RUU Cipta Kerja Ketok Palu ; Nasib Buruh Kian Keruh


Oleh: Novita Sari

Senin 5 Oktober 2020,  RUU Cipta Kerja disahkan oleh pemerintah. Tentu saja hal ini menuai penolakan dari ribuan bahkan jutaan rakyat Indonesia, khususnya kaum buruh. Bagaimana tidak,  RUU Cipta Kerja memuat sejumlah aturan yang dinilai sangat merugikan, bahkan bakal mengeksploitasi kaum pekerja.

Pasal ini  menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anak, isteri melahirkan/keguguran kandungan, hingga cuti/izin kalau ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.

Tak sampai di situ, cuti-cuti lainnya seperti menjalankan kewajiban terhadap negara; menjalankan ibadah yang diperintahkan agama , melaksanakan tugas berserikat sesuai persetujuan pengusaha dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan juga dihapus. Dalam Pasal 93 Ayat 2. Pasal ini menyatakan bahwa cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan dihapus.

Dalam Pasal 88C, misalnya, aturan mengenai upah minimum kota/kabupaten (UMK), yang selama ini merupakan dasar upah minimum pekerja yang harus dibayarkan pengusaha, juga dihapus. Aturan mengenai UMK ini memicu kekhawatiran para pekerja, yang mana pengusaha akan semena-mena menetapkan upah di setiap daerah, tanpa memedulikan komponen biaya hidup di daerah yang bersangkutan.( Okezone ID),

Dengan adanya RUU ini tentu hanya pihak pengusaha yang mendapat keuntungan sementara pekerja akan bekerja bak robot yang tidak boleh sakit, yang harus terus bekerja tanpa adanya cuti.

DPR  yang katanya wakil rakyat ternyata tidak berpihak kepada rakyat. Sehingga wajar  rakyat bertanya suara rakyat yang mana yang diwakilkan DPR? Rakyat jelata  atau yang pengusaha?!. DPR seyogyanya lebih  mementingkan kepentingan rakyat, bukan mengedepankan kepentingan pengusaha. Karena sejatinya merekalah harapan rakyat. Seharusnya DPR mendengar aspirasi rakyat. Beginilah wajah buruk sistem demokrasi yang peraturannya bersumber dari manusia. Para kapitallah yang sebenarnya berkuasa dalam mengatur proses legislasi. Bahkan kapital juga  yang menyetir ekskutif dan yudikatif.

Tak heran jika rakyat semakin tidak percaya kepada pemerintah. Sebab pemerintah sendiri yang membuat kepercayaan itu hilang. Pengusaha semakin jaya, sementara pekerja semakin sengsara.

Sudah saatnya penduduk negeri ini sadar bahwa peraturan Sang Pemilik alam akan mewujudkan keadilan dan keberkahan. Sistem demokrasi bukanlah jalan perubahan karena nyata siapa sebenarnya suara yang diwakilkan.  Wallahu 'alam bi ash showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post