Oleh : Fitriyani Thamrin Mardhan, S.Pd., M.Si
Untuk kesekian kalinya, Indonesia dibuat riuh dengan tingkah pemerintah. Bagaimana tidak? Ditengah masifnya penolakan terhadap Omnibus Law UU Ciptaker, justru dibalas dengan ketuk palu tanda disahkannya UU tersebut. Masyarakat, aktivis hingga para tokoh dan pakar menyampaikan penolakannya sejak masih digodok sebagai RUU. Pasca disahkan, mendadak berbagai komponen masyarakat turun kejalan, para buruh, mahasiswa, hingga disebutkan para K-Popers dan Gamers pun turut andil dalam barisan demonstrasi. Artinya, mayoritas masyarakat memang tidak menginginkan RUU ini disahkan. Justru rapat paripurna DPR-RI yang dijadwalkan pada tanggal 8 oktober 2020, mendadak dimajukan tanggal 5 oktober 2020, ini memang terkesan dikebut.
Ada banyak alasan yang dikemukakan dalam penolakan UU ini. Sebut saja Benny Harman (anggota komisi 3 DPR RI fraksi Demokrat) melalui siaran iNews (5 oktober 2020) mengatakan bahwa RUU ciptaker ini tidak ada diskusi, hanya ketuk palu saja, artinya pendapat-pendapat dari anggota rapat yang menolak UU ini tak dihiraukan. Beliau juga mengatakan bahwa UU ini lebih banyak mengakomodir kepentingan pebisnis, sedangkan kelompok-kelompok rentan masyarakat atau pekerja seperti nelayan, petani, UMKM sama sekali tidak diperhatikan. Hanya memberikan legalisasi dekriminalisasi terhadap pebisnis-pebisnis. Juga pada pasal yang membahas tentang Isu ketenagakerjaan, hak-hak pekerja sama sekali tidak diperhatikan.
Memang jika dicermati, ada banyak pasal yang kontroversi dalam UU Ciptaker ini. Yang justru sejatinya memberikan peluang kebebasan bagi investor, namun minim perhatian pada para buruh/pekerja. Mulai dari tidak adanya kepastian pesangon, perluasan status kontrak dan outsourcing, semakin mudahnya perusahaan melakukan PHK, penghapusan Upah Minimum baik Kabupaten/Kota (UMK) maupun Sektoral (UMSK), adanya aturan pengupahan yang didasarkan jam kerja hingga dihilangkannya jaminan kesehatan dan pensiun. UU ini juga mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) bahkan buruh kasar sekalipun. Tak sampai disitu, bahkan UU ini juga meniadakan sanksi bagi perusahaan yang melanggar aturan. Maka tak heran berbagai kalangan terus melakukan penolakan, bahkan pencabutan UU ini pasca disahkan.
Jika berbagai kalangan menolak, lantas mengapa UU ini masih saja disahkan? Inilah gambaran sistem di Negeri kita. Sistem Kapitalisme, yang sejatinya memang tak pernah menjadikan kepentingan rakyat sebagai alasan dibuatnya aturan, namun hanya mengutamakan kepentingan para kapital (pemilik modal), para pengusaha, pebisnis-pebisnis. Rakyat jadi tumbal. Karena kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme ini dijunjung tinggi. Selama memberi keuntungan bagi para kapital, selama itu pula jalan mulus aturan UU dibuat sesuka hati.
Polemik ini juga mempertontonkan kepada kita, bagaimana sistem demokrasi yang sejak lama dielu elukan oleh rakyat, diandalkan sebagai jalan memberi aspirasi rakyat. Bahkan memilih wakil rakyat sebagai representasi dari rakyat, saat ini justru membuat miris. Rakyat dibuat kecewa. Meski ada 2 fraksi DPR yang juga melakukan penolakan, namun 7 fraksi mayoritas yang menyetujui tentu mengalahkan 2 fraksi. Sebab dalam demokrasi, suara mayoritas DPR menjadi jalan ketuk palu pengesahan UU. Rakyat menolak, wakil (rakyat) nya menyetujui, pemerintah mengesahkan. Lalu untuk siapa Omnibus Law ini? Sudah tentu bukan untuk rakyat. Omnibus Law UU Ciptaker ini telah jelas melanggengkan para pengusaha dalam mencengkeram sistem ekonomi di Negeri ini. Mereka untung, rakyat jadi tumbal.
Beginilah, jika aturan dibuat oleh manusia yang notabene penuh dengan ambisi kepentingan. Baik buruk tidak lagi menjadi tolak ukur, setuju tidaknya rakyat bukan lagi menjadi alasan dibuatnya UU. Demokrasi yang katanya menjadi jalan aspirasi rakyat, hanyalah ilusi. Dan kini menyadarkan dengan ribuan kekecewaan. Tak heran muncul tagar di sosial media #DPRPengkhianatRakyat. Hal yang wajar sebenarnya, jika kita mau membuka mata dan pikiran akan kita dapati bahwa mereka bukanlah representasi suara rakyat, mereka justru bekerja dibawah rezim yang selingkuh dengan para korporat. Selingkuhi rakyat yang selalu menyimpan sejuta harapan kesejahteraan dibawah pimpinannya. Dalam sistem kapitalisme ini, Negara hanya berperan sebagai regulator kepentingan kapitalis. Akibatnya, kesejahteraan rakyat terabaikan. Kekayaan hanya dinikmati segelintir orang.
Maka pengesahan Omnibus Law UU Cipta kerja ini menjadi satu gambaran dari banyaknya fakta yang membuktikan bobroknya sistem yang aturannya dibuat oleh tangan-tangan manusia. Padahal, aturan paling baik bagi kehidupan manusia, baik individu, masyarakat maupun bernegara, adalah aturan yang dibuat oleh Pencipta semesta alam, yakni Allah SWT. Islam, adalah sebuah sistem yang diturunkan oleh Maha Pencipta untuk menjadi solusi bagi segala problematika kehidupan. Aturan islam telah pernah tercatat dalam sejarah, digunakan dalam sebuah negara, yang memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Dalam islam, Negara berperan sebagai pelayan ummat, mengurusi kepentingan dan kemashlahatan rakyat, bukan korporat. Negara menerapkan aturan berdasarkan hukum syara. Hingga masalah ketenagakerjaan, aturan-aturan yang ada juga tidak lepas dari standar syariat islam. Pengusaha dan pekerja membuat kontrak kerja yang saling memberi keuntungan. Pengusaha mendapatkan keuntungan dari jasa yang diberikan oleh pekerja, dan pekerja mendapat keuntungan dari upah yang diberikan sesuai ketentuan yang telah disepakati. Kedzaliman dari salah satu pihak juga tidak akan muncul, sebab jika terjadi maka negara siap memberikan sanksi bagi kedzaliman yang terjadi. Misal upah yang tidak diberikan kepada pekerja, pemberhentian atau PHK yang semena-mena atau hak lainnya yang tidak diberikan kepada pekerja, begitupun sebaliknya jika pekerja melakukan kedzaliman kepada pengusaha seperti tidak bekerja pada jam kerja atau merusak aset yang dimiliki pengusaha. Negara memberlakukan hukuman yang tegas.
Untuk mengatasi pengangguran, negara membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Bagi yang tidak memiliki modal bekerja maka negara akan memberikan modal dan bersiap memberikan pelatihan agar memiliki kemampuan dalam bekerja. Negara juga memberikan jaminan kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi yang aman dan nyaman, sandang pangan dan papan, serta energi listrik yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga, sehingga bagi rakyat apapun pekerjaannya, dapat terjamin kesejahteraannya. Begitulah sistem islam mengatur urusan rakyat dalam sebuah negara.
Post a Comment