Oleh: Novita Tristyaningsih
Langkah tarik ulur DPR dan pemerintah dalam memuluskan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU akhirnya terwujud.
DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore. (Republika, 05/10/20).
Sebelum pengesahan, RUU ini banyak menuai kontra dari berbagai pihak terutama para buruh karena dinilai merugikan dan mengeksploitasi buruh serta menguntungkan para pengusaha (investor). Beberapa poin yang menjadi sorotan, diantaranya penghapusan upah minimum, jam lembur lebih lama, kontrak seumur hidup dan rentan PHK, pemotongan waktu istirahat, serta mempermudah perekrutan TKA.
Dalam sistem Kapitalisme, perseteruan antara buruh dan pengusaha merupakan hal yang tidak asing lagi. Sejak revolusi industri, konflik itu seolah menjadi hal yang abadi hingga saat ini.
Dunia masih menghadapi demonstrasi dan tuntutan buruh, termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS). Pemogokan kerja telah terjadi sejak 1806 oleh pekerja Cordwainners di Amerika Serikat. Pascaperang dunia pertama terjadi gelombang munculnya serikat pekerja. Gelombang yang sama terjadi di Indonesia tahun 1910-an. (Muslimah News, 17/07/20).
Buruh merupakan sumber daya manusia yang menginginkan kebutuhan pokoknya terpenuhi. Mereka juga memiliki keluarga yang mesti ditanggung kebutuhannya. Dikhawatirkan dengan situasi sulit saat ini, biaya hidup mahal tetapi pendapatan minim mengakibatkan taraf hidup buruh semakin nelangsa. Oleh sebab itu, upah layak dan kesejahteraan buruh terus disuarakan. Sedangkan para pengusaha menginginkan cost pengeluaran ditekan untuk efisiensi. Sehingga buruh dan pengusaha ibarat dua mata angin yang berlawanan.
Mirisnya, negara menjelma menjadi korporatokrasi yang abai pada kepentingan rakyat sendiri dan mengutamakan kepentingan pengusaha. Pemerintah lupa bahwa buruh merupakan bagian dari rakyatnya yang akan dimintai pertanggung jawaban kelak di hadapan Allah SWT saat di Yaumil hisab. Maka, Persoalan kesejahteraan buruh yang tak kunjung selesai ini, sebaiknya menempuh jalan penyelesaian yang tepat, yaitu kembali kepada hukum Syara'.
Wallahu'alam bisshowab
Post a Comment