Penjaminan Hak Remaja dengan Sistem Islam


Oleh : Afifah Nur Amalina Asfa

Semenjak ditetapkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja pada Senin, 5 Oktober 2020, demo penolakan UU tersebut terus terjadi. Selain karena penyusunan serta pengesahan yang dinilai memakan waktu yang cukup singkat, beberapa poin dalam UU tersebut dinilai mengintimidasi mahasiswa, buruh, dan masyarakat kecil. Poin-poin tersebut antara lain : Pemutusan hubungan kerja (PHK), sanksi pidana, tenaga kerja asing (TKA), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK), pesangon, waktu kerja, hak upah atas cuti atau cuti yang hilang, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup, "outsourcing" atau alih daya seumur hidup, beserta potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun akibat karyawan kontrak atau alih daya seumur hidup.

Dengan melakukan demo penolakan UU Cipta Kerja, mahasiswa dan buruh berharap agar Presiden Jokowi mendengarkan aspirasi mereka, yakni menolak Omnibus Law. Selain itu, mereka juga akan mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) untuk membatalkan Omnibus Law UU Ciptaker.

Demo tersebut mendapat respon positif dari salah satu Dosen Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Umar Sholahuddin. Ia akan memberi nilai A kepada mahasiswanya yang ikut demo. Menurutnya, dengan ikut demo dapat membuat mahasiswanya lebih merasakan perjuangan rakyat dibanding hanya belajar di kelas atau daring. Selain itu, Umar menilai dengan mengikuti demo tersebut dapat memupuk solidaritas, serta tanggung jawab moral untuk menyuarakan pendapat dan membela kaum yang lemah.

Respon serupa juga diungkapkan oleh Salim, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G). Ia berpendapat bahwa aksi turun ke jalan merupakan wujud aspirasi dan ekspresi mereka terhadap langkah-langkah DPR dan pemerintah yang abai terhadap aspirasi mereka bersama rakyat lainnya. Salim menilai bahwa belajar tak hanya di ruang kuliah yang berbatas tembok, namun ruang kuliah sesungguhnya dengan terjun ke lingkungan masyarakat. Dengan demikian, dapat tercipta mahasiswa sebagai agen perubahan.

Berbanding terbalik, jajaran Pemerintah justru bersikeras untuk tidak menghapus UU Omnibus Law Cipta Kerja.  Satu di antaranya yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang justru mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan mahasiswa untuk ikut aksi demo Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi. Bahkan, para dosen diimbau untuk tidak memprovokasi mahasiswa agar menolak UU tersebut. Selain itu, Kemendikbud juga meminta pimpinan Perguruan Tinggi untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh serta memastikan para mahasiswanya benar-benar belajar di rumah masing-masing.

Respon pemerintah yang seperti ini justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat umum. Pemerintah yang seharusnya menghargai pendapat serta menerima kritik dari masyarakat, kini justru menutup telinga atas semua curhatan masyarakat. Padahal jika dilihat, Indonesia merupakan salah satu penganut sistem demokrasi yang mana menjunjung tinggi kebebasan berpendapat.

Dari sini didapati bahwa pemerintah dalam sistem demokrasi ingin mendorong remajanya untuk menjadi seseorang yang berfokus kepada dirinya saja, namun cuek terhadap sesama, termasuk ketika seseorang diberi amanah untuk memimpin sebuah negara, maka ia akan menelantarkan rakyatnya begitu saja. 

Sangat berbeda ketika syariat Islam diterapkan. Pemimpin pada saat itu merupakan pemimpin yang sadar akan pertanggung jawabannya kelak dengan Allah. Sehingga dalam masa kepemimpinannya, ia akan bersungguh-sungguh untuk menjalankan kepemimpinannya secara maksimal. Ia akan menjamin setiap rakyat yang hidup di saat itu akan terjamin kelangsungan hidupnya.

Tentunya, pemimpin yang memiliki kriteria seperti itu tidak tiba-tiba hadir di muka bumi. Ketika remaja, ia pasti mendapatkan pendidikan berupa pendidikan Islam. Pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak kepribadian Islam dalam setiap individu, baik dalam pola pikir maupun pola sikap. Fasilitas pendidikan yang hadir pada masa itu ialah fasilitas dengan kualitas terbaik, baik dari segi teknologinya maupun pengajarnya, sehingga tiap individu bisa memaksimalkan potensinya yang ia miliki demi perkembangan Islam. 

Selain itu, sistem Islam juga mengizinkan bagi masyarakatnya yang beragama Islam untuk membuat partai politik yang tujuannya mengkritik penguasa. Pemimpinnya pada saat itu merupakan pemimpin yang tidak takut dengan kritikan masyarakat karena ia yakin bahwa hal ini merupakan salah satu bentuk kepedulian yakni Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Sehingga dengan adanya sistem ini, akan dapat tercapai suasana pemerintahan yang damai dan kondusif yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Post a Comment

Previous Post Next Post