Aroma Politisasi Agama dalam Pilkada


Oleh : Nani Salna Rosa
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Tidak lama lagi Pilkada serentak akan digelar di seluruh Indonesia. Pada tahun ini berita tentang politisasi agama kembali ramai. Salah satunya seperti yang dikutip dari laman berita berikut.

Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia TGB Muhammad Zainul Majdi mengingatkan bahwa politisasi agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya.

"Menurut saya, politisasi agama bentuk paling buruk dalam hubungan agama dan politik. Sekelompok kekuatan politik menggunakan sentimen keagamaan untuk menarik simpati kemudian memenangkan kelompoknya. Menggunakan sentimen agama dengan membuat ketakutan pada khalayak ramai. Menggunakan simbol agama untuk mendapatkan simpati," katanya, saat webinar Moya Institute bertema "Gaduh Politisasi Agama".

TGB memaknai politisasi agama merupakan pemanfaatan agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik, atau agama jadi instrumen untuk mendapatkan hasil politik. (antaranews.com,19/11/2020)

Tidak heran jika dalam sistem kapitalis segala sesuatu yang menguntungkannya akan dilakukan, salah satunya politisasi agama. Mereka tidak benar-benar menjadikan agama sebagai landasan berpolitik tetapi hanya dijadikan topeng. Tujuannya adalah mendapatkan suara rakyat agar memenangkan pemilihan meskipun dengan manipulasi (politik kebohongan).

Sedangkan dalam sistem Khilafah Islamiyah, agama dijadikan sebagai pondasi untuk memperkokoh negara dan politik sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, lebih agung, dan lebih mulia, yaitu kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

Sayangnya, di zaman sekarang banyak masyarakat yang anti dengan politik. Sebab, banyak yang beranggapan politik hanya sebagai ajang menunjukkan siapa yang hebat dan siapa yang ber-uang, karena masyarakat melihat ini hanya ajang mencari kekuasaan.

Padahal, dalam hal ini masyarakat harus melihat lebih luas dan lebih cerdas bahwa betapa pentingnya berpolitik. Nasib bangsa akan ditentukan oleh politik. Jadi, sudah dipastikan bahwa berpolitik itu dihalalkan karena memiliki pengaruh besar dalam mempertahankan ajaran Islam di suatu negara asalkan tetap memegang teguh prinsip-prinsip Islam.

Tujuan politik dalam Islam sama sekali tidak memberi ruang bagi pragmatisme pribadi dan kelompok. Politik digunakan bukan untuk menumpuk keuntungan pribadi; juga bukan untuk menegakkan kepentingan kelompok (‘ashabiyyah). Hanya dua yang boleh mendapatkan manfaat dari kegiatan politik, yaitu agama dan rakyat.

Pada zaman Rasulullah dan Khulafa al-Rasyidin dapat dipastikan mereka adalah pemimpin agama sekaligus pimpinan negara. Konsep Imamah yang mempunyai fungsi ganda memelihara agama sekaligus mengatur dunia dengan sasaran pencapaian kemaslahatan umum menunjukkan betapa eratnya interaksi antara Islam dan politik. Tentu saja, dalam hal ini politik dimengerti secara mendasar, meliputi serangkaian hubungan aktif antara masyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan.

Maka dari itu, betapa pentingnya bagi umat Islam untuk segera menghadirkan sosok Khalifah sebagai pemimpin yang akan menjadi perisai penjaga kehormatan agama dan kemuliaan umat islam dalam naungan sistem Khilafah Islam.

Wallaahua'lam bishshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post