Oleh: Isra Novita
Mahasiswa Universitas Indonesia
Berdasarkan ilmu Psikologi populer, gaslighting
merupakan taktik manipulasi yang dilakukan oleh seseorang untuk terlihat
berkuasa dan mengontrol seseorang yang membuat korban tak yakin dengan diri
sendiri. Kabarnya, isitilah gaslighting berasal dari film
tahun 1944 yang berjudul “Gaslight”. Film ini bercerita tentang seorang suami
yang secara sistematis mencuci otak istrinya sampai sang istri merasa dirinya
benar-benar gila.
Film gaslight juga bercerita tentang bagaimana
korban gaslighting bisa menderita stockholm syndrome,
yakni ketika sang korban begitu tak yakin dengan realita dan malah akhirnya
jadi bergantung dengan si pelaku. Istilah tersebut bertahan sampai hari ini dan
tak hanya terjadi dalam hubungan professional, pertemanan, hingga relasi kuasa
antara public figure dengan orang biasa. Dari film ini
menggambarkan bagaimana gaslighting ini memengaruhi pemikiran
maupun eksistensi korban bahkan berujung pada gangguan psikologis.
Adapun modus pelaku gaslighting berdasarkan tulisan
Stephanie A. Sarkis, Ph.D. yang berjudul “Gaslighting: Recognize
Manipulative and Emotionally Abusive People – and break Free”, beberapa
di antaranya ialah mereka berbohong dengan jelas. Mereka melakukan kebohongan
untuk menjaga eksistensi dirinya sendiri tentunya. Lalu, mereka membantah
melakukan atau mengatakan sesuatu, padahal orang lain memiliki buktinya. Mereka
menggunakan hal berharga bagi korban sebagai senjata.
Beberapa modus lainnya ialah sikap pelaku tidak sesuai dengan perkataan.
Pelaku juga membuat korban bingung dan tak pasti. Pelaku juga memproyeksikan
kesalahan pelaku pada sang korban tindakan gaslighting. Pelaku
juga mengajak orang kesayangan korban untuk menyerang korban seakan-akan sang
korban benar-benar melakukan kesalahan yang tidak dapat ditolak oleh sang
korban dan didukung oleh keluarga terdekat. Pelaku juga menyebarkan cerita
kalau korban tidak dapat dipercaya. Lalu, pelaku juga mengatakan bahwa semua
orang berbohong terkait kesalahan yang dilakukan oleh pelaku.
Bebicara tentang fakta manipulasi gaslighting saat ini,
beberapa waktu yang lalu terdapat public figure yang
memasuki trending topic mengenai pembahasannya
tentang informasi obat Covid-19. Tindakan seorang influencer bernama
Anji yang menyebarluaskan informasi salah, namun menolak atas kesalahannya,
sehingga dia membanding-bandingkan kesalahannya dengan kegiatan “baik” lainnya
yang dianggap tidak diperhatikan oleh netizen. Akhirnya kesalahan ditujukan
kepada para netizen maupun pembuat obat Covid-19 tersebut, bukan dirinya.
Pembahasan ini sempat menjadi pembahasan hangat di sosial media.
Membahas lebih lanjut mengenai latar belakang munculnya manipulasi gaslighting ini
ialah dikarenakan adanya potensi manusia. Adapun potensi manusia atau khasiatul
insan di antaranya ialah “kebutuhan Jasmani (Hajatul ‘udhawiyah)”
mauapun “naluri (Gharizah). Adapun perbedaan kedua kebutuhan ini ialah,
kebutuhan Jasmani pada hakikatnya muncul dari dalam diri manusia dan
pemenuhannya bersifat pasti, jika tidak dipenuhi maka dapat menybebakan
kematian. Misalnya, buang hajat makan, minum dan lainnya.
Adapun naluri (Gharizah) muncul akibat rangsangan dari luar dan
pemenuhannya tidak bersifat pasti, kalau tidak dipenuhi hanya mendatangkan
kegelisahan. Naluri (gharizah) itu sendiri terdiri dari tiga
macam, yakni, naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’), naluri
melangsungkan keturunan (gharizah nau’), naluri mengagungkan sesuatu (gharizah
tadayyun).
Untuk membahas lebih lanjut tentang gharizah, perlu
dipahami terlebih dahulu mengenai perbedaan gharizah baqa’, gharizah
nau’ dan gharizah tadayyun. Gharizah baqa’ merupakan
keinginan diri untuk diakui keberadaannya, melalui berbagai hal seperti marah,
berprestasi dan lainnya. Adapun gharizah nau’ ialah
kecenderungan untuk menyayangi orang-orang terdekat, juga melestarikan
keturunan. Adapun gharizah tadayyun ialah kecenderungan untuk
meninggikan Tuhan dan menyandarkan urusan hidup pada Tuhan. Nah, maka disimpulkan
bahwa manipulasi gaslighting termasuk ke dalam gharizah
baqa’ karena tindakan ini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi
manusia.
Perlu dipahami bahwa naluri atau gharizah tersebut
timbul karena adanya dua faktor external, di antaranya pemikiran dan realitas
atau fakta. Semuanya akan difilter oleh akal yang nantinya akan menjadi
pemahaman yang memengaruhi tingkah laku, sehingga pemahaman tersebut yang akan
memengaruhi tingkah laku.
Maka, sangat diperlukan pemahaman Islam agar tingkah laku setiap manusia
sesuai dengan koridor dari Tuhannya yang Maha Mengatur. Sesuai firman Allah SWT,
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka sendiri
yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d: 11)
Ketika pemahaman tidak berlandaskan Islam yang memiliki peraturan sesuai
fitrah manusia dan peraturan yang sesuai fitrah tersebut tidak diterapkan
secara menyeluruh, maka tindakan sejenis gaslighting merupakan
tindakan yang wajar terjadi di tengah kondisi saat ini. maka, untuk mewujudkan
kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia, penerapan Islam kaffahlah yang
menjadi solusi untuk permasalahan umat tersebut. Wallahu a’lam. []
Post a Comment