Dana Milik Umat Dibidik Pemerintah


Oleh : Ariefdhianty V. H. 
(Muslimah Perindu Islam)


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membidik partisipasi pengumpulan dana wakaf yang lebih besar dari masyarakat kelas menengah Indonesia, khususnya generasi muda alias milenial. Ia menyebut kesadaran kalangan ini terhadap instrument wakaf tengah meningkat sehingga bisa dijadikan sumber keuangan baru untuk memenuhi pembiayaan dari dalam negeri. Sri Mulyani mendasarkan hal ini dari realisasi pengumpulan dana instrument wakaf kalangan menengah Indonesia tahun ini senilai Rp. 217 triliun, atau setara 3,4 persen total Produk Domestik Bruto (PDB), (cnnindonesia.com, 25/10).
Dia mengajak masyarakat Indonesia untuk berwakaf lewat instrument surat berharga Negara seperti surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk. Sehingga manfaat yang didapatkan dari dana wakaf ini bisa semakin besar, (finance.detik.com, 24/10) 

Senada, Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga ingin partisipasi masyarakat yang mewakafkan dana meningkat. Apalagi, Indonesia memiliki potensi tersebut karena memiliki penduduk muslim mencapai 87 persen dari total populasi 267 juta orang.

Tentu dengan potensi sebesar ini, serta diimingi dengan label syariat, penduduk muslim terdorong untuk menginvestasikan hartanya untuk akhirat. Namun pertanyaannya, mengapa harus dengan dana wakaf ?
Seperti yang kita ketahui, Indonesia terancam sedang mengalami resesi ekonomi di kuartal ketiga. Pemerintah kebingungan untuk mendapatkan dana segar untuk menyangga perekonomian negara. Dengan menargetkan dana wakaf, setidaknya pemerintah seolah memiliki jalan alternative untuk memperbaiki keadaan masyarakat. Apalagi karakter muslim Indonesia yang peduli terhadap sesama, serta dana wakaf ini abadi, tentunya ini menjadi alternative dengan resiko rendah daripada harus menambah utang lagi.
Hal ini juga dikatakan oleh Wapres Ma’ruf Amin. Menurutnya, wakaf bisa menjadi sumber pembiayaan proyek social dengan jumlah besar dan menggerakkan ekonomi nasional. Untuk itu, perlu dipikirkan kebijakan-kebijakan yang bisa memperluas ragam wakaf dan menarik minat wakaf masyarakat, salah satunya melalui Gerakan Nasional Wakaf Tunai (GNWT), (cnnindonesia.com, 25/10).

Namun tentunya kebijakan ini akan menjadi kebijakan yang menggelikan, mengingat pemerintah sangat keras perlawanannya terhadap penerapan syariat Islam. Tetapi, jika ada hal yang menguntungkan seperti ini, tidak piker panjang, pemerintah bisa langsung bisa mencobanya dan mendorong masyarakat muslim agar terjun aktif. Demi mulusnya uang dan kepentingan. 
Berbeda dengan Islam. Ekonomi dijalankan demi kesejahteraan umat, bukan untuk kepentingan golongan tertentu saja, sehingga Islam mengatur semua kepemilikan.

Dalam Islam, pengaturan ekonomi harus diawali dengan mengatur pembagian kepemilikan ekonomi secara benar. Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi menjadi tiga: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.

Pembagian kepemilikan ini sangat penting agar tidak terjadi hegemoni ekonomi di mana pihak kuat menindas yang lemah, atau hanya sekelompok orang kapitalis yang menguasai sumber daya ekonomi.

Apa yang terjadi di Indonesia harusnya menjadi pelajaran besar akan pentingnya penerapan sistem ekonomi Islam ini. Kepemilikan umum dikuasai swasta, baik asing maupun lokal. Contohnya sector tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan laut, bandara, dan sebagainya. Akibatnya, hegemoni para kapitalis semakin menggurita dan mencengkeram hamper seluruh sector ekonomi potensial. Belum lagi ekonomi juga bertumpu hanya pada pajak dan utang. Yang tentu membuat ekonomi rentan dengan krisis.

Sistem ekonomi Islam akan mengatur bagaimana pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu harus bertumpu pada pembangunan sector ekonomi riil dan bukan sector ekonomi non riil. Dengan itu insya Allah krisis ekonomi tidak akan terjadi lagi. Ditambah lagi ekonomi akan ditopang dengan pemasukan dana dari SDA yang dikelola oleh pemerintah sendiri, bukan oleh asing dan swasta.

Ekonomi Islam menjamin seluruh rakyat Indonesia terpenuhi semua kebutuhan dasarnya, tidak dimonopoli segelintir orang. Sistem ekonomi Islam juga menjamin seluruh rakyatnya dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Namun tentunya, sistem ekonomi Islam tidak bisa berjalan sendiri tanpa ditopang dan sejalan dengan sistem politik dan pemerintahan Islam. Kita tidak akan bisa menerapkan sistem ekonomi Islam secara kaffah namun membuang sistem politik dan pemerintahan Islam. Oleh karena itu, butuh sebuah institusi untuk menerapkan sistem Islam secara menyeluruh.
Wallahu’alambisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post