Goresan Pena : Hayunila Nuris, S.Kom
(Aktivis Dakwah Lubuk Pakam)
Presiden Jokowi tambah hutang Rp. 2,4 T Dalam kurun waktu 2 Minggu, hutang baru tersebut merupakan kategori pinjaman bilateral. Rincian utang luar negeri itu berasal dari Australia sebesar Rp 15,45 triliun dan utang bilateral dari Jerman sebesar Rp 9,1 triliun.
Tujuannya, agar negara yang berpendapatan rendah bisa memiliki ruang fiskal dalam menangani Covid-19. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Perpanjangan masa cicilan utang Debt Service Suspension Inisiative (DSSI) pada acara The 5th G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, (20/11/2020), adanya kesepakatan perpanjangan masa cicilan utang.
Dan didukung oleh lembaga multilateral seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia, "Ini adalah fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara miskin [...] yang tadinya pada sampai akhir tahun ini, kemudian diperpanjang hingga pertengahan tahun 2021," jelas Sri Mulyani di Istana Bogor yang ditayangkan secara virtual, dikutip CNBC Indonesia, Minggu (22/11/2020).
Padahal,menurut Bank Indonesi (BI) Augustus 2020 , mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2020 ini meningkat menjadi 413,4 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 6 .076,9 triliun (kurs Rp 14.700).
Kita tahu bahwa Indonesia terkenal dengan segala kekayaan alam Yang melimpah ruah,tetapi disistem kapitalis pemerintah tidak menggunakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Melainkan untuk kepentingan pribadi Yang diberikan kepada para pemilik modal. Alhasil, pemerintah menjadikan utang menjadi solusi Dalam membangun Negara. Padahal jelas, utang Akan menyebabkan beban berat pada Generasi mendatang,serta menjadi ancaman bagi kedaulatan negeri. Jelas, uang kas negara Akan banyak tersedot untuk mencicil utang,Belum lagi bayar Bunga Dari utang tersebut. Akibatnya,kapasitas APBN untuk pembangunan Dan kesejahteraan Rakyat seperti bidang pendidikan,kesehatan,keamanan,dll semakin terbatas. Tentu, hal ini membuat subsidi untuk masyarakat miskin berkurang Dan kenaikan pajak bertambah.
Jadi, utang bukan lah solusi untuk menjalankan perekonomian Negara,melainkan utang adalah sumber masalah bagi negara. Membuat Negara itu ibarat sapi perahan, Yang artinya Negara Yang berhutang siap mengalami penjajahan ketika tidak sanggup membayar hutang. Seperti halnya contoh negara-negara Yang telah gagal membayar hutang mereka akhirnya mereka memberikan seluruh kekayaan alam Di Negara mereka Dan rela disedot habis Oleh negara-negara pemberi hutang, seperti Negara Zimbabwe,Nigeria,Sri Lanka,Pakistan.
Pemerintahan pun tidak bisa berkutik. Sebab inilah konsekuensi Dari penerapan sistem demokrasi. Dimana para pemimpin hanya dijadikan sebagai alat untuk memuluskan pekerjaan para pemilik modal.
bagaimana khilafah mengatasi jebakan utang LN melalui beragam cara,
berutang (istiqradh). Khalifah secara syar’i boleh berutang untuk mengatasi defisit anggaran, namun tetap wajib terikat hukum-hukuum syariah. Dan tidak boleh mengandung riba.
Haram hukumnya Khalifah mengambil utang luar negeri, baik dari negara tertentu, misalnya Amerika Serikat dan Cina, atau dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Alasan keharamannya ada 2 (dua): utang tersebut pasti mengandung riba dan pasti mengandung syarat-syarat yang menghilangkan kedaulatan negeri yang berutang.
Khalifah hanya boleh berutang dalam kondisi ada kekhawatiran terjadinya bahaya (dharar) jika dana di baitulmal tidak segera tersedia. Kondisi ini terbatas untuk 3 (tiga) pengeluaran saja, yaitu: (1) untuk nafkah fuqara, masakin, ibnu sabil, dan jihad fi sabilillah; (2) untuk membayar gaji orang-orang yang memberikan jasa atau pelayanan kepada negara seperti pegawai negeri, para penguasa, tentara, dll; (3) untuk membiayai dampak peristiwa-peristiwa luar biasa, seperti menolong korban gempa bumi, banjir, angin topan, kelaparan, dll.Pada tiga macam pengeluaran ini, jika dana tidak cukup di baitulmal, pada awalnya Khalifah boleh memungut pajak. Jika kondisi memburuk dan dikhawatirkan dapat muncul bahaya (dharar), khalifah boleh berutang.
Dalam sistem khilafah SDA dijadikan kepemilikan Umum bukan menjadi kepemilikan Negara apalagi individu, sehingga hasil SDA bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Luas. Dengan begitu, cara-cara Negara khilafah Dalam membuat kebijakan dengan menjadikan kas negara yaitu baitul mal,menjadi relatif stabil Dan tidak mudah defisit. Sejarah gemilang ditorehkan khalifah dimasa daulah abassiyah yaitu Harun ar-Rasyid Yang begitu Aman Dan damai kesejahteraan rakyat begitu terasa. Hingga sangat sulit mendapati orang Yang menerima zakat,infak, Dan sedekah.APBN pun selalu surplus. Tidak seperti sekarang Banyak negara-negara berkembang mengalami defisit Dan menjadikan utang sebagai solusi bahkan mereka bangga dengan utang untuk memperbaiki Roda ekonomi Negara.
Demikianlah perbedaan yang jelas antara kapitalisme dan Islam. Dalam mengatasi defisit anggaran, kapitalisme mentok pada solusi utang. Sedangkan Islam memberi solusi yang menyelesaikan masalah.
Wallahu a'lam bishowab
Post a Comment