WASPADA INVESTASI ASING PASTI BIKIN BANGSA MAKIN TERJERAT


OLEH : HJ.PADLIYATI SIREGAR,ST


Masih ingatkah kita dengan pidato Presiden RI setahun yang lalu, tepatnya pada 14 Juli 2019. Pada saat itu, Presiden menyampaikan pidato pada acara Visi Indonesia di Sentul International Convention Center (Bogor, Jawa Barat). Dalam pidatonya tersebut, Jokowi menyampaikan lima tahapan untuk mewujudkan visi negeri ini agar lebih adaptif, produktif, inovatif dan kompetitif. Kelima tahapan tersebut adalah pembangunan infrastruktur yang akan terus kita lanjutkan, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), mengundang para investor sebanyak-banyaknya, reformasi birokrasi dan menjamin penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran (nasional.kompas.com, 15/07/2019). 

Sepintas nampaknya amat bagus program yang akan dilaksanakan tersebut. Namun, jika kita cermati dan dalami akan menambah informasi kepada kita secara gamblang. Amat wajar jika sistem yang diterapkan saat ini, memudahkan untuk melakukan investasi pada sebuah negara. Liberalisme yang telah mengakar kuat membuat manusia akhirnya mudah serta bebas melakukan sesuatu tanpa ada pertimbangan apapun.

Sejak dahulu, investasi selalu dijadikan ukuran keberhasilan perekonomian sebuah negara. Wajar jika berbagai peluang yang dapat menarik investor maka akan dijadikan sebagai jalan untuk menghasilkan pendapatan negara. Karena bagi negara, dana investor adalah dana paling segar untuk dapat mendukung adanya pembangunan termasuk salah satunya untuk infrastruktur.

Berbagai kebijakan pemerintah dijadikan gerbang utama untuk melancarkan investasi asing agar semakin tumbuh subur di negara ini. Tentu ini seharusnya menjadi hal yang harus dikritisi.Pasalnya, investasi jika dikritisi secara lebih mendalam justru menjadi jalan bagi penjajahan asing terhadap perekonomian Indonesia. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah pun tak luput dari incaran para pemburu rente. 

Investasi asing sangat memungkinkan mengancam kepentingan rakyat karena hak-hak rakyat bisa tergadai lantaran berbagai sumberdaya yang seharusnya bisa mensejahterakan rakyat ketika negara ambil peran dalam mengelolanya. Namun karena investasi asing masuk maka hak-hak rakyat jadi tergusur.

Namun sayangnya bangsa ini lebih senang hidup dengan mudah tanpa ingin bersusah payah. Para pendiri Bangsa ini bersusah payah memerdekakan diri dari kunkungan penjajah, bekerja dan berjuang keras dengan cucuran keringat dan tetesan darah, demi kemerdekaan Bangsa dan tanah tumpah darah. 

Lalu apa sekarang..Negeri ini kembali terjajah, itu semua karena pemimpin negeri ini tak lagi ingin bersusah payah, semua ingin hidup dengan mudah, menadahkan tangan kepada para penjajah, menjual sumber kekayaan alamnya kepada para penjajah dengan kedok investasi karena ekonomi yang lemah. Rakyat semakin susah dan pemimpinnya hidup dalam gemah ripah. 

Para pemimpin bermental lemah karena tidak ingin bersusah-susah, semua ingin didapat dengan mudah, mendapatkan yang bukan hak pun sudah tidak lagi jadi masalah. Hukum dilemahkan agar yang salah menjadi dibenarkan dan yang benar bisa menjadi salah. Kejahatan keuangan dilakukan secara berjama'ah, dan dilakukan tanpa perasaan bersalah, sekalipun salah dimuka hukum tetap terlihat jumawa dan pongah. 

Investasi Melanggengkan Penjajahan

Tak bisa dinafikan Indonesia bertahun-tahun mengalami ketergantungan pada asing. Lihat saja dari laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Triwulan I 2019 total mencapai Rp 195,1 triliun. Nilai ini naik 5,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2018 , yaitu sebesar Rp 185,3 triliun. Adapun perinciannya, nilai investasi dalam negeri sebesar Rp 87,2 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 107,9 triliun (https://bisnis.tempo.co/).

Tabiat Kapitalis yang rakus dan tamak menjalankan polanya, investasi adalah trik bagi negara-negara kreditor demi tetap menanamkan pengaruh politiknya secara global, serta dapat mengontrol, mengawasi sikap negeri tersebut menjadikan negara investor sebagai rujukan juga menguasai ekonomi international. Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi dalam negeri yang memicu timbulnya krisis. Akibatnya negara akan kehilangan eksistensi dan tergadaikan karena terus di dikte.

Tentu kebijakan pemerintah yang berniat mengurangi pengangguran dengan menjalankan investasi terbuka hanyalah mitos belaka. Nyatanya banyak keluhan murahnya upah buruh digaji tidak lebih dari 15 % dari total keuntungan mereka. Masifnya tenaga kerja yang dirumahkan.

Ancaman lainnya bagi rakyat, negara adidaya dan pesaingnya (China) melalui korporasi-korporasi multinasional akan menciptakan privatisasi sumber daya seperti air, rumput dan gas, begitu juga fasiltas layanan publik, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, laut.

Investasi menjadi sumber keuntungan bagi mereka yang terlibat langsung sistem birokrasi, tak heran kerap sebagai pusara korupsi dan pemerasan.

Tentu saja untuk memutus ketergantungan akan investasi, mengeluarkan diri dari kubangan kotor itu hanya akan bisa terealisasi bila Indonesia mandiri dan berdaulat. Sayangnya, hal ini hanya menjadi utopi bila sistem Kapitalisme yang masih merajai dunia.

Karena sistem ini hanya menempatkan Indonesia ataupun negeri-negeri muslim lainnya sebagai pengekor, yang tak mungkin diberi peluang untuk mandiri dan eksis sebagai bangsa besar.

Karena itulah mewujudkan Khilafah Islamiyah sebagai negara yang memiliki kompetensi dan keunggulan komparatif ekonomilah yang bakal mengentaskan Indonesia dari kubangan investasi asing. Sebab hanya Khilafah yang mampu membebaskan diri dari utang dan penarikan investasi luar negeri.

Dengan mekanisme politik ekonomi Islam, Khilafah akan mengelola dan mengatur sepenuhnya asset-asset milik umum secara profesional demi kemakmuran rakyat. Semua itu dilakukan demi melindungi berbagai kepentingan masyarakat dan mewujudkan izzul Islam wal muslimin.

 Wallahu’alam bis showab

Post a Comment

Previous Post Next Post