Bumi Pertiwi Tak Bisa Tangani Disintegrasi



Oleh: Marsitin Rusdi
(Praktisi Kesehatan)

Situasi di Papua kembali mendapat sorotan nasional bahkan internasional, setelah deklarasi kemerdekaan Papua Barat yang disampaikan oleh Benny Weda melalui situs akun pribadinya. Ini adalah pemantik disintegrasi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah diketahui luasnya dari Sabang sampai Merauke oleh negaradi seluruh dunia. Ini bukan kejadian yang baru muncul pertama kali di tanah air, melainkan sudah berulang yang diawali dengan lepasnya Timor Timur, Isu Gerakan Aceh Merdeka, saat ini  Papua memanas. Papua adalah wilayah yang rawan konflik sparatisme.

Ketidakadilan pemerintah dalam membangun negeri ini dari seluruh aspek pembangunan, baik pembangunan fisik maupun mentalnya di duga menjadi salah satu pemicu. Pembangunan mental sangat penting sehingga apabila mental  tidak dibangun maka mudah dipengaruhi. Mereka tidakdak punya pola pikir bagaimana membangun negara, mempertahankan kedaulatan, dan membela tanah air.

Pendidikan yang diberikan selama ini  pendidikan formal yang baru sampai tingkat Sekolah Dasar, bahkan di pedalaman Papua bahkan belum tersentuh. Sedangkan di pulau Jawa masyarakat sudah belajar pakai Internet. Pendidikan secara formal  pun belum bisa dinikmati sampai pada pelosok negeri ini. Sudah pasti dengan mudah terpicu terjadinya disintegrasi. karena kurangnya pengetahuan bagi rakyat di wilayah seperti Papua.  Pemerintah tidak memberikan pendidikan yang merata.

Hal ini akan terus terjadi, jika mereka kurang mendapatkan perhatian dari negerinya sendiri. Mereka lebih nyaman meminta bantuan ke Internasional seperti Inggris dan Perancis daripada mengadu kepada pemerintah sendiri.  Bukan tidak mungkin pulau lain pun bisa seperti ini jika sistem yang diemban masih sistem demokrasi, siapa pun pemimpinnya yang terpilih.

Karena sistem demokrasi tidak mampu memperhatikan permasalahan HAM yang ada di Papua. Dimana banyak masyarakat Papua yang  belum merasa aman berada di tanah airnya sendiri. Kemanusiaan yang adil dan beradab ini belum terasa di Papua. Pemerintah belum bisa menangani kasus HAM yang ada di Papua. Rasa aman itu bukan hanya tentang keamanan suatu daerah tetapi juga rasa keamanan bagi setiap individu di seluruh negeri ini.

Terbukti hutan Papua habis dengan tidak berpihak kepada rakyat, kebun kelapa sawit hanya dihargai seratus ribu per hektar. Pada akhir 2015 marga pemilik ulayat melepas hutan adat mereka. Mereka hanya menerima ganti rugi Rp100.000 untuk setiap hektare hutan adat yang kini menjadi area PT Tunas Sawa Erma POP-E seluas lebih dari 19.000 hektare.
Dari kejadian itu, ada salah satu warga yang bernama Petrus merasa menyesal telah mempengaruhi 10 marga agar menerima tawaran tanpa hitam diatas putih itu. Petrus sendiri menerima Rp 488.500.000 untuk pelepasan hak atas tanah hutan adat milik marga Kinggo seluas 4.885 hektare. (BBC News Indonesia, 12/11/2020)

Dalam sistem ini pemerintah dengan mudah memberikan pengelolaan SDA kepada pihak Asing. Tidak memberikan kepercayaan kepada anak-anak bangsa untuk mengelola sendiri. Tidak memberikan ruang untuk anak-anak bangsa untuk membuktikan dirinya. Pendekatan budaya dengan membuka ruang dialog juga membuka daerah otonomi baru dengan melihat karakteristik daerah tertentu seharusnya sudah dilakukan. Namun kenyataannya, lebih mengutamakan pihak korporasi dan oligarkinya, dan ujung-ujungnya kesejahteraan bagi korporasi. Bagi  daerah yang pengelolaan SDAnya dikuasai asing justru tertinggal, dan terbelakang ekonominya.  Ini juga menjadi salah satu pemicu konflik.

Demokrasi telah gagal menyatukan dan mensejahterakan umat manusia, bahkan gagal menerapkan keadilan. Ketidakadilan terus terjadi karena pemerintah pro origarki dan korporasi, tidak mengutamakan rakyat, sehingga rawan terjadi disintegrasi. Tidak akan ada solusi bagi negeri ini selama sistem berbentuk demokrasi, kebijakan pasti akan berpihak pada korporasi. Dengan kondisi seperti ini berkelanjutan, maka tidak akan bisa sistem ini menangani disintegrasi. Karena disintegrasi bukan solusi untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

Khilafah adalah sistem terbaik di bumi, yang sudah 13 abad berjaya dengan  ras, suku, keyakinan yang beragam berhasil membuat kedamaian selama berabad-abad. Karena memakai hukum Sang Pencipta hukum yang mengatur kehidupan umat. Islam mempunyai hukum dan aturan dalam mengelola kehidupan umat. Islam juga mengatur bagaimana mengelola SDA, bahkan seluruh kehidupan di bumi ini telah diatur oleh aturan Islam. SDA dan Baitul Maal adalah kunci kesejahteraan umat. Karena SDA adalah milik umum, secara otomatis adalah milik rakyat, haram hukumnya di privatisasi, negara hanya mengelola secara amanah dan hasilnya dikembalikan ke rakyat dalam bentuk pelayanan, untuk kesejahteraan umat sehingga tercipta persatuan yang hakiki.

Wallahu a'lam biashshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post