusus (Pidsus) juga menyampaikan sejak Januari hingga Juni 2020 telah menangani 24 kasus dugaan tindak pidana korupsi (rri.co.id 22/07/2020). Sampai saat ini, Kejati Malut masih terus mengusut Kasus Dugaan Korupsi Dana Kelayakan Investasi Pemkot Ternate di tiga perusahaan daerah (Perusda) tahun 2016-2018 sebesar Rp25 miliar. Ketiga perusahaan itu yakni PT BPRS Bahari Berkesan, PT Alga Kastela dan Apotik Bahari Berkesan. (maluku.inews.id 5/11/2020). Begitu juga dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Kehutanan (Dishut) dan kasus dugaan tindak pidana korupsi lainnya (kabarmalut, 15/07/2020).
Dalam hasil survei dari
lembaga Transparency International mengenai “Negara Terkorup Se-Asia”
yang menempatkan Indonesia di peringkat ketiga, Pengamat Sosial Politik Iwan
Januar menyatakan komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia, bahkan semakin
rendah baik di level eksekutif,
legislatif bahkan sampai yudikatif. Buktinya masih ada menteri tertangkap oleh
KPK. Belum lagi budaya tebang pilih kasus korupsi, potongan masa tahanan, dan
mental korup para pejabat dan aparat penegak hukum,” (Mediaumat.news
,01/12/2020).
Hal ini menunjukan Lemahnya hukum
dibuat oleh DPR, menjadi faktor meningkatkanya kasus korupsi. Tetapi jangan
salah para politisi ini bisa duduk di DPR maupun jadi pejabat karena dibiayai
oleh para pemodal atau Para kapitalis. Maka para kapitalis inilah yang
sejatinya mengatur negara. berarti sebenarnya Indonesia bukan negara hukum
tetapi negara politik.
Bagaimana Islam memandang korupsi?
Pertama, Islam
tidak membiarkan ada manusia membuat hukum, yang boleh membuat hukum dan aturan
hanyalah Allah SWT dan mausia Wajib tunduk, dan taat. Kedua, berkaitan dengan pemilu. Dalam Islam
pemilunya cukup sekali yaitu memilih seorang khalifah. Sedangkan jabatan
gubernur, wali kota dan lainnya ditunjuk khalifah. Sehingga hanya butuh biaya
untuk pemilu khalifah saja dan Islam mengatur cara mengangkat khalifah dengan
bai’at.
Dalam sistem Islam, korupsi (ikhtilas) adalah
suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara
memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri atau orang lain. Korupsi merupakan
salah satu dari berbagai jenis tindakan ghulul, yakni tindakan mendapatkan
harta secara curang atau melanggar syariah, baik yang diambil harta negara
maupun masyarakat. Bentuk ta’zir untuk koruptor bisa berupa
hukuman tasyhir (pewartaan atas diri koruptor; misalnya diarak
keliling kota atau di-blowup lewat media massa), jilid (cambuk),
penjara, pengasingan, bahkan hukuman mati sekalipun; selain itu tentu saja
penyitaan harta hasil korupsi.
Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pernah menetapkan sanksi hukuman cambuk dan penahanan dalam waktu lama terhadap koruptor (Ibn Abi Syaibah, MushannafIbn Abi Syaibah, V/528; Mushannaf Abd ar-Razaq, X/209).Sementara di masa Khalifah Umar bin Khathabra. pernah menyita seluruh harta pejabatnya yang dicurigai sebagai hasil korupsi (Lihat: ThabaqâtIbnSa’ad,Târîkhal-Khulafâ’ as-Suyuthi).
Sesungguhnya sistem Islam adalah solusi terbaik yang layak dipakai
ketika semua solusi pemberantasan korupsi sudah tidak mempan lagi.Namun sistem
Islam ini hanya bisa diterapkan dalam bingkai Negara Khilafah yang mengikuti
manhaj kenabian. Bukan negeri republik yang menerapkan sistem demokrasi. Wallahu'alam
Post a Comment