Joe Biden Presiden Baru, Harapan Baru?



Oleh: Aulia Rahmi
 (Aktivis Muslimah Peduli Umat)

Joseph Robinette Biden Jr. adalah seorang politikus Amerika yang saat ini menjadi Presiden terpilih Amerika Serikat. Setelah mengalahkan Donald Trump yang merupakan petahana saat pemilihan umum Presiden Amerika Serikat 2020, dia akan dilantik sebagai Presiden AS ke-46 pada Januari 2021. Tulis Wikipedia pada mesin pencarian atas nama Joe Biden yang diambilnya dari sumber The Associated Press.

 Biden menang setelah pertarungan sengit di ajang pemilihan presiden Amerika. Bahkan sempat mengantongi elektabilitas seimbang dengan Trump. 
Banyak sekali yang berharap perubahan ke arah lebih baik dengan kemenangan Biden ini. Lihat saja Biden diberi ucapan selamat oleh pihak Advokasi dan hak-hak sipil Muslim terbesar di AS (CAIR) melalui Direktur Eksekutif Nasional CAIR Nihad Awad. Awad berharap Biden dapat menepati janji kampanyenya yang memberi angin segar bagi kehidupan lebih baik muslim AS. (Kompas, 11/11/2020)

Harapan itu juga datang dari Ikhwanul Muslimin. Ibrahim Munir selaku wakil pembina gerakan tersebut mengungkapkan agar Biden dapat menghentikan dukungan AS terhadap kediktatoran yang terjadi di dunia. Disamping tetap berkomitmen mendukung pilihan bebas orang lain dengan harapan mereka bisa mengarah pada sistem yang stabil dan adil. Yaitu orang bisa menikmati kehidupan yang bermartabat dan merasakan nilai-nilai keadilan, demokrasi, persamaan, pluralitas, serta perlindungan manusia dengan menjunjung hak yang tinggi. (Pikiranrakyat, 9/11/2020)

Seolah tak mau ketinggalan, beberapa petinggi negeri-negeri muslim pun ikut menaruh harapan. Sebut saja Perdana Menteri Imran Khan yang berharap dapat bekerja sama dengan Biden untuk mengakhiri pajak ilegal dan membangun perdamaian di Afghanistan. Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani berharap untuk terus memperkuat hubungan dekat antara kedua negara. Anggota dan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina Hanan Ashrawi mengatakan dunia bisa bernapas lega sekarang. Termasuk Raja Abdullah II, Yordania. Perdana Menteri Abdalla Hamdok, Sudan. Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan, UEA. Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sissi. (Pikiranrakyat, 8/11/2020)

Terlalu dini bahagia dan menaruh harapan besar pada kemenangan Biden. Meski melihat janji kampanye Biden membuat kesengsem dan menaruh harapan karena menunjukkan keberpihakannya pada Islam dan kaum muslimin. Diantaranya pertama, mengakhiri larangan perjalanan negara mayoritas muslim di hari pertama menjabat. Kedua, memerintahkan Departemen Kehakiman untuk fokus menambahkan sumber daya dalam memerangi kejahatan rasial berbasis agama. Ketiga, memastikan berbagai suara Muslim-Amerika didengar di pemerintahan Biden. Keempat, memperluas layanan perawatan kesehatan untuk Muslim Amerika terlepas dari pendapatan ataupun ras mereka. Kelima, melakukan investasi dalam mobilitas perekonomian Muslim Amerika dengan meningkatkan upah minimum federal sebanyak 15 dollar AS, memperkuat sektor publik dan swasta serta mengatasi kesenjangan pendapatan. Keenam, mengecam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara global termasuk terhadap Muslim Uyghur di China dan Muslim Rohingya di Burma. (Kompas, 11-11-2020)

Biden tidak bisa dipandang sebagai individu, tapi harus dipandang sebagai Amerika itu sendiri. Biden tetaplah representasi dari sekularisme. Tak pelak, kebijakannya kelak tak lepas dari ideologi yang memisahkan aturan agama dari kehidupan tersebut. Lihatlah bagaimana Biden akan menganggap Islam sebagaimana agama-agama lainnya. Agama dipandang sebagai ranah privat di ruang-ruang ibadah kepada Tuhan semata. Artinya Islam tidaklah dianggap sebagai sebuah ideologi yang patut diperhitungkan syariahnya untuk mengatur kehidupan. Nampak dari janji akan memprioritaskan  pengesahan undang-undang hak LGBTQ dalam UU Kesetaraan di 100 hari pertama masa jabatannya. 

Pun tak seharusnya uporia hanya karena Biden pernah menyebut ‘Insya Allah’ ketika mempertanyakan pernyataan Trump sudah membayar pajak pada debat pilpres mereka. Atau karena Biden mengutip salah satu hadist Nabi Muhammad. Itu hanya lip servis semata. Demi mendulang suara. Begitulah watak pemilu dalam sistem sekularisme, menjadikan perolehan suara menjadi prioritas, rela mengobral janji bahkan sesuatu yang bukan jati dirinya. Dan sekarang dia berhasil mengambil hati sebagian kaum muslimin dunia. 

Umat Islam harus mengindahkan peringatan Allah Swt berikut.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 120)

Dari ayat di atas, setidaknya ada beberapa hal yang perlu dipegang oleh umat Islam. Seperti dijelaskan dalam Tafsir Jalalayn. (Orang-orang Yahudi dan Kristen tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka) maksudnya agama mereka.  (Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah) yaitu agama Islam (itulah petunjuk) yang sesungguhnya, sedangkan yang selainnya hanyalah kesesatan belaka. (Sesungguhnya, jika) 'lam' menunjukkan sumpah (kamu ikuti keinginan mereka) yakni apa-apa yang mereka anjurkan (setelah datangnya pengetahuan kepadamu) maksudnya wahyu dari Allah (maka Allah tidak lagi menjadi pelindung) yang akan melindungimu (dan tidak pula menolong.") yang akan menghindarkanmu dari bahaya.

Sungguh orang-orang kafir tidak akan membiarkan kaum muslimin menjalankan syariah Islam kaffah. Bahkan mereka menginginkan umat Islam meninggalkan ajarannya dan berpaling mengikuti ajaran mereka. Padahal telah nyata Islam adalah petunjuk sesungguhnya, agama yang diridhoi Allah Swt. Dan jika bukan Allah Swt yang menjadi pelindung, kepada siapa lagi umat Islam meminta pertolongan. 

Umat Islam harus punya agenda sendiri dalam membangkitkan diri. Berjuang mengembalikan kehidupan Islam sebagaimana telah Rasulullah Saw. dan sahabat contohkan. Tentu dengan cara yang telah Baginda Nabi contohkan pula. Membentuk opini ditengah umat bahwa permasalahan utama mereka karena tidak menjadikan syariah-Nya sebagai pengatur kehidupan. Menjelaskan bagaimana Islam mampu menjawab setiap tantangan zaman. 

Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post