Tragedi Tengah Malam Omnibus Law


Oleh: Siva Saskia

Tragedi tengah malam berulang Kembali, begitu masyarakat menilainya. Hal ini terjadi karena adanya rapat paripurna DPR-RI saat rakyat tertidur lelap. Rapat tersebut telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang disetujui oleh 7 fraksi yang terdiri dari PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP dan PAN, namun ada 2 fraksi yang menolak yaitu Partai Demokrat dan PKS.

Sejak disahkan dalam Sidang Paripurna 'dadakan' yang digelar DPR pada Senin (5/10), Sontak saja hal tersebut menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan DPR ditolak mentah-mentah oleh rakyat dari beragam profesi. Terutama buruh, petani, aktivis, mahasiswa, pakar hingga organisasi keagamaan. Disamping itu koalisi masyararakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menolak secara tegas dan menyatakan Mosi Tidak Percaya RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab UU ini dinilai melahirkan banyak ketidakadilan bagi kaum buruh khususnya

Gelombang penolakan UU Cipta Kerja juga disampaikan masyarakat melalui media sosial. Berbagai tagar muncul setelah anggota dewan mengesahkan aturan kontroversial tersebut. Mulai dari #DPRRIKhianatiRakyat, #MosiTidakPercaya, hingga #KartuMerahOmnibusLaw. Tak hanya itu, ribuan buruh di sejumlah daerah sejak kemarin juga telah menggelar mogok kerja, seperti Bandung, Tangerang, Bekasi, Purwakarta, dan beberapa daerah lainnya. Mahasiswa juga tak ketinggalan melakukan aksi turun ke jalan menolak UU Cipta Kerja. Hari ini kelompok buruh di sejumlah daerah kembali melakukan mogok kerja.

Omnibus Law adalah aturan yang mengatur bermacam-macam aspek yang digabung menjadi satu perundang-undangan atau bisa dikatakan satu undang-undang yang mengatur banyak hal. Omnibus Law ini memiliki 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang direvisi melalui Omnibus Law. Undang-Undang direvisi agar investasi dapat semakin mudah masuk di Indonesia.

RUU Cipta Kerja juga dapat mengubah ketentuan cuti khusus atau izin yang tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 yang mengatur tentang ketenagakerjaan yang menghapus cuti atau tidak masuk saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia. Selain itu, Ombnibus Law Cipta Kerja juga akan memberikan ruang bagi pengusaha yang mengontrak buruh tanpa batasan waktu, tidak membela hak buruh seperti pesangon, dan penetapan upah minimum menjadi standar provinsi serta para pekerja outsourcing semakin tidak jelas keberadaannya.

Banyaknya gelombang penolakan dari rakyat terutama buruh tapi tidak dari kalangan dunia usaha. Mereka menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada pemerintah dan DPR yang telah menyepakati pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, Senin (5/10/2020). Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, RosanRoeslani mengatakan, UU Cipta Kerja diharapkan dapat mendorong perekonomian dan investasi melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja. "UU tersebut mampu menjawab dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan membuka lapangan kerja," kata Rosan dalam keterangan tertulis. Melalui UU Cipta Kerja, Rosan mengklaim, terdapat penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan bagi pelaku usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga tercipta lapangan kerja yang semakin besar untuk menjawab kebutuhan angkatan kerja. Ia juga mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak luas tidak hanya pada kesehatan, namun juga pada ekonomi, termasuk penyediaan lapangan kerja. Karenanya, dengan banyaknya investasi yang masuk berkat UU Cipta Kerja, lapangan perkerjaan akan semakin terbuka dan meluas.

Begitulah dalam sistem kapitalisme dengan sistem politik demokrasinya. UU dibuat dengan hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan berbagai pihak. Setiap UU yang dibuat seakan akan menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan untuk kepentingan rakyat, tetapi pada faktanya UU yang dibuat hanyalah untuk memuluskan kepentingan para kapitalis. Mereka sejatinya tidak lagi mewakili rakyat mereka hanya wakil dari kaum kapitalis.

Dengan disahkannya RUU cipta kerja itu, pemerintah bukan hanya merampas hak rakyat tapi juga merampas masa depan rakyat dan negeri ini, karena produk legalisasi yang mereka buat. Berdalih investasi, penjajahan rakyat akan diintensifkan demi memenuhi kerakusan kaum pemodal. DPR mempersembahkan bangsa ini untuk kaum penjajah yang berdalih investasi. Selain menyerahkan lahannya juga menyerahkan rakyatnya untuk menjadi buruh yang dieksploitasi untuk kepentingan kaum pemodal. Semua ini menambah derita rakyat dan  makin membuat karut marutnya ekonomi Indonesia.

Jika negara ini tetap menerapkan kapitalisme, bisa dipastikan berbagai UU akan tetap menguntungkan para kapitalis dan merugikan banyak rakyat. Inilah karakter wakil rakyat dalam sistem sekuler demokrasi. mereka tak mempedulikan rakyat, mereka akan berlindung dan berdalih dengan berbagai alasan-alasan. Padahal setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tak ada satupun kelak luput dari pengadilan Allah SWT. Jika demikian, hanya islamlah satu-satunya solusi yang bisa menyelesaikan segala macam permasalahan. System yang akan melahirkan keadilan bagi rakyatnya. Bukan hanya muslim saja, yang non muslim pun bila termasuk warga negara akan terjamin.

Wallohu ‘Alam bi Showwab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post